1. Dia adalah Irene

467 80 32
                                    

AUTHOR POV























"Sopo e, mas?"

"...apa?"

Erisha meletakkan hp nya di meja dan menatap kesal kakak nya, "Aku ki takon lho, mas Fergiii!! Aku tuh tau yo, mas!!"

"...Tau...apa?" Fergi semakin bingung.

"Jannn njaluk tak tutuk tenan ndas mu, mas."

Erisha memakai sendal nya kemudian mengambil hp lalu berjalan sambil menghentak-hentakan kakinya, "Buuu ini lhoo bu mas Fergi deket sama cewe buu!!!"

"Lah nanti kalo deket nya sama cowo malah bingung kamu, dek."

Erisha makin bete mendengar ucapan lempeng dari ibu, "Ya ibuuu maksud ku tuh mas Fergi deket sama cewe kok diem-diem gitu lhoo ngga ngenalin ngga apa!!"

"Opo iyo, Gi? Lagi deket sama siapa?" tanya ibu dengan senyum nya sama si anak sulung nya itu.

"Engga, bu. Sha, jangan ngomong yang aneh-aneh gitu."

"Halaah aneh piye to, wong mas Fergi tuh dari tadi senyum-senyum terus kui ki tanda nek koe lagi seneng ro uwong!!"

"Hesh, udah sini duduk tak pangku dek." Ibu nepuk-nepuk paha nya dan dengan senang hati Erisha duduk di pangku sama ibu, ya gitulah namanya juga bungsu udah kewajiban harus dimanja.

"Semalem itu Fergi mau pulang ke rumah habis kajian, bu. Tapi ada kejadian buruk yang hampir menimpa seorang perempuan di gang samping masjid. Ya ibu ngerti, kan?"

"Walah, terus gimana Gi? Udah ngga papa dia nya?" tanya ibu khawatir.

Fergi mengangguk pelan, "Iya, semalem Fergi pesenin taksi online buat dia sama jaga-jaga minta nomer dia biar Fergi tau dia udah sampe rumah dengan selamat sentosa."

"Ohhh....kui ki, Fergi nak ganteng..."

"Kui ki jenenge, modus. Wes hebat juga kamu ya Gi, ayu mesti wong e."

Fergi mendadak gelagapan denger ucapan ibunya, dia buru-buru memalingkan wajah nya yang terasa memanas apalagi Erisha sudah tertawa terbahak-bahak.

"Nahkan, bu!! Tuh ndeloken mas Fergi udah ada kemajuan bisa deketin cewe lho saiki!!!"

"B-bukan gitu, bu. Fergi niat nya bantuin dia aja kok bu, bukan yang lain-lain."

"Ahh yang lain juga ngga papa to, Gi. Kapan-kapan ajakin kesini, ya."

"Wes ah, arep kuliah sek!!"

Fergi hanya bisa mengangguk lemas dan kalah telak dari debat melawan dua perempuan yang sangat dia sayangi dalam hidup nya itu.

.























.

~di Tugu Yogyakarta~



"Makasih, makasih ya."

Irene tersenyum pada segelintir orang-orang yang menyisihkan uang mereka, tak sedikit. Bukan uang recehan melainkan beberapa lembar uang yang didominasi warna biru. Entah apa yang membuat orang-orang ini memberi uang sebanyak itu, apa memang karena menyukai alunan biola dia atau paras cantik nya.

Ngga sedikit orang yang mengajak nya mengobrol saat dia beristirahat, bertanya dengan ekspresi heran di wajah mereka kenapa dia sampai harus 'mengamen' di jalanan raya kota Yogyakarta. Karena mereka yakin, orang dengan penampilan sepertinya sangat kecil kemungkinan hidup nya pas-pasan hingga harus mencari uang di jalan.

Dear, Fergi ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang