TO BE 30

2K 178 4
                                    

Gerald marah di dalam ruang kerjanya, ia melempar semua barang yang ada di atas meja kerjanya. Rasanya sekarang ia menjadi ayah yang tidak berguna karena telah gagal menjaga sang putra.

Ia mengambil ponsel yang ada di sakunya, lalu menghubungi sam, bagaimana pun caranya ia harus segera menemukan bukti atas perbuatan sang ayah.

"Sam, cepat kau temukan buktinya, aku tidak peduli bagaimana pun caranya, CEPAT!" Teriaknya di akhir panggilan, lalu terputus.

Setelah itu ia pergi ke kamar sang anak, sang istri semejak mengetahui kondisi Lio ia tidak pernah meninggalkan sang anak.

Ia tidak tega melihat keadaan sang istri yang begitu kacau, ia menghampiri sang istri yang ikut terlelap di samping si bungsu.

Gerald mencium pucuk kepala istri dan anaknya, rumah tangga yang begitu damai mendadak menjadi kacau, itu semua karena sang ayah, lagi lagi Gerald meremat tangannya.

"Mas?" Panggil Nindira parau.

"Maaf, gara gara mas tidurmu jadi terganggu..." ucap Gerald, ia jadi merasa bersalah karena telah membangunkan sang istri.

"Nggak apa apa mas, mas udah makan?" Tanya Nindira mendudukkan diri.

"Udah, kamu jangan lupa makan juga, aku nggak ingin kamu jadi sakit karena memikirkan ini." Ucap Gerald.

"Hm... tapi aku takut mas..." ucap Nindira cemas.

"Tenanglah, tidak akan terjadi apa apa." Ucapnya sembari membawa Nindira ke dalam pelukannya.

Semoga saja ada kabar baik setelah ini.

.
.
.
.

Wajah Gerald merah padam saat menyaksikan sebuah rekaman cctv di vila, ia tidak menyangka yang membuat anaknya menjadi seperti ini adalah orang pilihan ia dan sang istri.

Beruntung ia tidak membeberkan adanya cctv tambahan pada pekerja di sana. Jika benar, mungkin ia pasti akan kecolongan.

"Seret Mira keruang bawah tanah sekarang!" Titahnya pada sang bodyguard.

Tangannya sudah geram ingin segera menghukum Mira dan bertanya siapa dalang di balik semua ini, walau pun aslinya ia sudah bisa menebaknya.

Di rekaman itu sudah jelas membuktikan Mira memasukkan sesuatu ke dalam susu sang anak,bahkan Mira selalu melakukannya setiap membuatkan susu untuk sang anak, apa lagi membuat kondisi sang anak menjadi seperti saat ini.

Setelah menerima laporan dari sang bodyguard, ia melangkahkan kakinya menuju ruang bawah tanah untuk menemui Mira.

Suara langkah sepatu pantofel terdengar di seluruh ruangan bawah tanah, Gerald berjalan dengan angkuh, jangan lupakan tatapan yang berusaha menahan amarahnya.

Ia duduk di kursi depan Mira, dengan Mira yang tubuhnya di tahan oleh sebuah tali yang melilit di badannya.

"Tuan apa salah saya tuan?" Tanya Mira lirih.

Gerald berdecak, lihatlah bajingan ini, bahkan dengan kondisi sang anak yang seperti itu ia masih tidak mau mengakui kesalahannya.

"Tidaklah kau merasa bersalah?" Tanya Gerald dingin, namun Mira masih kekeh tidak mau mengakui.

Baiklah tidak ada jalan lagi selain Gerald melakukan hal ini, padahal seumur hidup ia tidak pernah melakukannya, dulu ia bertekad tidak ingin mengikuti jejak sang ayah dan kakaknya berbuat hal yang keji, namun sekarang ia terpaksa melakukannya, demi Lio dan keluarganya.

"Aku akan bertanya sekali lagi, apa kau tidak menyadari apa kesalahanmu?" Suara bariton itu kembali menekan suasana gelap ruang bawah tanah.

Tetapi tetap saja, Mira menggelengkan kepala, menyanggah pertanyaan yang terlontar untuknya, keringat mulai membasahi pelipisnya, lantaran rasa takut yang tiba tiba saja datang.

Padahal saat pertama kali Mira bertemu Gerald tidak menunjukkan aura yang menyeramkan, jadi ia dengan percaya diri melakukan perintah dari sang tuan.

"Baiklah, sudah cukup aku bersabar, sekarang tidak lagi...."

"Pejaga..." panggilnya pada sang bawahan.

Mereka semua berkumpul mendengar pangggilan dari tuan mereka.

"Kalian siksa dia sampai dia mengakui perbuatannya, dan satu lagi, tanyakan padanya, siapa orang yang telah memerintahkan dia melakukan semua ini, bahkan jika itu harus membuatnya mati!" Titahnya, lalu berjalan keluar dari sana.

Dapat Gerald dengar suara teriakan memohon ampun dari dalam sana, padahal ia sudah memberikan kesempatan untuk Mira berkata jujur, namun kesempatan itu telah Mira tolak secara percuma. Jadi sekarang, nikmati saja buah dari perbuatan jahatnya.

Gerald keluar dari ruang bawah tanah, matanya menangkap putra keduanya yang tengah berlari ke arahnya.

"AYAH!" teriak Ethan dari jauh, lalu berlari menghampiri Gerald.

"Ayah... adik.... adik...." ucap Ethan tergagap, ia tidak bisa melanjutkan ucapannya, akhirnya memilih menarik tangan sang ayah agar mengikuti langkahnya.

"Ada apa Ethan?, ada apa dengan Lio?" Tanya Gerald beruntun, namun tidak mendapat jawaban dari sang putra.

Ethan berlari dengan cepat, bagaimana pun caranya mereka harus segera sampai ke kamar Lio.

Saat tiba di depan kamar Lio, Ethan membuka pintunya keras, tubuh keduanya terpaku atas apa yang mereka Lihat di dalam kamar.

"LIO!" teriak mereka berdua bersama.

.
.
.
.

"Argh..." suara teriakan itu mendominasi ruangan utama mansion besar Biron, sedangkan yang lain hanya bisa terdiam, mereka juga merutuki kegagalan rencana yang telah mereka buat.

"Aku sudah menyuruhmu untuk segera melenyapkan anak itu Alger, tapi apa..... kau menyarankan hal yang bodoh ini!" Murkanya pada sang anak.

"Ayah jangan hanya bisa menyalahkanku, kau juga setuju untuk melakukan hal ini...!" Sanggah Alger tidak mau di salahkan, ia dalam hati berdecih, bukankah dulu ayahnya telah setuju untuk melakukan ini, tapi lihat, ayahnya itu menyalahkan dirinya seakan di sini dirinya lah yang salah.

"KAU...!" murkanya menunjuk wajah sang anak.

"Sudah berhenti, jangan berdebat lagi, bukankah kau sudah menyuruh orang itu bungkam?" Tanya Darla pada sang suami.

"Tenang saja, aku tidak sebodoh itu untuk membiarkannya membuka mulut!" Jawab Biron enteng.

Memang benar, Biron menyuruh Mira agar tidak membuka mulutnya, Biron mengancam akan membunuh keluarga Mira jika titahnya tidak di turuti, jadi mau tidak mau Mira harus melakukannya, apa lagi Mira membutuhkan uang yang besar untuk penyembuhan sang anak yang terkena penyakit.

"Maka tenanglah, tidak akan terjadi apa pun!" Ucapnya menengahi.

"Ayah, bukankah racun itu akan segera membunuhnya?" Tanya sang menantu Gina.

"Kau tenang saja menantu, sudah pasti anak kecil itu akan segera mati!" Jawab Biron.

Ya, buat apa ia takut ketahuan, lagi pula racun itu sudah berada dalam tubuh sang cucu, walau pun anaknya telah menyadari ada racun dalam tubuh sang cucu, percuma mengobati, karena racun itu akan secara perlahan menggerogoti tubuh sang cucu.

Biron tersenyum senang, sedikit lagi rencananya akan berhasil, walau pun ia harus lebih bersabar untuk menikmati hasilnya.

Ia jadi tidak sabar menyaksikan kematian sang cucu yang menjadi asal dari rusaknya kesempurnaan di dalam keluarga besarnya.

Sedangkan kedua anak Alger dan Gina yang mendengar dari balik tangga terpaku, mereka tidak mempercayai keluarga mereka sekarang, ternyata banyak hal menjijikkan yang keluarganya sembunyikan dari mereka.





Umur udh tua.... tapi hidup masih gini gini aja....
Curhat dikit🙂

Vote and coment juseyo.....🙏🏻

TO BE PERFECT(D.R) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang