Lagi hari spesial, jadi aku naikin dua bab lagi, ya. Semoga suka. Selamat membaca, teman-teman
***
"Lo balikan sama Lily?" tanya Ian, usai menenggak bir.
"Kata siapa lagi?" Reza yang duduk di karpet menekuk lututnya, membuang abu rokok ke asbak.
"Gue, sih, enggak mau ikut campur urusan percintaan lo. Cuma, kalau lo enggak mau keulang kejadian kemarin, mending lo hati-hati sama Lily." Ian menepukkan ponselnya ke bahu Reza, yang duduk bersandar di sofanya. "Berita lo naik lagi di akun gosip. Katanya lo sama Lily diduga balikan."
Reza mengerutkan dahi ketika melihat narasi di akun gosip itu.
Memang enggak ada yang bisa menolak pesona mantan. Btw, turut berduka cita atas meninggalnya si kecil, ya, Bang Reza.
"Lily itu terkenal baik banget, memang. Tapi fans-nya itu ngeri, Bro. Kalau gue, secakep-cakepnya dia, mending gue jauhin, dah. Salah-salah, karier jadi taruhan kayak lo."
"Bentar, Yan. Kok dia bisa tahu kalau anak gue meninggal?" tanya Reza, seraya mengembalikan ponselnya kepada Ian.
Ian mengangkat bahu. "Namanya juga akun gosip, Za. Sumbernya bisa dari orang yang enggak lo kira."
Sumber yang tidak ia kira?
Reza menatap Ian lekat-lekat, mencoba mengingat siapa saja yang mengetahui tentang kondisi Thea dan anak mereka selain keluarganya dan Thea.
"Masalahnya enggak ada yang tahu selain keluarga gue, lo, Wisnu, sama keluarga Thea," ucap Reza.
"Bukan enggak mungkin informasi ini keluar dari keluarga lo atau keluarga cewek itu. Gue? Dapet untung apa gue jadi informan akun gosip begitu?" Ian memberengut, meraih kaleng birnya lagi, lalu menenggak isinya.
"Gue cuma penasaran, kalau informasi ini bocor dari keluarga gue atau Thea, kenapa baru sekarang? Kenapa enggak beberapa bulan yang lalu waktu Thea sekarat dan gue jauh-jauh nungguin dia di Salatiga itu berita ada?"
"Terus menurut lo siapa?" tanya Ian.
Pandangan Reza menerawang ke luar, lalu menggeleng. "Kalau gue tahu, gue bakal bikin perhitungan sama orang itu."
"Buat apa? Jangan bikin gaduh lagi, Za. Mending sekarang lo fokus balikin nama baik lo."
"Kalau itu orang enggak bikin berita soal gue dan mojokin Thea waktu itu, mungkin anak gue enggak meninggal." Reza menatap tajam Ian. "Dari yang gue denger dari nyokap, eklampsia yang dialami Thea bisa jadi karena faktor stres. Dan lo tahu apa risiko terburuk? Dua-duanya mati, Yan. Kalau soal anak, sekarang gue sudah bisa terima, kalau Thea juga sampai enggak ada ... gue enggak tahu, gue bakal kayak gimana."
***
Salah satu keuntungan menjadi DJ yang tidak terikat dengan satu tempat adalah Reza bisa mengatur waktu liburnya sendiri. Setelah susah payah melobi sana-sini, dibantu Ian dan Oza, akhirnya sesekali Reza bisa mulai mendapatkan pertunjukannya. Ya, tentu pendapatannya tidak akan sama seperti sebelum skandalnya dengan Thea tersebar dan membuat Juan menyabotase pekerjaannya, tapi setidaknya ia tetap bisa hidup meskipun mesti merangkak.
Sebenarnya orangtuanya tentu akan dengan senang hati mengucurkan uang kalau-kalau Reza mau mengecilkan gengsi. Namun, ini bukan gengsi, tapi ini adalah harga diri.
Ucapan Inge terngiang-ngiang di benaknya saat peristiwa dulu, waktu ia mengakukan perbuatannya. Bukan. Ketahuan menghamili seseorang. Sebagai seorang anak yang barusan berbuat salah, tentu ia mesti tahu diri. Apalagi apa yang diucapkan Inge tentangnya mendekati kebenaran semua. Sejak dulu, orangtuanyalah yang kerap membereskan pecahan-pecahan ulahnya. Memunguti satu per satu kaca yang terkadang membuat luka pada jari mereka. Dan kali ini, ia tidak akan begitu lagi. Setidaknya ia telah berusaha menjadi dewasa, sedewasa usianya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Cinta Tanpa Semula
RomanceGaris dua itu mencelakkan Thea. Ia hamil. Dengan gemetar, ia mencoba mengingat kapan terakhir kali ia melakukan hubungan itu. Ingatannya tertuju kepada kejadian dua bulan yang lalu. Christian Syahreza! Pertemuan dengan perempuan berambut merah di A...