Bab 19

647 45 2
                                    

"Za."

Reza menoleh ketika bahunya ditepuk seseorang. "Eh, Bang."

"Sorry, ya," ucap Oza, seraya menghela napas. "Gue juga enggak ada ekspektasi bakal separah ini efeknya."

Pria bertopi itu berdiri di samping Reza yang sedang bersandar di kap mobilnya bersama Wisnu, di parkiran A Club.

"Sebelum di-cut, gue memang mau bilang ke Bos kalau enggak akan perpanjang kontrak di sini." Reza tersenyum tipis. "Cuma dia lebih dulu berhentiin gue sebelum kontrak habis."

"Terus soal rencana produksi musik bareng lo dan tur tahun depan ...." Oza menahan bicaranya. Pria itu tampak memandang ke depan dengan sorot mata yang asing. "Terpaksa gue harus pending."

Untuk kali ini, Reza sontak menatap lurus-lurus pria di sebelahnya. "Pending? Kenapa, Bang? Bukannya materi dari gue sudah beres?"

"Bukan masalah materi lagi, Za." Oza mencopot topi, lalu mengusap rambut cepaknya. "Juan minta gue pending kerja sama bareng lo."

"Juan? Apa hubungannya sama Mas Juan?"

Oza menatap lurus-lurus Reza lalu—lagi-lagi—menghela napas. "Jujur, duit buat produksi ini habis gara-gara anak gue masuk rumah sakit bolak-balik. Gue enggak punya pilihan selain cari pinjaman. Lo tahu sendiri produksi dan rencana tur butuh modal, Za. Dan pinjaman gue dari Juan."

Reza meraup mukanya. "Jangan bilang yang bikin Bos nge-cut gue juga Juan?"

"Jujur gue enggak tahu, tapi sebelum dapat residen DJ baru, dia bakal isi jadwal perform lo."

Tawa meluncur di bibir Reza. Pria itu menggeleng. "Sialan."

"Terus, apa rencana lo, Za?" Kali ini Wisnu yang bertanya.

Rahang Reza mengencang. Ia melirik ke arah pintu masuk. "Gue mau beresin ini dulu."

"Maksud lo?" tanya Wisnu.

Ini masih sore, jadi tentu Juan belum berangkat ke A Club kalau apa yang dibilang teman-temannya benar. Reza beranjak, lalu membuka pintu mobilnya. "Ketemu sama orang yang mesti tanggung jawab."

Oza dan Wisnu minggir dari depan mobil Reza. Tatapan keduanya tampak seperti tatapan mengasihani. Sungguh, Reza benci sekali.

Tangan Reza mengepal. Ia tahu dalang di balik perkara kariernya. Siapa lagi kalau bukan Juan?

Lekas-lekas Reza mengemudi ke tempat di mana ia bisa menemukan pria itu. Segala kenangan tentang mereka membaur di ingatan tepat ketika mobil Reza membaur dengan kepadatan jalanan. Tentang bagaimana mereka pernah begitu dekat dulu, bagaimana Reza belajar tentang dunia musik, bagaimana Juan berperan dalam membesarkan nama Christian Syahreza, dan juga bagaimana ia akhirnya mendapatkan lampu hijau untuk memacari sosok yang disayanginya, Lily.

Tentu apa yang terjadi padanya sesimpel perkara hubungannya dengan Lily yang terpaksa berakhir tidak dengan baik-baik saja. Ia ingat pernah menahan perih di sudut bibirnya karena bogem mentah dari Juan saat ia pernah ketahuan tidur dengan perempuan lain ketika masih menjalin hubungan dengan Lily semasa mereka masih kuliah dulu.

Namun, kali ini? Apa harus separah ini Juan ikut campur sampai merecoki pekerjaannya setelah sekian lama mereka tidak pernah terhubung dalam hal apa-apa?

Reza menatap rumah berpagar besi hitam di bilangan Tangerang Selatan. Tampak di dalamnya mobil sedan tua hitam mengilat berpelat AB terparkir. Tak mau buang waktu lama, Reza keluar dari mobil dan mengarah ke sana. Pria itu berdecak ketika melihat pagarnya tidak dikunci.

Entah beruntung atau memang pria yang tinggal di rumah itu masih begitu ceroboh seperti dulu-dulu?

Reza mengetuk pintu. Kira-kira setelah ketukan ketiga, pintu pun terbuka. Namun, belum sempat Reza mengucapkan salam pertemuan, Juan lebih dulu meninju mukanya.

"Anjing!" umpat Reza, sembari mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah.

"Asu!" Seperti enggan memberi kesempatan Reza untuk membela diri, Juan mendorong tubuh Reza ke belakang. "Bajingan! Golek masalah kowe mbek Lily!"

"Masalahku sama Lily, terus hakmu apa mesti ikut campur, hah?!" pekik Reza.

"Sejak dulu aku sudah kasih peringatan, jangan macam-macam sama adikku!"

Reza bangkit dari lantai, lalu terkekeh. "Adik?"

Pria itu menatap Juan dengan sorot mata meremehkan. "Kakak mana yang enggak pernah rela adiknya pacaran sama laki-laki lain? Kalau memang suka sama Lily dari dulu, bilang! Jangan berlindung di balik hubungan kakak adik yang enggak logis."

"Enggak logis, matamu?!" Juan hampir kembali menjatuhkan jotosan, tapi Reza sudah lebih dulu menangkal dan mendorong Juan ke dalam rumah.

"Enggak gini caranya, Mas!" teriak Reza. "Hancurin karier orang cuma gara-gara salah paham!"

"Salah paham?" Juan mendengkus. "Salah paham, kok, hamilin orang."

Juan mengambil ponselnya, kemudian menggulirkan jemari di sana. Reza yang berdiri mengetatkan rahang hanya diam kemudian memandang ke arah luar rumah. Ia enggan menjelaskan tentang apa yang sebenarnya terjadi kepada sosok yang mestinya tidak ada hubungannya dengan ia dan Lily.

"Yang hancurin kariermu adalah kamu sendiri," ucap Juan, seraya menunjukkan layar menyala ponselnya kepada Reza.

***

"Ini lo sama Reza di mana, The?" tanya Nilam, sembari mendorong ponselnya kepada Thea. "Menurut gue, lo jangan buka komen."

Thea termangu saat melihat potret dirinya berdiri di sebuah parkiran kafe. Perempuan itu menggeser foto. Tampak sebuah tangkapan layar story Instagram Lily berlatar belakang hitam dan sebuah kalimat. "Sepintar-pintarnya menutup bangkai, baunya tercium juga".

Thea menggeser lagi foto hingga terakhir. Tampak di sana ia dengan perutnya yang tampak besar. Perempuan itu kemudian mengembalikan ponsel Nilam.

"Waktu itu gue enggak tahu kalau Reza punya pacar. Gue bahkan tahu dari lo dan setelah gue tahu kalau gue hamil." Thea menggeleng. "Jujur gue bingung sekarang."

Nilam menutup laptop Thea, lalu menyingkirkan benda itu ke samping meja. "Lo enggak boleh banyak mikir. Yang penting kandungan dan lo sehat. Menurut gue, kurangi nengok media sosial, fokus sama kesehatan lo dan bayi lo."

"Enggak bisa, Lam. Kerjaan kita dari media sosial. Gimana bisa dapat member baru? Gimana tambah penjualan kalau enggak promosi lewat media sosial?"

Nilam menggigit bibirnya, beberapa saat setelah bunyi pemberitahuan terdengar di ponsel Thea.

"Siapa?" tanya Nilam.

"Instagram." Dahi Thea mengerut. Tidak pernah ia sebegitu takutnya membuka media sosial selama ini. Dadanya berdebar kencang ketika denting bunyi pemberitahuan tidak berhenti sejak tadi.

Thea mengetuk layar ponselnya. Beragam kalimat tanya dan umpatan terpampang di sana. Di unggahan akun gosip yang tadi ditunjukkan Nilam kepadanya.

arinijayanti0304: The @theodorabasagita_ ini lo bukan?

pinkantidakmambo: Oh, jadi pelakornya orang SBI?

arinijayantu0304: @pinkantidakmambo bukan, tapi leadernya SBI. Padahal positif vibes banget orangnya, nggak nyangka gue

pentolseribuan: Lily diselingkuhin sama model beginian?Fix Reza buta!

faridainsaf: gue pernah masuk jaringannya Mbak Thea, dia suka belaga perempuan kuat. Women support women, eh, pelakor juga.

Veronikalinda: Nggak nyangka, sekelas Lily saja diselingkuhi. Apalagi remahan rengginang kayak gue. Btw, selingkuhannya sudah hamil? Kok perutnya gede.

Thea menggigit kuku ibu jarinya. Pandangannya berkabut. Perasaannya campur aduk. Marah, sedih, bingung, kecewa, entah mana yang lebih besar ia rasakan. Yang pasti, ia tidak bisa lagi menahan diri.

"Gue mau balik," ucap Thea, sembari mengemasi barang-barangnya.

"The, gue ikut ke rumah lo, ya?"

Thea mendongak, menatap Nilam yang menyorotkan kekhawatiran.

"Gue enggak bakal ninggalin lo sendirian dengan kondisi kayak gini, The. Gue takut lo kenapa-napa."

Tentang Cinta Tanpa SemulaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang