22. Eyes and Dream

3.7K 500 23
                                    

Joan masih duduk di atas tempat tidur, menatap warna langit yang perlahan berubah dengan rona jingga dari kaca lebar ruang rawatnya.

Mama tadi izin untuk mengambil barang di lobi rumah sakit. Ya, sore ini Joan ditemani oleh ibu mertuanya karena Jeff harus pulang ke rumah untuk mengambil beberapa berkas.

Tadi, Mama dan Mami datang bersamaan, tapi karena Mami harus menghadiri rapat, disinilah Joan sekarang dengan suasana sunyi kamar rawatnya.

Matanya terasa lelah bukan main, tangannya masih mengusap perut ratanya spontan, mungkin butuh waktu untuknya melupakan kebiasaannya beberapa minggu terakhir.

"Pelan-pelan, tapi buat sekarang, tolong kasih Mama waktu buat sedih sebentar ya, baby," suara lirih Joan dengan mata menatap lurus ke depan.

Perempuan itu sempat menangis ketika membersihkan diri, menangis sendirian di dalam kamar mandi ruang rawatnya. Sendirian, di bawah bising air dari shower yang sengaja ia nyalakan dengan keras.

Bukankah sedih karena kehilangan itu normal, maka izinkan Joan untuk menikmati rasa sedih dan sesaknya untuk saat ini.

"Jo,"

Panggilan itu terdengar dari arah belakangnya, membuat Joan memutar kepalanya guna melihat si pemilik suara yang sudah sangat ia kenali.

Perempuan seusianya berdiri disana, tersenyum hangat menatapnya. Perempuan dengan perut membuncit yang sepengetahuannya sudah berada di Solo sejak kemarin sore.

Ya, Alicia berada disana, tersenyum hangat menatap Joan di ambang pintu ruang rawatnya.

"Cia," balas Joan, diikuti dengan aliran air mata yang kembali turun begitu saja. Rasanya kembali sesak, perasaan yang berusaha Joan tutupi tiba-tiba menguar dengan bebasnya.

Dengan cepat Alicia berjalan mendekat, memeluk tubuh sahabatnya dengan erat, "it's ok, Joandra, semua akan baik-baik aja setelah ini," bisik Alicia dengan tangan mengusap punggung Joan.

"I lost my baby, Cia," adu Joan dengan suara bergetar, "aku nggak bisa jagain dia dengan baik," lanjutnya mulai sesenggukan.

Alicia menjauhkan tubuh mereka, merenhkuh wajah Joan yang sudah memerah karena tangis, "no, kamu Mama yang keren, kamu udah berjuang berminggu-minggu buat baby," ucap Alicia dengan ibu jari mengusap air mata di wajaj Joan.

"Baby, dia cuma mau Mamanya jadi sehat, dia pasti sayang banget sama kamu," ucap Alicia tersenyum hangat, "jangan salahin diri kamu, sekarang, kamu harus fokus buat recovery," lanjutnya mengusap kepala Joan dengan lembut.

Joan hanya mengangguk, mengusap perut buncit Alicia, "anak baiknya Ibu Cia, maafin Tian karena gagal bawa temen buat kamu, tapi kamu jangan sedih soalnya yang nunggu kamu sampai juga masih sama banyaknya," dengan lirih, Joan berusaha tersenyum.

Alicia hanya bisa menatap temannya yang mengusap perutnya dengan lembut, jujur, Alicia bisa merasakan tangan Joan yang bergetar di perutnya.

"Ci," panggil Joan yang berhasil membuat Alicia sedikit kelagapan, "kamu kesini sama siapa? kamu nggak kecapekan kan?" tanyanya memastikan.

Alicia tersenyum pelan, "tuh sama Mbak Gendhis," jawabnya menunjuk seseorang di belakang Joan, membuat Joan langsung mengikuti arah tunjuk Alicia.

Perempuan dengan pleated midi dress berwarna putih itu tersenyum pada Joan. Entah sudah berapa menit Gendhis berdiri disana melihat interaksi kedua sahabat itu.

"Cepet sehat, udah dijenguk Kanjeng Putri juga," ucap Alicia berusaha mencairkan suasana, "monggo, Kanjeng Putri, menawi badhe ngaturaken wejanganipun (silahkan, Kanjeng Putri, siapa tau mau memberikan nasehat)," sergah Alicia pada Gendhis yang berhasil membuat Joan terkekeh geli.

Your TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang