TO BE 22

1.5K 154 1
                                    

Tidak terasa sisa satu hari mereka berada di sana, saat berada di vila, mereka setiap hari melakukan kegiatan yang sekiranya akan di sukai si bungsu, bahkan mereka rela beberapa kali berendam di danau buatan untuk mencari ikan demi si bungsu.

Gerald dan Nindira sangat senang saat si bungsu kesayangan mereka betah berada di sana, dan besok adalah hari terakhir bereka berada di Vila.

Lio sangat bahagia, sudah hampir satu minggu ini dirinya bersenang senang berada di sini, Lio memperhatikan pemandangan sekitar, mungkin untuk beberapa waktu kedepan dirinya akan merindukan vila milik keluarganya ini.

"Lio saatnya makan siang!" Ucap sang bunda dari belakang membuyarkan lamunan kecil Lio.

Lio berjalan perlahan menghampiri sang bunda yang memanggilnya.

"Baiklah sekarang kita makan!" Ucap Nindira seraya mengakat tubuh sang anak dalam gendongannya yang tidak terasa berat sedikit pun.

Walau pun usia Lio sudah empat tahun, namun berat badan Lio tidak seperti anak seusianya, beratnya lebih ringan dari anak seusianya, mengingat sebelumnya dirinya pernah mengalami penyakit yang sedikit menghambat tumbuh kembangnya.

Mereka berkumpul di luar ruangan yang telah di atur sebelumnya, di sana sudah di siapkan segala menu hidangan kesukaan masing masing anggota keluarga.

Mereka makan sembari menikmati pemandangan alam yang tercipta, suasana begitu asri, bahkan di sana terdapat beberapa rusa liar yang memakan sayuran yang telah di siapkan tukang kebun.

"Nah, makan yang banyak Lio!" Seru Nindira sembari meletakkan beberapa hidangan di piring berbentuk koala milik Lio.

Mereka tidak merasakan panas sedikit pun karena telah di pasang tenda dekat pepohonan, yang memungkinkan mereka merasakan sejuk, terlebih banyaknya pohon yang mengelilingi mereka.

Selama di sini, entah sudah berapa ratus kali mereka mengambil foto untuk di abadikan, dan di antara banyaknya foto, wajah Lio lah yang paling banyak mendominasi di antara swmua foto yang mereka ambil.

Mereka seakan tidak ingin melewatkan setiap moment yang di lalui si bungsu, apa lagi kedua kakaknya yang setiap saat selalu membawa sebuah kamera untuk memotret sang adik.

Lio setiap saat berdoa, semoga moment ini tidak akan pernah hilang, antara ia dan keluarganya, biarlah kehidupan masa lalunya memiliki tempat tersendiri di dalam hatinya, karena mau bagaimana pun, ada kenangan tersendiri yang mengiringinya.

.
.
.
.

Pagi ini, mereka semua telah bersiap untuk kembali ke mansion, namun ada hal yang berbeda sekarang, mereka sepakat untuk meninggalkan Lio di sini, di temani oleh pengasuh yang akan merawat Lio dan bodyguard yang akan menjaga Lio.

Berat rasanya saat mereka memutuskan hal ini, namun mau bagaimana pun ini demi keselamatan Lio, mereka akan secepatnya menyelesaikan masalah keluarga yang telah terjadi, mereka janji.

Nindira tidak siap harus berpamitan dari sang anak, walau pun anaknya belum sepenuhnya mengerti apa yang akan ia ucapkan nanti, tapi tetap saja, dirinya tidak tega.

Dan semua keputusan yang mereka ambil tanpa sepengetahuan Lio, bahkan sekarang anak itu juga ikut bersiap untuk kembali tanpa mengetahui apa yang terjadi.

Mereka dengan berat hati melangkahkan kakinya keluar vila. Jujur, ada perasaan tidak karuan saat meninggalkan si bungsu di sini tanpa seorang anggota keluarga yang menemani.

Saat tiba di depan mobil yang akan di tumpangi, Gerald menurunkan sang anak yang tadi berada di gendongannya.

Muncul raut bingung dari sang anak, Gerald memalingkan wajahnya saat netranya bertatapan dengan netra milik sang anak.

"Ayah..." ucap Lio mengulurkan tangannya agar kembali di gendongan sang ayah untuk membantunya menaiki mobil.

Gerald tidak sanggup, kelopak matanya mati matian menahan agar air matanya tidak jatuh membasahi pipinya.

Nindira menghampiri sang anak, tubuhnya berjongkok, mengsejajarkan tingginya dengan sang anak, ia genggam kedua tangan kecil si bungsu.

"Lio tunggu di sini dulu ya...., ayah sama bunda masih ada pekerjaan yang harus di urus, bunda janji kami akan kesini lagi menjemput Lio." Ucap Nindira sedikit bergetar.

Mata kecil itu berembun siap menumpahkan tangisan, ia paham apa maksud dari sang bunda.

"Lio mau ikut..." lirihnya sembari menatap sang bunda dengan mata yang berkaca kaca.

Sekali lagi, Nindira memalingkan wajah, tidak kuat jika harus seperti ini, dadanya begitu sakit mendengar lirihan sang anak.

Gerald mengendong sang anak kembali, ia sudah memperkirakan hal ini, namun ia pikir tidak akan sesakit ini.

"Dengerin ayah, kami janji akan segera kembali membawa mainan yang banyak untuk Lio hem?" Tutur Gerald memberikan pengertian, namun tetap saja Lio masih mengeleng.

"Hanya sebentar, setelah itu kami akan kembali." Ucap Daniel menimpali, sedangkan Ethan sudah memasuki mobil, ia tidak sanggup untuk mengucapkan kata perpisahan pada sang adik.

"Tuan sudah waktunya untuk kembali." Ingat salah satu bodyguard di belakang.

"Ti tidak... Lio mau ikut...." ucap Lio menggeleng ribut sembari menumpahkan air matanya.

Gerald menurunkan sang anak, lalu menciumi setiap inci wajah sang anak, begitu pun dengan Nandira melakukan hal yang sama, terakhir ia memeluk tubuh Lio erat.

Mereka satu persatu memasuki mobil, sedangkan sekarang, tubuh Lio tengah di tahan oleh bi Mira, yang menjabat sebagai pengasuhnya mulai hari ini, tubuh Lio memberontak ingin ikut menyusul keluarganya. Di balik pintu mobil, mereka semua meneteskan air mata, tidak tega melihat si bungsu yang menangis histeris menyaksikan mereka pergi.

Tidak... ia sendirian sekarang, kenapa ini harus terjadi lagi? Kenapa mereka tega meninggalkannya disini? Jadi benar ucapan para pekerja itu sebelumnya, dirinya tidak dibutuhkan lagi.

Lio terdiam saat berada di dekapan pengasuh barunya, perlahan mobil itu meninggalkan vila tempat Lio berada, semakin jauh hingga tidak terjangkau dengan mata.

Lio di gendong sang pengasuh memasuki vila, tangisannya masih terdengar walau pun tidak sekeras sebelumnya, Bi Mira juga merasa sedih saat menyaksikan tuan mudanya harus menangis sampai seperti ini, padahal tuan mudanya itu baru menjalankan operasi jantung tidak lama ini.

"Tidak apa tuan muda, mereka akan segera kembali!" Tenangnya sembari menimang tubuh Lio.

Suara tangisan tidak terdengar lagi, netra kecil itu tertutup sesekali mengeluarkan isakan kecil.

Mungkin tuan mudanya ini kelelahan, pikirnya. Bagaimana tidak, sudah hampir satu jam Lio tidak berhenti menangis, bahkan tadi Bi Mira khawatir saat suara tuan mudanya sedikit menghilang karena terlalu lama menangis.

.
.
.
.

Di dalam mobil, mereka hanya diam memperhatikan jalanan dari sela cendela, pikiran mereka masih terpaku pada wajah Lio yang menangis, mereka bahkan baru pertama kali melihat Lio menangis sekeras itu.

Mereka jadi ragu, apa keputusan yang mereka ambil benar atau malah sebaliknya?

Tetapi mereka tidak akan sejahat itu meninggalkan Lio tanpa mengunjungi Lio, mereka sudah sepakat dengan rutin mengunjungi Lio secara bergantian tiap harinya, walau pun jaraknya lumayan jauh, tapi tak apa selagi mereka bisa melihat wajah si bungsu.











Tes cek 1 2 3.......

Sorichilo........

Vote and coment juseyo 😚

TO BE PERFECT(D.R) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang