"The, jangan buka grup SBI kita dulu," ucap Nilam, sambil meletakkan cangkir berisi teh hangatnya ke atas meja.
Thea menoleh sebentar ke sahabatnya itu. "Kenapa?"
"Kita ngobrolnya habis lo beres cuci piring."
Baru saja Nilam menyelesaikan kalimatnya, suara ketukan pintu terdengar oleh mereka. Thea memanjangkan lehernya, meski hal itu sia-sia, sebab tetap saja ia tidak bisa melihat siapa sosok yang berada di depan rumah sana.
"Lam, bisa minta tolong bukain pintu?"
Nilam mengangguk, kemudian beranjak dari sofa menuju ke pintu ruang tamu. Tak lama kemudian, terdengar suara Nilam mendekat kepada Thea.
"The, ada yang mau ketemu."
Thea mengelap tangan basahnya ke kain lembut yang tergantung di atas sink, lalu mengerutkan dahi. "Siapa?"
"Di ruang tamu."
Tanpa banyak tanya lagi, Thea bergegas menuju ke ruang depan rumahnya. Reza duduk di sofa. Tubuhnya condong ke depan, dengan kedua siku tangan menumpu ke lutut.
"Za?" Thea mendekat. Dan ketika Reza menoleh, Thea sungguh terkejut sebab pipinya kebiruan dan ada secarik kemerahan di sudut bibir pria itu. "Lo? Habis berantem?"
Reza tampak terkejut. Ia memegang sudut bibirnya dengan ibu jari. "Enggak penting. Gue-"
"Bentar, bentar." Thea menyela ucapan Reza. Perempuan itu kemudian kembali ke belakang dan mengambil kotak P3K miliknya, handuk kecil dan es batu.
"Kenapa, The?" tanya Nilam.
Thea mendekat ke Nilam, lalu menjelaskan apa yang ia lihat dengan suara lirih. "Kayaknya Reza habis berantem. Pipinya memar, bibirnya berdarah."
Tidak ada waktu untuk menanggapi Nilam. Thea menepuk bahu sahabatnya, kemudian bergegas kembali ke ruang tamu. Kendati pun apa yang terjadi pada mereka, Thea tetap tidak bisa melihat seseorang terluka begitu. Barangkali ia sudah terimbas pada kebaikan Tante Rini yang selalu menolong orang tanpa pandang bulu. Pada akhirnya, ia pun rela hati mengobati seseorang yang nyatanya telah ikut andil dalam keruwetan hidupnya akhir-akhir ini.
"Tahan sebentar," perintah Thea, setelah membungkus es batu dengan handuk dan menempelkannya pelan ke pipi Reza. "Pegang dulu, gue kasih obat bibir lo."
Perempuan itu menempelkan cotton bud yang sudah diolesi obat ke sudut bibir Reza. Barangkali terasa perih, Reza sedikit menghindar.
"Sebentar," ucap Thea, sambil memegang wajah Reza. "Sakit dikit, habis ini beres."
Reza melepas kompres di pipinya, lalu menatap ke Thea. "Gimana, The?"
"Maksudnya? Harusnya gue yang tanya, lo kenapa dateng-dateng muka bonyok begini?"
"Enggak penting soal gue, Gue ke sini karena gue baru tahu berita soal kita di akun gosip itu." Reza menatap Thea lurus-lurus. "Gimana?"
Perempuan itu menghela napas, lalu memalingkan pandangan dari Reza. "Gue tahu ... barusan."
"Terus?"
"Ya, menurut lo gue harus ngapain? Mengelak? Menyangkal? Atau ngilang sekalian?"
"The, gue ke sini bukan mau berantem sama lo," ucap Reza. "Barusan gue di-cut sama A Club, semua proyek gue pending sampai batas waktu yang enggak gue tahu. Karier gue anjlok gara-gara masalah ini."
Mulut Thea terbuka. "Lo nyalahin gue? Anak ini ada di perut gue karena siapa? Kok cuma lo yang seakan-akan paling kesusahan di sini?! Lo lupa kalau gue pernah nawarin opsi untuk enggak pernah ganggu hidup gue dan biarin gue sendiri sama anak gue, tapi lo sama keluarga lo enggak mau, kan?! Sekarang setelah tahu kalau kayak gini efeknya, lo nyalahin gue?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Cinta Tanpa Semula
RomansaGaris dua itu mencelakkan Thea. Ia hamil. Dengan gemetar, ia mencoba mengingat kapan terakhir kali ia melakukan hubungan itu. Ingatannya tertuju kepada kejadian dua bulan yang lalu. Christian Syahreza! Pertemuan dengan perempuan berambut merah di A...