Bab 8

711 50 2
                                    

Thea bersila di atas sofa dengan laptop tergeletak di depannya menampilkan beragam foto produk yang telah diedit dengan penambahan keterangan harga dan imbuhan animasi yang menarik. Sesekali Thea mengelus perutnya sesaat sebelum kembali mengecek kekurangan pada gambar di depan. Sesekali Thea berganti posisi dengan bersandar ke sandaran sofa, sebab pinggangnya terasa pegal juga menunduk dan mengerjakan bahan jualan.

Perempuan itu mendongak menatap ke Nilam yang tengah melakukan panggilan telepon dengan seseorang. Terdengar olehnya perempuan itu sedang menerangkan bisnis yang sedang mereka jalankan.

"Oh, lagi prospek orang," gumam Thea, seraya kembali menggerakkan tetikus.

"Mumpung bulan ini lagi promo member baru, loh, Mbak. Iya, nanti pasti dibimbing, kok, Mbak tenang saja." Nilam berjalan ke arah Thea. "Oke. Terima kasih banyak, ya, sudah mau aku telepon. Wa'alaikumsalam."

Nilam menghela napas panjang begitu duduk di belakang Thea. "Semoga dia tertarik join SBI."

"Amin," tanggap Thea. "Lo narget naik level tahun depan, kan? Semangatnya enggak boleh kendor."

"Siap, Bu Leader. Ngomong-ngomong ...." Nilam meraih lengan Thea, hingga perempuan itu mengubah posisi duduknya menghadap ke meja.

"Kenapa?" tanya Thea.

"Lo masih berupaya ngilangin anak itu?" tanya Nilam, hati-hati.

Mendengar pertanyaan Nilam, Thea memindah laptop dan tetikus beserta alasnya ke meja depan teve. Ia duduk, menyandarkan tubuhnya serelaks mungkin.

"Enggak," jawabnya, seraya mengelus perut.

"Syukurlah. Lega, gue." Nilam ikut mengelus perut Thea, lalu tersenyum. "Gue yakin lo bakal jadi ibu hebat, The."

Thea menatap perutnya yang belum begitu kentara. "Walaupun gue enggak tahu bakal gimana, tapi gue enggak mau menyesal dua kali, Lam."

"Bener. Jangan sampai menyesal dan bikin kesalahan dua kali." Nilam diam sejenak. Perempuan itu mengangkat kaki, bersila di hadapan Thea dan menatapnya lurus-lurus. "Dan ... lo tetap enggak akan kasih tahu DJ Reza soal bayi ini?"

Sejak kegundahannya beralih dari penolakan menjadi penerimaan. Keinginan melenyapkan menjadi keinginan mempertahankan, yang Thea pikirkan hanya hidup macam apa yang mesti ia siapkan buat anaknya. Bagaimana ia mesti bekerja keras untuk menjamin anaknya tidak pernah mencecap kekurangan sedikit pun. Thea merancang hidupnya dan anaknya. Namun, sama sekali tidak memikirkan soal laki-laki itu.

"Gue tahu dengan kondisi lo sekarang lo bakal bisa menjamin hidup anak lo, tapi seorang anak bukan cuma butuh duit, The. Dia butuh tahu bapaknya." Nilam mengambil ponsel miliknya, lalu entah mencari apa di sana. Sesaat kemudian, ia menunjukkan sebuah video kepada Thea.

Video itu berupa gabungan foto-foto Reza dengan seorang perempuan cantik yang disebut-sebut model dan selebgram yang tengah naik daun. Foto-foto yang begitu mesra tertangkap dari sisi belakang mereka. Di foto lainnya, tampak Reza dan perempuan yang bernama Lily itu tengah berangkulan di sebuah tempat seperti kelab malam.

Thea menghela napas, lalu mengembalikan ponsel itu ke pemiliknya. "Kalau begitu memang harusnya gue enggak perlu bilang soal anak ini ke dia."

"Loh, justru harus kasih tahu sekarang, mumpung berita mereka lagi naik."

Sungguh, Thea tidak mengerti jalan pikiran Nilam. Apa hubungannya kehamilannya dengan berita hubungan Reza dan Lily?

"Lo harus temui Reza dan bilang kalau lo hamil anaknya. Kalau dia enggak mau mengakui, lo bisa pakai momentum ini buat viralin kelakuannya." Nilam bersedekap, matanya menyipit. "Mau enaknya, enggak mau anaknya. Kok kurang ajar banget jadi laki."

Tentang Cinta Tanpa SemulaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang