TO BE 6

3.4K 270 2
                                    

"Bagaimana keadaan anak saya dok?" Tanya Nindira.

"Begini bu, anak ibu mengalami hipotermia berat, pasien sempat mengalami henti jantung, namun beruntung kami masih bisa menyelamatkannya, dan untuk sekarang, mohon maaf anak ibu mengalami koma, untuk sekarang kami akan memindahkan pasien keruang ICU agar mendapatkan perawatan yang lebih intensif" Jelasnya lalu pamit undur diri.

"Apa... bagaimana bisa..." gumamnya Nindira shock.

Mereka juga mendengar penjelasan dari dokter, terlebih lagi Gerald, karena dialah penyebab semua ini terjadi.

Muncul perasaan bersalah pada dirinya, jika saja dirinya tidak menyiram anaknya dengan air dingin dan hanya menguncinya, mungkin anaknya tidak akan sampai seperti ini.

Ethan juga memikirkan hal yang sama, andaikan dirinya menepati janji pada sang adik, mungkin adiknya tidak akan kedinginan di luar sana sembari menunggu dirinya datang untuk menjemput adiknya.

Mereka menunggu Lio di depan ruang ICU, karena waktu kunjungan yang di batasi serta hanya boleh satu orang yang memasuki ruangan.

.
.
.
.
Sudah dua hari mereka bergiliran untuk menjaga Lio, bahkan Gerald mengabaikan rapat penting yang sudah ia nanti jauh jauh hari, mungkin karena rasa bersalah, ia jadi tidak enak hati untuk meninggalkan Lio di rumah sakit, walau pun ada anak serta istrinya.

Menurut pemeriksaan dokter yang bertugas, kondisi Lio berangsur membaik, dan mungkin bisa saja dalam waktu dekat Lio bisa kembali sadar.

Athan memasuki ruangan Lio, ia duduk di samping bangkar sang adik, tangannya mengusap surai Lio pelan, ia tidak henti hentinya berdoa agar adiknya itu kembali sadar.

"Lio maafin kakak tidak bisa menepati janji kakak untuk menjemputmu!" Ucapnya lirih.

Ethan akui, ia memang orang yang plin plan, namun ia juga tidak bermaksud melupakan janjinya bersama sang adik, seakan janji itu adalah hal bisa dengan mudah ia abaikan.

Perlahan mata Lio mengerjap setelah beberapa hari ini terpejam, sesaat netra Lio menelusuri ruangan bercat putih itu.

"Ka kak.." panggilnya lirih.

"Terima kasih tuhan, akhirnya kamu sadar Lio." Ucap Ethan penuh syukur.

"Mau minum?" Tanyanya mendapat gelengan dari Lio.

"Kamu tunggu sebentar, kakak akan memanggil dokter dan mengabari keluarga kita." Ucapnya cepat, Ethan memencet nurse call lalu keluar memanggil keluarganya.

Sesaat setelah kakaknya keluar, tubuh Lio menengang setelah ingatan dirinya dikunci di kamar mandi kembali terbayang.

Selang beberapa menit sang dokter datang untuk memeriksa keadaan Lio, sedangkan keluarganya menunggu di luar ruangan.

"Apakah ada yang sakit Lio?" Tanya sang dokter, namun tidak ada jawaban dari Lio.

Dokter sedikit bingung, ada apa dengan pasiennya ini, apakah setelah mengalami hipotermia dapat mengalami gangguan pada otaknya? Mungkin setelah ini ia akan melakukan pemeriksaan menyeluruh untuk mengetahui penyebabnya.

Tidak, bukan itu penyebab Lio tidak merespont, hanya saja dirinya masih menyesuaikan dengan kenangan buruk yang ia alami.

"Baiklah, kalau begitu istirahatlah." Titah sang dokter kemudian keluar dari ruangan itu.

"Bagaimana keadaan anak saya dok?" Tanya Gerald.

"Kondisi tubuhnya sudah stabil, namun mungkin karena shock yang terjadi pada otaknya membuat anak anda mengalami sedikit perubahan, dan untuk mengetahui lebih lanjut, kami akan segera melakukan pemeriksaan yang lebih menyeluruh. Dan kami akan langsung memindahkan pasien ke ruang rawat inapnya." Jelasnya panjang lebar.

"Baiklah dok, lakukan apa pun itu." Ucapnya Gerald.

Sedangkan di dalam sana, pupil Lio bergetar, ia ketakutan, bagaimana jika ayahnya kembali menghukumnya karena telah menyusahkan, Lio tidak ingin jika harus mengalami hal seperti itu lagi.

Setelah mendengar penjelasan dari dokter, mereka berempat memutuskan mengecek keadaan Lio.

"Bagaimana keadaanmu Lio?" Tanya sang bunda mengawali.

Air mata Lio meluruh, ia ingin bergerak, namun entah mengapa tubuhnya tidak sejalan dengan fikirannya.

"Ada apa? Ada yang sakit?" Tanya Daniel.

Bukannya menjawab, nafas Lio semakin tidak bisa terkontrol.

Hah hah hah....

"Hei Lio ada apa?" Tanya Gerald mendekat.

"TIDAK.." teriak Lio.

"TIDAK JANGAN MENDEKAT!" ucapnya lagi di sela sela nafasnya yang tersenggal.

Daniel yang menyaksikan hal tersebut dengan cepat memanggil dokter yang menangani Lio.

"Hei Lio kamu kenapa?" Tanya Ethan khawatir mendekap tubuh Lio.

"Kak aku takut, bawa aku pergi dari sini.." ucapnya lirih.

"Iya, tapi kenapa?" Tanya Ethan tidak melepaskan pelukannya.

"Takut.." jawab Lio pelan.

"Iya, kenapa kamu takut Lio?" Jawab Ethan lembut.

Bukannya menjawab, Lio berusaha melepas dekapan sang kakak.

"Lepas.." pinta Lio.

"Enggak." Tolak Ethan.

"LEPAS." Lio kembali berteriak.

Ethan tertegun sesaat setelah mendengar bentakan dari sang adik, ia kemudian memilih melepaskan pelukannya.

"LIO KAMU INI KENAPA?" Bentak Gerald setelah lama diam.

Lio tersentak, ia kemudian memilih menyembunyikan tubuhnya di balik selimut rumah sakit.

Tidak seharusnya ia berada di sini, kenapa ia mulai takut dengan semua orang, kenapa ia ketakutan sekarang?

Setelah mendapat panggilan dari Daniel, dokter segera tiba dengan beberapa perawat, tidak lupa sebuah obat penenang yang telah di siapkan.

Mereka sedikit kesusahan saat menenangkan Lio karena anak itu memberontak, namun karena banyaknya orang yang menahan tubuhnya, tubuh Lio berhasil di tangani.

Sedangkan Nindira menunggu di luar agar tidak mengganggu keadaan di dalam.

"Bisakah kita berbicara diruangan saya?" Tanya dokter.

.
.
.
.

Sudah ada Gerald juga Nindira di ruangan dokter yang menangani Lio.

"Mohon maaf sebelumnya pak bu..."

"Mungkin anak anda memiliki trauma?" Tanya sang dokter.

"Tidak mungkin, seingat saya anak saya tidak mempunyai hal seperti itu." Jawab Nindi cepat.

"Tapi setelah saya menyaksikan hal tadi, sepertinya anak anda mempunyai sebuah trauma." Ulang dokter.

"Kemarin saya menguncinya di kamar mandi dok." Jawab Gerald.

"APA? Bagaimana bisa mas?" Tanya Nindi terkejut.

"Itu karena aku naik pitam saat mendengar dirinya membolos dari tempat lesnya." Jelasnya.

"Hah.. kenapa bisa seperti ini?" Tanya Nindi tidak habis fikir.

"Saya menyarankan agar lebih baik pasien di bawa ke psikiater." Usul dokter.

"Tapi anak saya nggak gila dok!" Tolak Nindi.

"Iya bu, saya tidak bilang anak ibu gila, namun, alangkah baiknya jika anak anda di bawa ke psikiater untuk mengobati traumanya." Jelas sang dokter.

Setelah lama berfikir, akhirnya Gerald dan Nindira memutuskan mengikuti saran dari dokter.

Mereka tidak sadar, bukan hanya dikunci di kamar mandi penyebab terganggunya mental anak itu, melaikan juga tuntutan dari keduanya.

Dan mulai minggu depan Lio akan memulai menjalankan perawatannya.

Saat tiba di dalam ruang inap Lio, mereka menjelaskan keadaan Lio pada kedua anaknya, dan perihal berobat ke psikiater.

TO BE PERFECT(D.R) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang