Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, tidak terasa sudah dua bulan Lio berada di Vila, keluarga Lio sering kali datang berkunjung, tapi itu hanya salah satu di antara mereka berempat yang datang, dan sekarang jadwal sang ayah yang akan menemaninya di sini.
Bagaimana Lio bisa tau bahwa ayahnya yang akan datang? Karena semenjak dua bulan yang lalu dirinya sakit, keluarganya sering mengunjunginya dua hari sekali, dimulai dengan sang bunda yang datang berkunjung, lalu dua hari kemudian sang ayah yang datang, begitu pun seterusnya, walau pun saat pagi hari ia tidak akan menemukan keberadaan mereka.
Lio menanti kedatangan sang ayah dengan tenang di dalam kamar, sebelumnya ia berpesan pada pengasuhnya, jika sang ayah datang maka bi Mira harus segera memanggilnya.
Selagi menunggu sang ayah datang, Lio mewarnai buku gambar di karpet berbulu yang di letakkan di dalam kamarnya.
Beberapa menit terlewati, lama lama ia merasakan kantuk karena bosan,lantaran menunggu sang ayah yang tak kunjung datang.
Matanya memberat, Lio perlahan menutup netranya karena tidak kuat menahan kantuk.
Gerald baru tiba di vila pukul sebelas siang, itu lebih lambat dari biasanya. Biasanya ia akan tiba saat pukul sembilan pagi, itu karena tadi ia mampir sebentar di kantornya karena keadaan mendesak.
Saat memasuki vila, mata Gerald mencari keberadaan sang anak, biasanya anaknya itu akan berlari menghampirinya dan berteriak senang memanggil namanya.
Bi Mira yang melihat tuannya kebingungan lantas berucap.
"Tuan muda ada di kamarnya tuan, biar saya panggilkan." Ucapnya seraya melangkah menuju kamar Lio, namun langkahnya terhenti saat suara bariton dari tuannya melarangnya.
"Tidak usah bi, biar aku saja yang menghampirinya." Ucapnya.
Langkah kakinya bergerak menuju kamar Lio berada, saat pintu kamar di buka, hatinya menghangat, betapa imutnya putra bungsunya yang tengah terlelap itu, Gerald jadi berasa bersalah sekarang, karena terlambat datang.
Dengan langkah pelan ia berjalan menghampiri Lio, takut membangunkan sang anak karena langkah kakinya.
Pasti anaknya merasa bosan hingga mengantuk menunggunya, di lihat masih ada lembaran buku gambar di dekat sang anak, serta tangan munggil putranya yang masih memegang sebuah pensil warna.
Takut anaknya terusik, Gerald mengangkat tubuh Lio secara perlahan berniat memindahkan Lio ke atas ranjang, namun terlambat, netra kecil itu terbuka.
"Ayah..." ucap Lio kecil, lalu menyembunyikan wajahnya di ceruk leher sang ayah.
"Ayah datang!" Seru Gerald.
"Mau lanjut tidur? Ayah temani!" Imbuhnya, Lio menggeleng mendengar ucapan sang ayah.
"Enggak, Lio mau main aja sama ayah!" Jawab Lio.
Tubuh kecilnya di gendong oleh sang ayah, Gerald membawa Lio menuju ruang utama, sembari menunggu waktu makan siang yang akan di lakukan beberapa menit lagi, lalu melakukan kegiatan yang sudah di rencanakan.
Saat kunjungan terakhir kali, Gerald berjanji akan membawa anaknya pergi bermain di time zone. Jaraknya tidak begitu jauh, hanya memerlukan waktu lima belas menit perjalanan jika menggunakan mobil.
Setelah melaksanakan makan siang, mereka bersiap untuk pergi bermain, Lio sangat antusias, karena akan pergi bermain keluar, karena terakhir kali ia keluar satu minggu yang lalu saat Daniel datang berkunjung.
"Sudah siap?" Tanya Gerald, Lio mengangguk sambil berucap.
"Sudah, ayo ayah cepat!" Pekiknya girang sembari menarik tangan sang ayah dengan tangan kecilnya.
"Iya... iya...." sautnya sembari menyamakan langkahnya dengan sang putra.
Gerald heran, Selama dirinya berkunjung, Lio tidak pernah menanyakan keberadaan keluarganya yang lain saat salah satu dari mereka datang ke vila, anak itu seakan mengerti akan keadaan yang sedang terjadi.
Sebagai gantinya, masing masing dari mereka berusaha menggantikan kehadiran yang lainnya selama berada di dekat Lio.
.
.
.
.Mereka telah tiba di area time zone, sebelum masuk, Gerald berpesan pada Lio agar tidak terlalu over bermain dan berjanji akan pergi bermain keluar lagi lain kali.
Tangan Lio di gandeng memasuki bangunan itu, mata Lio berbinar melihat begitu banyaknya jenis permainan yang tersedia di sana, begitu banyak permainan yang ingin ia coba dengan sang ayah.
"Ayah, lihat itu!" Tunjuknya antusias pada mesin capit boneka yang tidak jauh dari mereka berdiri.
Gerald mengikuti arah jari Lio menunjuk, terdapat mesin capit disana.
"Lio mau bermain itu?" Tanya Gerald, Lio mengangguk.
Gerald menghampiri mesin capit itu, tangannya tidak pernah lepas menggandeng tangan sang anak.
"Lio mau boneka yang mana?" Tanya Gerald.
"Lio mau yang itu!" Ucap Lio seraya menunjuk sebuah boneka dino berwarna hijau dari balik kaca.
"Baiklah, tunggu di samping ayah, jangan pergi kemana mana." Titahnya.
Lio menuruti perintah ayahnya, walau pun sudah lebih dari dua puluh kali ia menyaksikan sang ayah gagal mendapatkan boneka dino yang ia pinta, namun ia tidak berniat beranjak dari sana.
"Ayah udah nggak apa apa." Ujar Lio karena sudah lelah berdiri.
"Sebentar Lio, bersabar sedikit lagi, ayah hampir berhasil!" Pekik Gerald.
Lio menghela nafasnya lelah, ayahnya ini sungguh seperti anak kecil saja, walau pun Gerald berhasil di pekerjaannya, itu tidak menjamin ia akan berhasil dalam permainan, karena permainan juga memerlukan keberuntungan.
Akhirnya, setelah lima puluh kali mencoba di sertai dengan darah, keringat, dan air mata, Gerald berhasil mendapatkan boneka dino untuk sang anak.
"Ini dino untuk Lio!" Ucap Gerald sembari menyerahkan boneka dino pada sang anak.
Lio menerimanya dengan senang, ya walau pun hanpir seluruh waktunya ia habiskan dengan sang ayah yang bermain mesin capit, tapi tak apa, selama ia dapat menghabiskan waktu bersama dengan sang ayah.
"Terima kasih ayah." Ucapnya sambil tersenyum menerima boneka dino hadiah dari ayahnya.
Gerald serasa besar kepala saat melihat raut muka bahagia sang anak, ternyata tidak sia sia ia berulang kali melakukan permainan itu.
"Sekarang Lio mau main apa lagi?" Tanya Gerald menatap sang anak.
Lio menggeleng, ia kapok pergi ke time zone dengan sang ayah, lain kali ia akan mengajak sang ayah pergi ke tempat lain saja.
"Tidak ayah, kita pulang aja." Saut Lio cepat, para bodyguard yang berjaga menahan tawa saat melihat kebrutalan Lio dalam menggeleng, mereka yakin tuan mudanya itu kapok.
"Yakin?" Tanya Gerald, Lio mengangguk.
"Baiklah kita pulang." Putus Gerald.
Sebelum kembali, mereka mampir terlebih dahulu ke sebuah lestoran untuk makan malam, saat disana, Gerald memesan seluruh makanan kesukaan Lio.
Setelah makan malam, mereka kembali ke Vila, dalam perjalanan pulang, Lio memeluk boneka dino pemberian sang ayah sambil terlelap di pangkuan Gerald.
Gerald mencium pucuk kepala sang anak, bau sang anak membuat dirinya candu.
Sesampainya di vila, ia mengendong sang anak ke dalam kamar untuk di tidurkan, membenarkan posisi tidur sang anak, lalu menyelimuti Lio, Gerald menatap lekat wajah putra bungsunya, setelahnya ia keluar untuk kembali ke masion karena sudah waktunya ia untuk pulang.
Gerald menghela nafas, baginya hari ini begitu singkat, ia menatap jalanan yang sudah mulai sepi, rasanya berat setiap kali ia meninggalkan sang anak.
16k readers...... gumawoyung
ヽ(*´^`)ノ
KAMU SEDANG MEMBACA
TO BE PERFECT(D.R) ✔️
Fiksi RemajaKarya 2 Seorang pemuda yang rela menyerahkan seluruh masa remajanya hanya untuk kebahagian dan ego orang tuanya. Seseorang yang membuat kesalahan didunia ini tidak akan dicintai, sepertiku. Pov. Aku sudah banyak mengemis dalam hidupku. Semakin aku...