Dua minggu telah berlalu semenjak Lio dirawat di rumah sakit, sedangkan kedua kakaknya telah kembali ke luar negeri seminggu yang lalu.
Awalnya kedua kakaknya berencana mengajak Lio agar melakukan pengobatan di sana, namun di tolak oleh orang tua mereka dengan alasan tidak ada yang akan menjaga Lio karena kedua kakaknya sibuk dengan urusan masing masing.
Lio yang semula pendiam menjadi lebih pendiam, terlebih lagi orang tuanya yang jarang berada di rumah karena urusan bisnis.
Hari ini adalah jadwal Lio untuk terapi setelah pulang sekolah, awalnya Lio menolak, buat apa ia ke psikiater jika dirinya tidak gila, namun, karena paksaan dari keluarganya, Lio memilih mengalah dan menuruti semua kemauan orang tuanya, buat apa ia berucap jika hasil akhirnya akan tetap pada pilihan keluarganya.
Dalam konsulnya, Lio hanya sampai 4 pertemuan, tujuannya hanya untuk menghilangkan rasa traumanya pada ruangan sempit, selebihnya Lio tidak mengucapkan sepatah kata pun perihal kecemasan yang ia alami selama ini. Tidak, mungkin Lio berfikir lebih baik jika tidak ada seorang pun yang mengetahuinya walau pun itu sahabatnya.
Seperti biasa, dimulai dengan sarapan bersama kedua orang tuanya, Lio dengan perasaan was was memakan makanannya, entah mengapa rasa takutnya semakin menjadi semenjak dirinya dikurung di kamar mandi.
Ia selalu takut jika menatap mata sang ayah, bahkan suara baritone sang ayah dapat membuat tubuhnya sedikit bergetar.
Ingin rasanya ia bisa terbebas dari rasa takut yang menyesakkan ini, bahkan disetiap malam Lio tidak bisa memejamkan mata, jika sebentar saja matanya terpejam, bayangan sang ayah yang membangunkannya dengan kasar terulang kembali dan berakhir ia mengonsumsi obat penenang dosis tinggi.
"Sepulang sekolah langsung ke rumah sakit Lio!" Ingat sang ayah.
"I iya ayah." Sautnya pelan.
"Maafin bunda Lio, hari ini bunda nggak bisa nemenin kamu terapi, soalnya bunda ada urusan sama teman teman bunda." Ucap sang bunda.
".... iya bun." Jawabnya tersenyum tipis.
Lio tidak sedih atau pun kecewa, karena bukan hanya hari ini keluarganya seperti itu, malahan Lio bisa bernafas lega karena tidak ada beban yang bertengger di pundaknya.
Para sahabat Lio juga tidak mengetahui perihal kesehatan mental anak itu, yang mereka tau hanya Lio masih baik baik saja dan Lio kuat itu saja tidak lebih, karena Lio anaknya sangat tertutup perihal keadaannya dan Lio juga tidak ingin merepotkan orang yang berada di dekatnya.
.
.
.
.Lio telah berada di dalam kelas, lima menit lagi bell sekolah akan berbunyi yang menandakan jam pelajaran akan segera di mulai.
Saat jam pelajaran pertama, guru kimia memberitahukan bahwa akan diadakan harian ulangan untuk menambah nilai rapot.
Ada beberapa yang merengek karena berita tiba tiba tersebut, khususnya para kaum hawa yang protes karena semalam tidak sempat belajar, lain halnya dengan para murid laki laki yang tidak mengambil pusing, namun itu tidak berlaku untuk Lio, anak itu mulai gelisah, bagaimana jika nilainya kecil, ayahnya itu pasti akan menghukumnya kembali.
"Baiklah baiklah, bapak akan memberikan waktu lima belas menit untuk kalian belajar, setelah itu, semua buku harus di kumpulkan di depan meja, setelah selesai ulangan baru bapak kembalikan lagi." Jelasnya.
Setelah mendengar interupsi dari sang guru, nereka semua membuka kembali lembaran yang telah di pelajari, lalu lima belas menit kemudian mereka semua mengumpulkannya di depan meja guru.
Proses ulangan berjalan dengan lancar, tidak ada hal contek menyotek karena memang kelas yang Lio tempati kelas unggulan, mereka semua hanya mengandalkan kapasitas otak masing masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
TO BE PERFECT(D.R) ✔️
Ficção AdolescenteKarya 2 Seorang pemuda yang rela menyerahkan seluruh masa remajanya hanya untuk kebahagian dan ego orang tuanya. Seseorang yang membuat kesalahan didunia ini tidak akan dicintai, sepertiku. Pov. Aku sudah banyak mengemis dalam hidupku. Semakin aku...