05

127 85 88
                                    

Di sebuah markas yang terletak dekat pelabuhan wilayah Barat, tepatnya lorong bawah tanah rel kereta api. Satu-satunya wilayah yang Hearly dapatkan di Indonesia, meski terbilang tak seberapa luas dibanding milik Marcia dan Xander. Bagi Hearly, wilayah Barat sudah sangat pas untuk menjalani bisnis ilegalnya, yaitu sangat jauh dan tersembunyi dari pemerintahan.

Terlihat di dalam sana, Hearly sedang duduk manis menikmati sang anak buahnya yang menyiksa penyusup. Cambukan, pukulan tanpa henti dengan posisi di gantung, membuat tangisan dan teriakan pilu dapat dengan jelas terdengar dari orang tersebut.

Tentu tak lupa dengan ke lima orang ini, Lauva, Jay, Kenzo, lalu kaki tangannya Febi dan kaki kirinya Leon. Duduk santai di bawah Hearly dengan kesibukannya masing-masing.

Namun, itu terganti akan pertanyaan dari Febi hingga membuat atensi mereka berempat teralihkan, kecuali Hearly yang masih menyaksikan penyiksaan itu.

"Lady, apa anda serius mau melibatkan Xander?" tanya Febi masih ragu.

Kenzo di sebelahnya mengangguk setuju. Mengelus dagunya sambil melihat ke arah lain seakan mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Dia pasti akan jadi musuh besar bagi, Rosalina," sahut Kenza

Jay yang menyimak, kini angkat suara dengan tangan yang tetap setia mengelus kucing kesayangannya.

"Apa rencanamu, Arly? Bukankah saat kamu menjerumuskan Xander, mereka akan kalah telak? Yang mereka lawan it Black Rose, mafia terkejam no.1 di atasmu. Bahkan kamu sendiri tidak mampu melawannya, dan kamu mengharapkan mereka bisa melakukan hal itu?" tanya Jay, melirik Hearly.

Sang pemilik nama hanya menampilkan smirknya di sela-sela meminum jus yang di berikan. Alih-alih membalas pertanyaan dari mereka, ia malah berdiri dari duduknya dan mendekati orang tersebut.

Mereka yang menyiksa orang itu, langsung berhenti dan memundurkan langkahnya saat Lady mereka mendekati.

Saat sudah berada tepat di depannya, Hearly langsung mencengkram kuat dagu orang itu tuk mengarah padanya. Ia melayangkan tatapan tajam menusuk, bahkan cengkramannya semakin kuat hingga membuat orang itu merintih kesakitan kal kuku Hearly menancap sempurna di pipinya.

"Mau aku bacakan suatu cerita?" tanya Hearly yang entah di tujukan pada siapa.

Mereka semua diam, menanti kelanjutan Hearly. Lalu Hearly sendiri pergi mengambil sesuatu, yang sangat dia sukai.

"Ada seekor tikus yang terlalu lama berada di sangkarnya," ujar Hearly mulai bercerita.

Saat sudah menemukan barang yang di cari, ia pun menuju orang yang di siksanya terkurai lemah. "Saat keluar hal pertama yang di lihat adalah ketakutan karena dunia luar,"

Mengambil sebuah pisau kecil, nan tajam dan di arahkanlah ke perut orang tersebut. Mengukir abstrak, tanpa merasa adanya simpati.

"Tapi ketakutan itu, pasti akan kalah dengan keingintahuan akan apa yang ada di sana," lanjutnya, yang kali ini menusuk perut orang itu berkali-kali.

Bahkan darah orang tersebut mengenai wajahnya, dengan sigap Lauva langsung mengelap wajahnya lembut. Secara cepat, orang yang di siksa langsung menendang Hearly. Namun tendangan tersebut harus terhenti, kala tangan Lauva dengan sigap mencekalnya.

"Sayangnya ... tikus itu terlalu penasaran, sampai tidak sadar bahwa bahaya menantinya,"

Hearly pun mengeluarkan organ dalam perut orang itu tanpa jijik. Tatapannya menggelap, tak memperdulikan semua teriakan dan makian dari korban.

"Tikus kecil bisa keluar dari jeratan sangkar, tapi sepandai-pandainya tikus itu, pasti aka mati saat sudah jadi santapan kucing." Kata Hearly mengakhiri kegiatannya.

The Fire RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang