PS END

7.2K 631 122
                                    

Jeno menyendok nasinya, menikmati masakan Jaemin dengan lahap, sementara Jaemin dan Jisung makan dengan tenang.

“Masakanmu, selalu yang terbaik. Aku rindu ramen dengan telur setengah matang dan sawi buatanmu.” Ucap Jeno di tengah santapan mereka.

Aksi makan Jaemin terhenti mendengar kalimat itu. Dulu, saat Jeno bermain ke rumahnya, Jaemin sering membuat ramen dengan telur setengah matang dan sawi untuk mereka nikmati.

Ada banyak kenangan manis yang mereka lewati bersama sebagai sahabat, mengingat betapa dekatnya mereka dulu. Tapi sekarang, mereka menjadi sangat asing.

“Jisung, selesaikan makanmu, Papa mau mengganti baju dan melanjutkan pekerjaan Papa. Paman Sungchan akan datang sebentar lagi.” Ucap Jaemin, dia meletakkan peralatan makan ke wastafel.

Aksi makan Jeno terhenti saat Jaemin menyebut nama seseorang. Apakah, pria itu adalah kekasihnya yang Jaemin ceritakan di ruang fitting.

“Sungchan siapa?” Tanya Jeno memandangi Jaemin yang melangkah dari dapur hendak menuju kamarnya.

“Ah, Paman Sung-”

“Kekasihku.” Jawab Jaemin cepat, dia berbalik dan melempar senyum ke arah Jisung, namun si kecil itu justru menatap Jeno bingung.

“Jisung tidak tahu, karena dia masih kecil. Jadi dia mungkin akan sedikit bingung.” Jawab Jaemin dengan senyum kikuk.

Melihat senyum itu saja, Jeno tahu jika Jaemin berbohong. Pria itu langsung berlalu begitu saja, enggan meneruskan topik tentang Sungchan, dia juga sudah gerah, ingin segera mandi dan ganti baju.

Jeno melangkahkan kakinya menuju ruang tamu, melihat Jisung yang bermain di sana. Dia duduk di samping putranya, bibirnya tersenyum dengan mata berbinar memandangi putranya.

“Jisung. Boleh Daddy bicara sebentar?” Tanya Jeno.

Yang di tanya menoleh ke arah sekitar seperti mencari Papanya, dia lantas mendudukkan tubuhnya di atas karpet berhadapan dengan Jeno.

“Daddy minta maaf untuk semua yang terjadi pada Jisung dan Papa.” Jeno mulai buka suara.

“Daddy tidak sayang Jisung kan?” tanya bocah kecil itu.

“Daddy sayang.” Jawab Jeno lembut.

“Tapi, Papa bilang, Daddy tidak mau Jisung lahir.”

“Dulu, Daddy masih sangat muda. Tidak punya pekerjaan, masih sekolah juga. Daddy tidak berani dan belum siap menjadi Ayah. Tapi setelah melihat Jisung, melihat betapa gemasnya putra Daddy, Daddy menyesal...” Tutur Jeno.

“Daddy minta maaf ya?” Bujuk Jeno.

Jisung belum sepenuhnya mengerti akan apa yang Jeno maksudkan. Dia hanya memandangi sang Daddy seolah memikirkan jawaban atas permohonan Jeno.

“Daddy berjanji, akan di sisi Jisung mulai sekarang. Jika Jisung ingin seperti teman-teman Jisung, memiliki Ayah, Daddy sudah di sini untuk Jisung. Ayo kita pergi berlibur, bermain dan bersenang-senang. Daddy akan memberikan apa yang Jisung inginkan, yang tidak pernah Jisung dapatkan. Daddy berjanji.”

“Daddy sayang Jisung?” Tanya bocah itu memastikan.

“Sangat sayang.” Balas Jeno dengan senyum.

“Jisung maafkan, tapi jangan seperti itu lagi ya?” Jisung menyodorkan jari kelingkingnya membuat Jeno tertawa kecil.

Dia benar soal putranya yang menggemaskan. Maka, Jeno pun balas memberikan kelingkingnya dan membuat pinky promise dengan sang putra. Setelahnya, dia menarik Jisung dan memeluknya, lalu mengecup pipi Jisung sayang.

NOMIN STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang