Bab [17]

321 72 13
                                    

[17] 𝗟𝗼𝘃𝗲'𝘀 𝗠𝗮𝗴𝗶𝗰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[17] 𝗟𝗼𝘃𝗲'𝘀 𝗠𝗮𝗴𝗶𝗰

Happy Reading!

***

"Miss Caca terlihat happy sekali, Miss. I mean you look brighter these days." ucap Chelsea, muridnya di kelas TK B yang sudah mau lulus dan akan masuk ke Sekolah Dasar beberapa bulan lagi.

Caca yang sedang melukis di atas Canvas menoleh sambil tersenyum, alisnya naik ke atas bertanya. "Really? Miss kan emang happy terus!"

Chelsea menggeleng. Ia yakin ada yang berbeda dengan aura bahagia guru cantiknya itu. Tetapi, Chelsea sebagai anak umur 6 tahun tidak bisa mendeskripsikan apa yang berbeda.

"What makes you happy, Miss? Chelsea ingin tahu. Siapa tahu bisa Chelsea bisa happy terus kaya Miss Caca."

Caca tertawa. Tangannya yang bersih mengacak-acak pucuk rambut Chelsea yang dikepang seperti tokoh Elsa itu. "Banyak sekali hal yang bisa bikin happy, Chelsea. Bahkan Hal-hal sekecil apapun itu bisa bikin kita happy." ujar Caca tersenyum cerah.

Ditanya seperti itu membuat Caca jadi berpikir. Apakah betul dia terlihat berbeda? Terlihat lebih happy? Pasalnya, bukan Chelsea saja yang menyadarinya, Agnes teman balapannya juga sempat notice seminggu yang lalu, satpam Sekolah yang Caca sapa tadi pagi juga berkata hal yang sama, lalu ada juga Abang-abang nasi uduk langganan Caca sampai bilang mungkin Caca lagi jatuh cinta karena aura-nya cerah sekali.

Ia mana sadar jika dirinya terlihat lebih happy. Caca merasa hanya menjadi dirinya yang seperti biasa. Tidak ada yang berubah. Masih terus giat bekerja untuk mencari uang.

Eh... tiba-tiba wajah Julian muncul sekelebat di kepalanya. Membuat syarafnya mengirim sinyal dari otak untuk menarik otot-otot bibirnya terangkat, tersenyum. Alam bawah sadarnya sudah sejak awal menyadari bahwa alasan mengapa gadis tersebut lebih terlihat happy tidak lain tidak bukan adalah si gamers ganteng idaman berkacamata, Julian Altair Wiratama.

Caca sebenarnya sadar, tetapi sejak itu juga Caca selalu denial. Dia tidak mau berharap lebih alias baper. Sejak dia akur dengan Julian, ketika Julian sudah banyak mengenal Caca—meski belum sepenuhnya— perlahan-lahan keduanya menjadi teman dekat.

Julian bersikap lebih ramah, tidak ketus lagi. Apalagi bermulut tajam. Cowok itu jadi lebih lembut dan perhatian. Meski kadang usil ke Caca.

Mungkin sifat lembut dan perhatian si Julian itu membuat hati Caca yang rentan itu menjadi tersentuh.

Caca pun terkejut di awal-awal. Mungkin sifat tersebut adalah sifat asli dari seorang Julian, yang cowok itu tutupi dengan sifat ketusnya.

Mereka sering, bahkan rutin untuk bertukar pesan, dari yang penting sampai remeh. Kadang janjian untuk bertemu sekedar makan siang atau makan malam. Sederhana aja, di Warung pecel lele atau sate padang dekat lingkungan rumah kawan Julian karena rasanya juara. Caca pertama kali diajak langsung bilang suka, jadi dia minta kesana terus.

𝘽𝙚𝙩𝙩𝙚𝙧 𝙏𝙝𝙞𝙣𝙜𝙨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang