Bab [8]

344 60 7
                                    

[8] 𝙎𝙚𝙝𝙖𝙧𝙪𝙨𝙣𝙮𝙖 𝙙𝙖𝙧𝙞 𝙖𝙬𝙖𝙡 𝙣𝙜𝙜𝙖𝙠 𝙪𝙨𝙖𝙝

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[8] 𝙎𝙚𝙝𝙖𝙧𝙪𝙨𝙣𝙮𝙖 𝙙𝙖𝙧𝙞 𝙖𝙬𝙖𝙡 𝙣𝙜𝙜𝙖𝙠 𝙪𝙨𝙖𝙝

Happy Reading

***

Ternyata, donat selusin bukan hal terakhir yang Julian berikan ke Caca. Dalam kurun waktu dua minggu belakangan, Julian sudah memberikan bermacam-macam pada Karina. Mostly sih makanan. Karena Caca doyan makan dan nyemil.

Ada pizza, ada pasta, ada burger, ada kopi, ada minuman boba, bahkan barang pun ada. Yaitu jas hujan. Katanya saat ini Jakarta sudah mulai diguyur hujan yang tidak terprediksi. Untung saja tidak langsung dibeliin mobil biar nggak kena hujan sekalian.

Aneh, kan?

Semuanya sih tidak dikirim secara langsung, melainkan melalui ojek online seperti biasa. Hal itu yang membuat Caca bingung untuk menolaknya karena jika lewat pesan dan telpon sudah tidak mempan.

Dua minggu terakhir juga Caca sudah meminta Julian meluangkan waktunya untuk makan bersama. Caca ingin mentraktirnya makanan atas semua kebaikan yang sudah cowok itu lakukan. Meskipun tidak tahu alasannya apa. Semakin dipikirkan, semakin Caca tidak tahu.

Karena Caca tidak mau ribet, dia syukuri saja. Toh bukan dia yang minta. Tapi Caca harap sih Julian tidak perlu seperti ini lagi. Ini semua lama-lama membebaninya.

Caca meletakkan tutup bolpoint di sela-sela bibirnya. Matanya bergerak ke kanan-kiri seiring tangannya menuliskan catatan keuangan, alias catatan progres pembayaran hutang di notes ukuran B5 miliknya.

Urusan hutang piutang ini sudah menghantui Caca sejak tiga tahun yang lalu. Tepatnya sejak Ayahnya meninggal dunia akibat serangan jantung, tidak lama setelah usaha konveksi yang dibangunnya selama puluhan tahun tersebut bangkrut. Beliau meninggalkan hutang sebesar 1,5 Miliar akibat berusaha membangkitkan kembali usahanya. Namun, ternyata tidak berhasil.

Seperti peribahasa 'Sudah jatuh, tertimpa tangga', Ibu Caca tidak lama menikah lagi bersama seorang Duda anak dua pengusaha ekspor-impor di Batam. Ibunya mengajak Caca untuk ikut bersama keluarga barunya, tapi Caca tidak mau. Dia memilih menetap bersama semua kenangan manis dan pahit yang ada di Jakarta.

Entah ini salah Ibunya, atau Caca yang memilih tinggal, tetapi semenjak itu Caca dan Ibunya hanya sebatas bertukar pesan. Itu pun sesekali. Ibunya pun tidak ikut andil untuk membayar hutang Ayahnya, beliau menyerahkan semuanya pada Caca. Uang saku atau sekedar uang jajan pun juga tidak diberikan pada Caca.

Jadi, Caca memang hanya punya dirinya sendiri. Mungkin ada beberapa saudara Ayahnya, tetapi di antara semuanya, Caca paling dekat dengan kedua orangtua Ezra. Ibu Ezra adalah adik tiri dari Ayahnya. Meskipun tiri, hubungan mereka cukup baik.

Mau benci pun sulit, bagaimanapun juga itu Ibunya. Kecewa? Banget. Ia tidak menyangka jika ibu yang melahirkan dan merawatnya selama dua puluh satu tahun itu bisa meninggalkannya seorang diri. Di tengah-tengah kekacauan hidupnya. Ibunya memilih untuk menyelamatkan dirinya sendiri.

𝘽𝙚𝙩𝙩𝙚𝙧 𝙏𝙝𝙞𝙣𝙜𝙨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang