Bab [18]

626 62 109
                                    

[18] 𝗔𝗻𝗼𝘁𝗵𝗲𝗿 𝗽𝗿𝗼𝗯𝗹𝗲𝗺

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[18] 𝗔𝗻𝗼𝘁𝗵𝗲𝗿 𝗽𝗿𝗼𝗯𝗹𝗲𝗺

Happy Reading!

***

Tok Tok Tok!!

Caca mengangkat kepalanya yang semula ia tenggelamkan di antara kedua kakinya. Isak tangisnya yang sudah dimulai sejak 15 menit yang lalu pun terpaksa berhenti saat terdengar suara pintu rumahnya diketuk— tepatnya digedor saking kerasnya.

Caca mengusap air mata yang membasahi seluruh wajahnya. Ia rapikan rambutnya yang berantakan dan sedikit basah karena air mata.

Takut-takut Caca melangkah keluar dari kamar untuk membukakan pintu.

Tidak mungkin si penagih hutang, kan? Kalau iya, lengkap sudah hari ini adalah hari terburuknya yang kesekian— saking banyaknya peristiwa buruk dalam hidupnya.

Sehari bisa nggak sih dia hidup tenang? Dia sudah sangat lelah hari ini. Bukan lelah fisik, melainkan psikis. Semuanya terasa... overwhelmed.

Caca menyibak pelan gorden jendela rumahnya. Ia membuka sedikit celah untuk mengintip siapa yang datang. Kecil sekali agar tidak ketahuan. Matanya yang agak perih dan membengkak itu menyipit, memastikan siapa orang yang mengetuk pintu rumahnya dengan brutal.

Caca terkejut. Gorden buru-buru ia tutup. Tubuhnya melangkah mundur. Tapi dia juga lega. Karena untungnya bukan si penagih hutang yang datang, seperti yang tadi dia takutkan. Namun, dia terkejut karena sosok Julian sudah berada di rumahnya dengan kaos yang dilapisi jaket dan celana pendek plus rambut yang agak berantakan.

"Julian?"

"Lo nggak papa?" Julian langsung meletakkan kedua tangannya di pundak Caca. Matanya yang dilapisi kacamata berbingkai besi itu menatap penampilan Caca dari atas sampai bawah, lalu membolak-balik tubuh Caca untuk melihat apakah ada yang lecet atau kegores.

Caca masih dalam setelan mengajarnya. Rambut panjangnya yang diikat ekor kuda sudah berantakan. Ujung-ujung poninya terlihat agak basah. Dan yang membuat Julian mengendarai motornya dengan kecepatan 60 km/jam ke rumah gadis di depannya ini yaitu ketika mendengar isak tangis gadis itu.

Caca terkesiap saat ibu jari Julian mengusap ujung matanya dengan lembut kala cowok itu melihat ada sisa air mata yang ada disana. Caca langsung buru-buru menjauhkan tangan Julian sambil tergagap menjawab. "Gu—gue nggak apa-apa." Caca mengusap kedua matanya. Berlagak baik-baik saja.

Julian mengepalkan tangannya yang dihempas. Lagi-lagi dengan gadis di depannya, Julian selalu bersikap impulsif. Aksi dulu, mikir belakangan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝘽𝙚𝙩𝙩𝙚𝙧 𝙏𝙝𝙞𝙣𝙜𝙨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang