Bab [6]

381 55 6
                                    

[6] 𝙋𝙪𝙧𝙖-𝙥𝙪𝙧𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙣𝙞𝙖𝙩 𝙗𝙖𝙣𝙜𝙚𝙩

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[6] 𝙋𝙪𝙧𝙖-𝙥𝙪𝙧𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙣𝙞𝙖𝙩 𝙗𝙖𝙣𝙜𝙚𝙩

Happy Reading!

***

Caca melemparkan tubuhnya ke atas sofa cream di rumahnya. Hari ini rasanya sangat melelahkan. Baik bagi fisik dan psikisnya.

Tapi setidaknya, hati Caca kini sedikit lega karena tidak disangka-sangka Julian dengan mudah menerima permintaannya. Dia kira akan ditolak mentah-mentah atau butuh perbincangan yang alot. Skenario buruknya, pria itu sama sekali tidak mau membantunya. Tetapi ternyata dibalik wajah seramnya, pria itu masih memiliki empati.

Drrtt... drrt...

Caca meraih tas yang ia lempar sembarangan. Mengobrak-abrik isinya untuk mencari ponselnya yang bergetar berkali-kali. Tanda ada telpon masuk.

"Halo? Kenapa, Zra?" ternyata yang menelponnya adalah Ezra.

"Emang harus ada apa-apa baru boleh nelpon lo?" suara bising yang ada di sekitarnya membuat Ezra agak berteriak.

Caca terkekeh. "Ya nggak, sih. Gimana Kalimantan? Panas?"

Ezra di seberang sana berdecak menyiratkan penuh kesetujuan. "Masih nanya lagi lo. Panas, debu, bising... semua yang bikin sumpek ada, Ca! Baru kali ini gue ngerasa bersyukur tinggal di Jakarta meskipun panas bin macet."

Caca tertawa. Meledek campur prihatin.

Ezra itu seorang teknik sipil. Ia baru saja ditugaskan di Kalimantan untuk menangani sebuah proyek pembangunan untuk IKN (Ibu Kota Nusantara) selama beberapa waktu yang tidak ditentukan. Caca cukup prihatin dengan pria itu. Tidak mudah bagi seorang anak Kota banget, yang sedari kecil apa-apa kebutuhannya selalu ada dan terpenuhi lalu harus ditugaskan di daerah terpencil.

"Yang sabar ya, Zra... ingat gaji gede. Nanti pasti semangat lagi!"

"Ini udah bukan tentang duit lagi, Ca. Gue bukan lo anjir!"

Niat Ezra bercanda karena pria itu mengatakannya pun sambil tertawa. Tetapi sepertinya tidak bagi Caca. Gadis itu langsung terdiam.

Ezra sedetik kemudian baru menyadari kalau perkataannya menyingungg Caca. "Ca, sorry... bukan gitu maksud gue."

Caca menggeleng. Ia tersenyum. "Santai kali! Gue emang suka duit, apalagi kalau banyak hahaha."

Semenjak Ayahnya meninggal, Ibunya pergi menikah lagi dan pindah ke luar kota bersama keluarga barunya, Caca sendirian. Caca benar-benar hanya punya dirinya sendiri. Dan juga Ezra, serta Marsha. Belum lagi hutang Ayahnya yang masih tersisa 500 juta dari total hutang 1,5 M yang sudah berhasil Caca cicil selama dua tahun belakangan ini.

Sejak itu, Caca hanya mementingkan bagaimana caranya dia mendapatkan banyak uang. Uang untuk dia hidup dan melunasi hutang tersebut. Wajar kalau orang-orang di sekitarnya selalu mengingat Caca sebagai orang yang menyukai uang. Siapa sih yang nggak suka uang?

𝘽𝙚𝙩𝙩𝙚𝙧 𝙏𝙝𝙞𝙣𝙜𝙨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang