"Hubungan kita, mari akhiri saja" Tutur Jeno lirih, kepalanya tertunduk menyiratkan beribu penyesalan atas ucapannya.
Sejujurnya, Jeno pun terluka harus mengakhiri hubungan mereka. Namun setelah pertimbangan yang teramat berat, dia harus merelakan hubungannya berakhir.
Dan kalimat itu, jelas saja membuat Jaemin tersentak. Hatinya langsung berdenyut nyeri, seperti di hantam ribuan batu besar. Dia tak pernah menduga bahwa Jeno akan mengakhiri hubungan mereka seperti ini.
Di saat dia, masih begitu mencintai pemuda itu.
Padahal, ia menganggap pertengkaran kemarin adalah batu kecil dalam hubungan mereka. Mengingat bahkan mereka belum pernah bertengkar selama menjalin kasih. Tapi siapa sangka bahwa itu menjadi sandungan besar bagi Jeno.
Masih sulit rasanya menerima, dadanya begitu sesak hingga ia tak bisa mengucapkan apa-apa. Hatinya masih seperti menolak apa yang Jeno ucapkan.
"Tapi kenapa?" Tanya Jaemin pada akhirnya.
Dari beribu macam pertanyaan serta pemikiran yang memenuhi kepalanya. Hanya itu yang berakhir ia tanyakan.
"Aku memang kekanakan."
"Tidak!" Jaemin menyanggah dengan cepat. "Maksudku tidak seperti itu. Aku minta maaf untuk ucapanku, aku pikir kemarin..."
"Aku mengerti, tapi memang benar aku kenakan." Potong Jeno. "Aku telah banyak berpikir bahwa aku memang masih begitu muda, aku masih kenakan, pikiranku masih sering berubah, aku masih labil." Tuturnya.
"Setelah semua yang kita jalani kau mengatakan hal seperti ini?" Tanya Jaemin.
"Aku akan mengatakan semua yang ingin aku katakan, dengan ini, aku harap tidak akan ada pertanyaan ke depannya." Jawab Jeno.
"Aku minta maaf untuk mengambil langkah ini, tapi aku telah memikirkan banyak hal. Aku ingin berhenti sebelum hubungan kita terlalu jauh dan semakin rumit. Aku harap Tuan mengerti, ini bukan semata-mata aku menghindari, atau lari dari hubungan ini. Tapi aku tak ingin, ada masalah lain. Aku tahu dalam hubungan pasti akan ada saja masalah itu..."
"Tapi, seberapa keras pun aku berusaha, perbedaan usia kita, akan menjadi faktor dalam menyelesaikan masalah yang kita hadapi ke depannya. Aku harap, Tuan benar-benar mengerti maksudku" Jelasnya.
"Aku mohon cabut beasiswa untuk kuliahku. Semoga, Tuan bahagia selalu. Terima kasih untuk cinta yang Tuan berikan selama ini. Dengan ini, semuanya sudah berakhir, Tuan. Aku permisi."
Jeno membungkuk hormat setelah mengatakan semua yang ingin dia katakan. Setelahnya, dia pergi meninggalkan Jaemin di taman sekolah sendiri dengan perasaan yang hancur dan berkecamuk.
Langkah kaki Jeno melambat setelah dia menjauh dari Jaemin, pemuda itu berbalik menatap bayangan Jaemin di tempatnya. Perlahan, tubuhnya melemas dan dia sandarkan punggungnya pada dinding sekolah, tubuhnya merosot dan dia berjongkok di koridor.
Embusan nafas berat keluar dari bibirnya, dia mengusap wajahnya yang tampak suram. Wajahnya memerah karena dia berusaha meredam hancurnya sendiri, tak ingin meneteskan air mata karena masih di lingkungan sekolah.
Tapi tak ia pungkiri bahwa benar-benar sakit mengakhiri hubungannya dengan Jaemin saat dia masih begitu mencintai Jaemin. Tapi dia tak ingin, semuanya justru berubah semakin rumit. Dia tak ingin, Jaemin justru semakin kesulitan berkencan dengan siswa sekolahan sepertinya.
Sementara Jaemin hanya diam di dalam mobil. Kepalanya bertumpu pada kemudi, matanya sudah memerah hendak menangis. Lantas dia angkat kepalanya dan meraup udara sebanyak-banyaknya. Dia sandarkan kepalanya pada jendela dan menatap keluar. Dia berusaha melakukan apa pun agar tidak menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOMIN STORY
FanfictionNOMIN SHORT STORY COMPLIATION! READ!!! BOOK INI BERISI CERITA PENDEK NOMIN (4-5 CHAPTER AJA)