PS 2

4.3K 640 150
                                    

Yuta meletakkan semangkuk sup rumput laut ke atas meja makan, dia lihat putranya yang terdiam, lebih tepatnya melamun. Sudah beberapa hari ini Jaemin terus seperti itu.

“Kenapa Jaemin? Kau masih tidak enak badan?” Tanya Yuta.

Sepenggal pertanyaan itu membuat hati Jaemin berdenyut nyeri. Bagaimana dia memberitahu Ayahnya tentang kondisinya yang tengah mengandung?

Dia sudah menghancurkan hati sang Ayah, di saat dia menjadi kebanggaan dan harapan Ayahnya.

Alis Yuta bertaut saat melihat Jaemin justru menangis.

“Hei, Baobei, kenapa? Di mana yang sakit? Ayo kita ke rumah sakit, kita periksa.” Ajak Yuta dan Jaemin dengan cepat menggeleng.

“Ayah, aku minta maaf.” Jaemin terisak seraya mengusapi air mata yang sialnya mengalir dengan deras.

“Minta maaf untuk apa?” Tanya Yuta.

Jaemin tak sanggup untuk menjawab, dia menghapus lagi air mata yang enggan berhenti mengaliri pipinya, lalu dia meletakkan testpack ke atas meja makan.

Yuta tersentak bukan main, dia pandang testpack itu beberapa saat. Tanpa mengambil dan memeriksanya, dia tahu apa maksud putranya. Cukup, tidak bahkan sangat mengejutkan baginya, rahangnya jatuh begitu saja.

“Baobei?” Panggil Yuta lembut.

“Aku minta maaf, Ayah.” Jawab Jaemin sesenggukan.

Tangan Yuta mengepal erat, dia tak berani menatap putranya dan Jaemin pun langsung melipat kedua tangannya di meja dan meraung sendiri. Dia tak berani menatap sang Ayah. Sudah dia bayangkan seperti apa hancurnya hati Yuta.

Masih beruntung Yuta tak mengamuk saat itu juga.

Yuta langsung memeluk Jaemin setelah mendengar cerita putranya. Dari pada hancurnya dia mendengar putranya hamil. Ada Jaemin yang lebih hancur saat mendengar bahwa Ayah dari bayi itu adalah sahabatnya sendiri.

Bukan Yuta tak mengenal Jeno, dia mengenal sangat baik karena Jeno sering berkunjung ke rumah mereka.

Dia juga kecewa saat Jeno menolak bertanggung jawab.

Yuta duduk di tepi ranjangnya, dia menoleh ke atas nakas dan melihat potret mendiang suaminya yang tersenyum. Bibirnya mengulum senyum kecut memandangi wajah cantik itu.

“Winnie.” Panggil Yuta lirih. “Maafkan, aku Sayang. Aku tidak bisa menjaga putra kita dengan baik. Aku gagal menjadi Ayah.”

“Aku tak bisa menjaga Jaemin, aku lalai dan seseorang sudah menghancurkan masa depan putra kita. Aku merasa tidak berguna.” Yuta terisak.

Jaemin mengepalkan tangannya erat saat melihat tangisan sang Ayah dari celah pintu. Dia langsung beranjak dari sana dan mengambil ponselnya. Jemarinya dengan lincah mencari kontak Jeno dan menghubunginya.

“Halo.” Sapa Jeno dengan suara seraknya.

Jaemin diam beberapa saat dengan bibir bergetar.

“Jaemin?” Panggil Jeno.

“Sayang, es krimmu meleleh.”

Remuk hati Jaemin saat mendengar suara seorang pria di seberang telepon sana. Dia terus hancur dari hari ke hari, tapi Jeno hidup tanpa perasaan bersalah. Bahkan dia bebas memadu kasih dengan kekasihnya. Benar-benar tidak memikirkan Jaemin sedikit pun.

“Jika kau tidak bicara, aku matikan.”

“Aku mohon.” Jaemin berujar cepat membuat alis Jeno bertaut.

“Apa lagi?”

“Kumohon nikahi aku.” Isak Jaemin.

“Jaemin, aku tak bisa. Aku punya kekasih.” Jeno menolak dengan lembut.

NOMIN STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang