Memories 5

91 59 67
                                    

Mendengar penjelasan dari sang kakak, membuat Hearly merasa bersalah. "Jadi, itu semua karena aku?"

Geo menggeleng. "Itu bukan kesalahanmu, Arly,"

Hearly menggeleng keras. Air matanya mulai keluar tanpa izin.

"Tidak! Itu salahku! Seharusnya aku tid-" racaunya, terpotong kala telunjuk Geo menghentikannya.

Menghapus air mata Hearly, Geo berujar, "Kamu tidak salah, maafkan Kakak tidak bisa memelukmu kala itu,"

Pecah sudah tangisan Hearly, memeluk tubuh lemah sang kakak secara perlahan. Geo yang melihatnya, pun menepuk-nepuk punggung Hearly guna menenangkan.

"Maafkan Kakak, seharusnya Kakak menenangkanmu, seharusnya Kakak jadi sandaranmu, bukan malah membiarkanmu terluka sendirian ... maafkan, Kakak," ucap Geo, menahan air matanya yang akan meluruh.

Melepaskan pelukannya, Hearly menggeleng kecil.

"Itu semua sudah berlalu, Kak. Aku tidak ingin mengungkitnya lagi. Kalau Alisha yang menjadi pilihannya, biarkan saja. Aku tidak mempermasalahkan hal itu," balas Hearly, menatap teduh sang kakak. Berusaha untuk menampilkan senyum manisnya.

Tentu Geo tahu, senyuman dan kata-kata itu semua adalah suatu kebohongan semata.

"Sampai kapan kamu harus berpura-pura kuat demi kebahagiaan orang lain, Arly?" tanya Geo, mulai bergetar menahan tangis.

"Kalau mereka bisa bahagia tanpa bersamaku, aku akan menerimanya sekalipun hal itu menyakiti hati kecil ini, Kak." Balas Hearly, menampilkan senyum getirnya.

🥀🥀🥀

Malam bahagia di atas gugurnya bunga mawar.

🥀🥀🥀

Tiga hari telah berlalu. Keadaan Geo, mulai membaik dan akan dipulangkan esok hari. Tepatnya hari ini, pertunangan Alisha Odelian dengan Stanley Wallcot. Pertunangan sederhana yang menyertakan keluarga saja.

"Nak, ayo pasangkan cincinnya," ujar Yera, menyerahkan sepasang cincin pada putranya, Stanley.

Sedangkan Stanley sendiri, tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari Hearly yang sedang canda tawa bersama keluarga besar Odelian.

"Stanley," panggil Leo, menginstruksi.

Mendengar panggilan itu, membuat Stanley tersasar akan lamunannya. Mulai mengambil cincin tersebut dan memasangkannya di jari manis milik Alisha.

"Sekarang giliranmu, menantu," kata Yera, berganti menyerahkan cincin itu pada Alisha.

Alisha tentu menerima dengan baik, dan memasangkannya juga  pada jari manis Stanley. Ucapan selamat dari kedua belah pihak langsung terdengar. Seakan kebahagiaan hanya milik mereka saja, tanpa tahu ada dua hati yang teriris begitu dalamnya.

"Selamat ya, atas pertunangan kalian. Semoga kalian bahagia selalu," ucap sepasang suami istri yang sudah sepuh itu, yang tidak lain adalah orang tua dari Klauvien Odelian.

"Terima kasih, Kakek, Nenek," balas Alisha, tersenyum.

Hearly yang sedari tadi berbincang dengan para sepupunya, kini mulai berjalan ke arah Alisha berada. Saat jarak sudah dekat, ia pun memeluk sang kakak dengan hangat.

The Fire RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang