M-02

2.1K 300 44
                                    

“Kenapa harus Guru Na?” tanya Jeno dengan seulas senyum.

Mendengar pertanyaan putranya yang sarat akan permintaan membuat Jeno penasaran, apa yang membuat putranya seperti begitu menyukai Guru Na itu. Bahkan ingin pria itu menjadi Papanya.

“Guru Na sangat baik dan penyayang. Jika Guru Na menjadi Papa Woobin, pasti Woobin akan senang.” Celotehnya polos.

Lagi, Jeno tersenyum mendengar jawaban putranya.

Sebenarnya, sudah lama sekali, Jeno selaku memikirkan tentang menikah lagi. Ingin Woobin memiliki orang tua yang lengkap meski bukan dari seseorang yang melahirkannya. Namun ia ragu, bisakah dia menemukan seseorang yang menyayangi putranya selayaknya putranya sendiri.

Mengingat terakhir kali dia dekat dengan seseorang, pria itu hanya menginginkan kekayaannya tanpa mau menerima Woobin.

Namun kali ini, putranya sendiri yang memilih seseorang yang begitu di sukai putranya untuk menjadi Papa sambungnya.

“Woobin mau Guru Na menjadi Papa Woobin?”

“Bisakah?” Tanya Woobin dengan mata membulat dan ekspresi antusias yang kentara.

Jeno hanya mengusap surai legam putranya tanpa melunturkan senyumnya. Ia tak memberi jawaban, namun Woobin sudah terlanjur menaruh harapan dari pertanyaan sang Daddy.

Bahkan pagi ini dia sangat antusias saat berangkat ke sekolah.

Jeno turun dan membuka pintu untuk putranya ketika mobil mewah itu tiba di depan gerbang sekolah Woobin. Dia antar putranya sampai ke depan kelas. Matanya melongok ke dalam dan melihat Guru Na kesayangan Woobin itu tengah mengatur murid lain untuk meletakkan tas dan bekal mereka ke loker.

Dia tatap lekat pria berwajah cantik itu, menyelami rupa seseorang yang menjadi incaran Papa tiri bagi putranya.

Bibirnya mengulum senyum memandangi Jaemin. Jadi, seperti itulah seseorang yang di inginkan sang Putra untuk menjadi Papa tirinya.

“Daddy melihat Guru Na ya? Guru Na cantik kan?” Goda Woobin membuat Jeno tersentak.

“Hah, tidak.” Jawab Jeno asal, dia langsung berjongkok dan menatap putranya.

“Hari ini, belajar yang rajin. Daddy harap Woobin tidak lagi berkelahi dengan teman-teman.” Jeno menasehati.

“Woobin sudah punya Guru Na, Woobin tidak akan bertengkar lagi. Daddy jangan khawatir.” Celotehnya. “Tapi, Guru Na boleh jadi Papa Woobin kan?” Bisiknya membuat Jeno tertawa kecil.

Tangan besarnya mengacak rambut lebat sang putra lalu memeluk Woobin, kebiasaannya sebelum pamit. Setelahnya dia melambai di sela langkah untuk pergi, hendak menuju kantor.

“Woobin,”

Yang di panggil menoleh dan langsung mengulum senyum menyambut gurunya.

“Kenapa tidak masuk?” Tanya Jaemin.

Woobin langsung melangkahkan kakinya masuk ke kelas saat Jaemin menuntunnya.

Jaemin baru saja memberesi buku-bukunya setelah menyelesaikan sesi kelas pertama dan membiarkan murid-muridnya bermain.

“Guru Na,” Panggil Woobin.

Yang merasa di panggil lantas menoleh dan melihat Woobin berlari seraya membawa selembar kertas. Dia tersenyum menyambut Woobin.

“Ada apa Woobin?” Tanya Jaemin seraya melongok ke arah kertas yang di bawa Woobin.

Bibirnya tersenyum melihat gambar yang di tunjukkan muridnya itu, ada dua orang pria yang menggenggam jemari seorang bocah. Gambaran khas anak seusianya.

NOMIN STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang