Bab 22: Pemukiman Goblin

24 3 0
                                    

Saat aku keluar dari portal, tampak pemandangan rumput hijau membentang luas. Terdapat jembatan-jembatan kayu yang menghubungkan antara satu dataran dengan lainnya. Langit biru dan cerah, angin sejuk berembus menerpa kulitku.

Tempat ini seperti surga, andaikan tidak ada pemukiman goblin di atasnya. Tidak jauh dari portal, aku dapat melihat tenda-tenda kumuh para goblin. Terdapat lima pemukiman di area tersebut, tampak beberapa goblin berlalu lalang di sana, mengerjakan aktivitas harian mereka.

"Itu sarang goblin?" tanya Chika, heran.

"Aku juga tidak menyangka," tanggapku. Seingat informasi yang kubaca dari buku panduan Asosiasi Venator, sarang goblin ada dua macam. Sarang yang terletak di dalam labirin, atau sarang di atas permukaan, biasanya berbentuk pemukiman.

Masalahnya, Asosiasi Venator tidak pernah bilang kalau sarang goblin bisa sampai sebesar ini.

Sarang goblin biasanya sederhana dan hanya terdiri dari satu pemukiman. Namun, di hadapanku ada lima pemukiman yang dibangun. Sementara di dataran paling ujung dan luas, terdapat pemukiman yang lebih kecil tetapi tampak lebih megah, terlihat dari ukuran dan jumlah tingkatan bangunannya.

Pemukiman goblin memiliki pagar dari kayu dengan ujung runcing. Rumah-rumah mereka terbuat dari kayu dan penutup terpal merah kecoklatan. Ada kuali raksasa di tengah setiap pemukiman, tapi ada juga perapian yang lebih kecil di dekat rumah-rumah itu.

Mataku mengaktifkan pemindai, mencoba mencari manusia-manusia yang dijadikan tahanan oleh para goblin.

"Ketemu!" seruku saat melihat nama-nama manusia yang diculik muncul di dalam layar sistem..

"Apa? Apa?" Chika ikut bersemangat.

"Ada beberapa manusia ditahan di dalam pemukiman paling ujung. Jumlahnya ada 12 orang."

"Banyak sekali!"

"Memang, kita harus segera menyelamatkan mereka."

Saat aku dan Chika sudah bersiap untuk pergi, suara yang tak asing di telinga menghentikan langkahku.

"Tunggu, kalian berdua!" Ravi ternyata menyusul kami. Ia keluar dari portal dengan napas terengah.

"Kuperingatkan sekali lagi! Ini berbahaya! Belum terlambat untuk kembali!"

Aku sudah kesal karena bocah ini tidak bisa berhenti mengoceh. Ia terlalu meremehkanku atau anak ini memang sebenarnya tidak punya hati. Aku berbalik dan melangkah ke depannya. Kutatap lekat-lekat manik hitam miliknya.

"Dengar, Ravi," ucapku penuh penekanan. "Keluargaku diculik oleh goblin sialan ini, aku tidak peduli dengan semua laranganmu. Aku akan menyelamatkan keluargaku, apa pun resikonya."

Ravi tercekat. Ia tiba-tiba terdiam. Bukan karena kalimatku, tapi karena saat ini aku memancarkan aura membunuh yang sangat kuat padanya. Sampai-sampai, Chika yang merasakan aura tekanan dariku pun ikut mundur ke belakang.

"Aku menyusul kalian untuk membantu," ucap Ravi, pelan. Matanya berkilat-kilat, membalas tatapanku. "Kalian tanggung jawabku!"

Aku menghela napas. Tidak ada gunanya meladeni bocah idealis seperti Ravi.

"Lakukan apa yang kau mau. Tapi jangan halangi aku."

Aku berbalik dan berjalan meninggalkannya, Chika melangkah mengikutiku. Ia sempat berbalik kepada Ravi dan menggeleng, seakan memberi isyarat "jangan ikut campur".

Ternyata, Ravi teguh sesuai perkataannya. Ia langsung berlari mengejar kami berdua dan sampai di sebelahku dalam sekejap.

"Kamu kuat," ucapnya tiba-tiba. "Venator Tanpa Peringkat tidak mungkin membunuh monster Kelas B seperti tadi."

Train to The DungeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang