Bab [14]

431 83 33
                                    

[14] 𝙖𝙨 𝙨𝙬𝙚𝙚𝙩 𝙖𝙨 𝙗𝙧𝙤𝙬𝙣𝙞𝙚𝙨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[14] 𝙖𝙨 𝙨𝙬𝙚𝙚𝙩 𝙖𝙨 𝙗𝙧𝙤𝙬𝙣𝙞𝙚𝙨

Happy Reading!

***

"Lo emang nggak ada pekerjaan lain ya? Kenapa harus di Bar? Lo nggak takut kalau ada yang tahu lo sebagai guru TK, tapi ketahuan kerja di tempat yang nggak semestinya? Kan masih ada pilihan lain, Ca!"

Caca menggeleng-gelengkan kepalanya. Membuang perkataan Julian yang terus terngiang di kepalanya bak kaset rusak. Benci rasanya ketika Caca merasa bahwa perkataan cowok itu ada benarnya.

Mata Caca terarah memperhatikan murid-murid kecilnya yang sedang sibuk merapikan tas mungil mereka masing-masing karena jam sudah menunjukkan waktu pulang. Sudut bibirnya terangkat melihat tingkah laku atau karakter mereka yang berbeda-beda. Dan itu menggemaskan.

Menjadi guru TK memang tidak semudah yang dibayangkan. Mengatur anak-anak kecil yang sedang aktif-aktifnya sangatlah sulit. Butuh stok kesabaran seluas samudra dan kreativitas karena pintar-pintar untuk mengatur mereka dengan mengambil hatinya. Tapi kenapa Caca masih mau menjadi seorang guru TK? Sederhana. Melihat tingkah lucu dan tawa mereka itu membuat hatinya menghangat.

Anak kecil adalah makhluk yang lugu. Mereka sungguh polos. Memandang dunia yang rumit ini dengan sederhana. Se-simple jika tidak suka akan sesuatu maka mereka akan menangis dan jika bahagia akan tertawa lepas. Dari mereka Caca banyak belajar untuk melihat dunia yang kejam ini dengan cara yang sederhana.

Julian ada benarnya. Mungkin Caca terlalu dibutakan oleh uang. Bagaimana jika suatu saat nanti dia apes, ada yang melihatnya balapan atau bekerja di tempat yang membuat citranya sebagai guru akan ternodai? Ada resiko besar yang menyertai. Berhenti untuk mengajar, misalnya. Membayangkannya saja Caca nggak berani. Apalagi sampai kejadian.

Tapi lagi-lagi Caca bisa apa, sih? Dia nggak bisa apa-apa. Dia tidak punya pilihan.

"Miss? Are'nt we have to pray before going back to home?" suara William, anak kecil dengan rambut dan alis tebal campuran darah Pakistan itu menegur Caca. Mengingatkan gurunya untuk berdoa sebelum pulang ke rumah karena mereka sudah terlalu lama menunggu guru cantiknya itu sadar dari lamunannya.

"Ah... sorry, kids." Caca menegapkan duduknya. Senyum manis dan lebar kembali terpasang. Jika sedang bekerja, semua pikiran negatif harus disingkirkan karena dia tidak mau membuat murid-murid pun merasakan energi yang kurang bagus dari dirinya.

***

Julian tiba lebih dulu di kafe tempat dia dan Caca akan bertemu. Karena jam makan siang, kafe cukup ramai oleh pengunjung karyawan dari gedung perkantoran yang ada di sekitar.

𝘽𝙚𝙩𝙩𝙚𝙧 𝙏𝙝𝙞𝙣𝙜𝙨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang