Hati yang berbeda.
🕸️🕸️
Beberapa menit berlalu. Tibalah mereka di kediaman Wallcot, yang sudah ditunggu oleh sang paman Neu Wallcot didepan rumah.
"Kami pulang!" seru Stanley, berjalan terlebih dahulu menghampiri Neu.
"Minimal bawa barangmu sendiri, bocah!!" kesal Deon yang kesusahan membawa barang-barang milik Stanley.
Mendapat tidak ada respon sama sekali dari Stanley, membuat Alisha merasa tidak enak pada Deon. "Biar aku bantu bawa, Kak,"
"Ah, tidak perlu, adik ipar. Kamu sudah membawa satu koper, biar aku yang membawa dua ini," balas Deon, ikut tidak enak pada Alisha. Stanley sialan! batinnya menggerutu.
Saat Alisha dan Deon sudah didalam rumah, barulah Stanley menghampiri Alisha untuk mengambil alih koper yang dibawa tadi. "Maaf ya, aku tidak membantumu untuk membawa koper," sesalnya pada sang istri, tanpa melihat Deon yang menahan kesal sedari tadi.
"Tidak apa-apa," balas Alisha dengan lembut.
"Nak, kemari lah," pinta Neu pada Alisha.
"Baik, Paman,"
Ketika Alisha menghampiri Neu beserta istri dan anaknya, ada rasa kecanggungan yang membuat ia sedikit takut berhadapan dengan mereka. Sedikit ragu, ia mendudukkan dirinya dihadapan Anesva.
"Santai saja pada kami," ucap Anesva, yang menyadari tingkahnya.
"Ah, iya. Maafkan aku," gugup Alisha, menundukkan kepalanya.
"Siapa namamu, Nak?" tanya Neu dengan lembut, menatap Alisha.
Mendengar pertanyaan itu, membuat Alisha sedikit terkejut. Dirinya melupakan hal penting tersebut. "Maaf, aku belum memperkenalkan diri. Aku Alisha, Paman. Salam kenal," balasnya, memperkenalkan diri sambil tersenyum manis.
Melihat senyuman dari Alisha, Anesva seketika terpana. "Manisnya!! Henry, kalau kamu cari istri yang manis seperti Alisha ya!" pekiknya spontan, hingga Alisha malu.
"Jangan menggoda Istriku, Bibi," ujar Stanley, baru saja datang dan menghampiri mereka berempat.
Decakan dari Anesva terdengar jelas ditelinga. "Menyebalkan!" gerutunya, menatap kesal pada Stanley.
Tidak menghiraukan kekesalan dari sang Bibi, Stanley pun menatap Alisha dan berucap, "Alisha, dia Paman Neu dan disebelahnya Bibi Anesva. Lalu lelaki itu, anak kedua mereka, Henry,"
"Paman, Bibi, kami berdua baru saja sampai dan belum beristirahat dengan tenang. Kami pamit ke kamar dulu, ya," ujar Stanley kembali. Tanpa mendengar balasan terlebih dahulu, ia segera mengajak Alisha untuk pergi menuju ke kamarnya.
"Beristirahat lah terlebih dahulu, aku ingin mengambil minuman," pamit Stanley padanya.
Usai kepergian Stanley, Alisha pun membersihkan diri. Selesai dengan itu semua, kini dirinya sedang merenung di balkon kamar, sembari menatap cantiknya sang rembulan dimalam hari.
Pikirannya berkecamuk, ia masih ingat dengan jelas wajah lelaki tadi sore. Wajah yang amat ia kenal, dan ia benci. Filix Adlaine, lelaki yang menghancurkan kehidupannya yang dulu. "Kenapa kau membiarkan aku hidup, Tuhan?" monolognya bertanya.
Menatap kosong depannya, membiarkan terpaan angin dingin menyentuh kulit wajahnya. "Apa yang kau inginkan dariku di kehidupan keduaku ini? Jika pada akhirnya, aku kembali ke sini,"
"Jika kau ingin aku bahagia, bukankah seharusnya kau tidak membiarkan aku kembali bertemu dengan dia? Filix, kakakku tercinta sekaligus trauma terbesarku. Kenapa aku harus bertemu denganmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fire Rose
AcakMawar merah ini, terlalu cantik untuk sekedar dipetik maupun dikotori. [Follow terlebih dahulu sebelum membaca!] Dia wanita 24 tahun. Dia hidup tanpa adanya kekurangan. Dia melakukan hal yang diinginkan, dan sangat membenci jika satu dari keinginann...