Bab 10

792 53 9
                                    

Halo, 12 12... sudah belanja apa hari ini? hehehe



Mulanya Reza tidak mempercayai matanya sendiri. Hampir saja ia menghampiri sosok berambut merah yang barusan keluar dari ruangan praktik ibunya kalau saja tidak ada orang lain yang menghampiri perempuan itu. Apa perempuan yang mengaku telah hamil itu pasien Mama?

Pria itu menahan diri dengan duduk di bangku tunggu pasien. Kepalanya menunduk, tapi berupaya menangkap suara lamat-lamat pembicaraan dua perempuan yang sedang ia amati. Jaringan? Apa sebenarnya bisnis perempuan ini?

Baru memperhatikan interaksi asing beberapa meter dari tempatnya duduk, panggilan masuk dari mamanya membuat ponselnya berdering. Reza berdiri menatap ke tembok sembari menggulirkan jemari, menerima panggilan itu.

"Iya, Ma? Reza di luar—" Reza menoleh ketika si perempuan berambut merah berjalan melewatinya. Lekas-lekas ia membuntuti perempuan itu, kemudian mencoba menyentuh siku tangannya.

"Hei, sebentar." Reza menarik perempuan itu, lalu ketika melihat tanda tangga darurat, dibimbingnya perempuan itu ke sana.

"Apa-apaan, sih?!" sentak perempuan itu.

"Lo pasien nyokap gue?" Reza menjeda ucapannya.

Tampak raut terkejut tergambar jelas di wajah perempuan itu. Pasti tebakan Reza benar. "Nyokap lo?"

"Dokter Diasti," jawab Reza.

Pandangan Reza langsung terarah ke perut Thea. Perasaannya tidak nyaman, ada desiran asing yang tiba-tiba terasa begitu mengganggu. "Lo ... gimana kondisi lo?"

"Bukan urusan lo."

"Gue perlu tahu." Reza menutup pintu tangga darurat yang semula tidak rapat guna membuat perempuan ini tetap berada di tempatnya. Pria itu kembali mengarahkan ke perempuan di hadapannya. "Make it clear. Apa gue salah kalau gue menanyakan kebenaran dari pernyataan lo waktu itu? Iya, benar kita pernah ngelakuin itu dan gue enggak bermaksud menyinggung lo atau apa pun pikiran buruk lo soal gue. Gue cuma mau penjelasan dan bukti kalau memang itu anak gue. Biar kita sama-sama tahu mesti gimana ke depannya."

Belum juga perempuan itu menanggapi ucapan Reza, pintu tiba-tiba terbuka. Membuat mereka mengalihkan perhatian ke sana. Mata Reza terbelalak ketika melihat mamanya berdiri di ambang pintu, memegang ponsel yang menyala. Seketika Reza mengangkat ponsel dalam genggamannya pula. Panggilannya masih tersambung hingga detik ini. Bibirnya terkatup rapat. Sialan dua kali!

"Ma." Reza memutus sambungan telepon, mengantongi ponselnya, lalu berjalan pelan ke sosok yang matanya memerah menahan tangis di ambang pintu. "Ma, Reza bisa jelasin."

Diasti menatap ke perempuan itu. "Bu Thea, apa dia yang menghamili Anda?"

Thea? Jadi itu namanya? Reza menunduk. Sungguh, ini tidak ada di skenario pikirannya sama sekali. Dituduh menghamili seorang perempuan yang adalah pasien mamanya sendiri.

"Dok?" Thea menatap Reza dan mamanya berganti-gantian.

Reza mengangkat pandangan ke mamanya. Perempuan itu tampak pucat pasi tanpa mengalihkan pandangan dari Thea. Hingga kemudian, hati Reza rasanya seperti ditikam kala melihat bulir-bulir bening mengalir dari kelopak mata perempuan yang melahirkannya.

Tanpa mengucapkan apa-apa, Diasti berbalik badan lalu berjalan meninggalkan pintu darurat. Sontak, Reza mulai melangkah menyusul mamanya. Namun, ia berhenti di ambang pintu dan berbalik menatap Thea.

"Thea? Kita belum selesai."

Langkah Reza lekas-lekas membuntuti mamanya. "Ma, aku jelasin, Ma."

Seolah tidak mendengarkan ucapan Reza, Diasti malah berdiri di depan seorang perawat. "Theodora tadi pasien saya terakhir, kan?"

Tentang Cinta Tanpa SemulaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang