16 | Keputusan

615 78 13
                                        

Nadin menatap kepergian Elang setengah mengantuk malam ini. Orang itu, gak pagi gak siang gak malam berulang kali menanyakan jawabannya. Minum obat aja kalah dosisnya.

Belum lagi kasus 3 hari lalu yang membuatnya shock setengah mati. Foto tidur mereka satu bantal membuat mba Sarah mendatangi mereka keesokan harinya diawal jam bekerja.

Mantan bos restonya itu menggeleng-geleng sebal melihat kelakuan adiknya. Dia sampai menjewer kuping Elang tak kira-kira.

Dan kini, mbak Sarah bertanya lebih serius kepada Nadin tentang jawabannya. Dia tak ingin adiknya mati berdiri karena ingin segera halal dan sah katanya. Sungguh, Nadin dibuat frustasi rasanya.

Mendapatkan jodoh setampan dan setajir Elang memang seperti durian runtuh untuk Nadina gadis kampung yang baru saja bekerja di kota beberapa bulan ini. Tapi jujur, Nadin seperti merasa tidak yakin untuk mengiyakan tawaran pernikahan itu.

Seperti ada sesuatu yang hatinya tidak klik dengan pernyataan pernyataan Elang belakangan ini. Apakah memang tidak ada cinta atau hati untuk lelaki itu? Nadin pusing harus menjawab apa.

Hingga pekan ini Nadin berniat untuk pulang kampung agar bisa bertukar pikiran dengan ibunya di kampung. Biar ia mendapatkan pencerahan dan nasihat terbaik dari wanita yang ia kasihi tersebut.

Tugasnya sebagai anak masih banyak. Membahagiakan ibu dan adik-adiknya adalah prioritas hidupnya saat ini. Ekonomi keluarganya masih tertatih-tatih dan memaksanya untuk bekerja lebih keras lagi demi pundi-pundi yang besar.

Lalu jika ia menikah lantas punya anak, bagaimana nanti harus mencukupi kebutuhan keluarganya? Tentunya ia harus mengurus anaknya dan tidak bisa bekerja lagi.

Menengadahkan uang pada suaminya tentu bukan hal yang mudah bagi Nadin yang selama ini berusaha mandiri. Ia tak ingin suaminya merasa terbebani oleh kondisi keluarganya saat ini.

Ya Tuhan, Nadin berat memutuskannya.

🌷

Ibu menyambutnya dengan pelukan hangat saat Nadin tiba tengah malam dirumahnya. Adi juga menemani Ibu menunggunya datang dari kota.

Sengaja ia tidak pamit pada Elang kalau akan pulang kampung karena ia butuh waktu sendiri. Tak ingin diganggu dulu sementara waktu.

Usai membersihkan diri, Nadin langsung tidur di kamar sang Ibu yang sudah menunggunya untuk curhat.

Tapi melihat kondisi ibunya yang seperti mengantuk, Nadin tidak memaksakan diri bicara selarut ini. Besok pagi kan masih ada, masih banyak waktu untuk membahas kegalauannya.

Ia menarik selimutnya hingga ke dada sewaktu sang Ibu menatapnya bingung.

"Lho, teteh katanya mau ngomong. Gak jadi?"

"Ibu kayak ngantuk, besok aja ya. Nadin juga capek ternyata.. gimana?"

"Ya udah atuh, besok pagi ya abis subuh sebelum ibu ke warung. Tadi untung udah nyuruh bi Mimin beliin bahan-bahan besok jadi gak perlu ke pasar lagi nyubuh"

"Iya Bu, besok pagi deh.."

"Eh teh, ibu teh bingung. Kang Jamal yang pengelola kios warung disitu katanya pengen ngelamar ibu. Atuh ibu kan janda bukan, istri orang gak ada suaminya. Ditalak bapak kamu juga belum, punya surat cerai juga enggak. Kumaha atuh ini?"

Lha, koq ?

"Ibu serius?"

"Masa ibu ngebohong atuh teh. Udah tua ngapain baper kata si neneng teh. Udah ngomong sama si Adi ge, sampe malu ibu mah jadi bahan omongan di kios rumah sakit. Kata aki teh, kamu sudah janda walo tanpa surat cerai. Karena bapak kamu tidak nafkahi ibu dalam masa yang ditentukan. Tapi ibu tuh asa belum yakin harus gimana. Bingung.."

Nadin menangkap kegalauan ibunya yang saat ini tengah menatapnya. Duh, gak anak gak ibu kenapa punya kegalauan yang sama soal jodoh? Hahaha, Nadin jadi ingin tertawa tapi tak bisa.

"Teteh jadi gimana? Mau terima lamaran mas Elang teh?"

Nadin menatap Ibunya sendu. Ia harus jawab apa?

"Gak usah mikirin ibu sama adik-adik teh. Ibu masih bisa cari uang, adi juga kan udah kerja walau kecil gajinya. Tinggal adik-adik kamu yang masih sekolah gampanglah, ibu masih sanggup. Ibu tahu kamu teh galau karena tanggung jawab kan?"

Nadin mengerjap lemah. Ibunya betul-betul memahaminya dengan baik.

"Nadin masih pengen bantu ibu besarin adik-adik. Biar ibu jangan terlalu cape kerja. Nadin gak mau ibu sakit lagi nantinya.."

Ibu tertawa kecil lalu menjitak kepala Nadin pelan dengan telunjuknya.

"Kamu teh emang anak baik, ibu sayang pisan sama kamu teh. Udah jangan banyak pikiran. Kalo kamu suka sama eta lalaki, bismillah. Jangan banyak timbang sana sini. Ibu setuju kamu nikah secepatnya.."

"Ibuu.."

"Suruh besok ka dieu atuh, ngelamar kamu segera. Ibu ge suka waswas kamu di rantau sendirian gak ada yang nemenin. Kalau udah punya suami kan mending ada yang jagain, ibu gak cemas lagi neng.."

"Tapi Bu.."

"Udah jangan banyak dipikirin lagi. Niat baik akan dimudahkan sama yang diatas. Manusia tinggal menjalankan apapun ketentuan takdirNya. Kalo sudah jodoh gak akan kemana. Contoh Ibu, klo sudah gak jodoh, ya jadinya begini pisah begitu aja sama Bapak kamu. Mungkin jodohnya cuma sampe segitu. Sekarang tidur biar bangun cepet. Doa minta kemantapan hati.."

"Buu.."

"Ibu ngantuk nih sekarang. Kamu ge dah cape atuh perjalanan jauh tadi. Ayo tidur, lepasin semua keraguan kegalauan itu.."

Ibu menarik kepala Nadin dan mengecup puncak kepalanya lembut. Tak lama ia menarik selimutnya dan memejamkan matanya perlahan.

Nadin menatap ibunya yang sepertinya mulai ngantuk dan akan terlelap secepatnya. Duh, kenapa jawaban ibu seyakin itu ya? Nadin jadi tak bisa mengelak lagi.

Ya ampun, apakah secepat ini? Betulkan dia jodohnya yang terbaik? Saat ini kah momen yang tepat untuknya?

Nadin menatap langit-langit kamar yang tampak gelap karena lampu sudah dimatikan. Apakah hidupnya akan secerah mentari? Ataukah segelap suasana kamarnya kelak?

🌷

"Saya terima nikah dan kawinnya Nadina Haura Binti Atmaja dengan mas kawin perhiasan emas 1 set 24 karat sebesar 50 gram dibayar tunai"

🌷

See you next 🤩😘

Bebs, kelean udah punya ebooks aku berapa banyak? Mensyen ya 😘

Bebs, kelean udah punya ebooks aku berapa banyak? Mensyen ya 😘

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Berhenti DikamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang