TO BE 28

1.7K 187 5
                                    

Sekarang, Lio dan orang tuanya tengah dalam perjalanan kembali ke mansion, Lio duduk di pangkuan sang bunda, Nindira dapat merasakan suhu tubuh Lio yang mulai mendingin akibat tidur.

Selama perjalanan, air mata Nindira sering kali menetes, Gerald menyaksikan keadaan istri dan anaknya dari balik center mirror mobilnya.

Tadi Gerald sempat menyuruh sekertarisnya untuk menghubungi sahabatnya yang bekerja sebagai dokter untuk memeriksa keadaan sang anak, ia takut anaknya memiliki trauma dilihat dari respont sang anak yang menghindari sang istri.

Setelah beberapa jam berkendara, mobil mereka memasuki pekarangan mansion, kedatangan mereka di sambut oleh Daniel dan Ethan, mereka bahkan rela melewati jadwalnya hanya untuk menyambut sang adik.

Ethan menghapiri Nindira yang tengah menggendong Lio, tubuhnya terpaku, langkahnya terhenti saat melihat keadaan sang adik.

"Apa yang terjadi?" Tanya Daniel di tempat.

"Masuklah ke ruangan kerja ayah, nanti ayah akan menjelaskan semuanya." Titah Gerald.

Mereka berdua menurut, mereka berjalan mengekor mengikuti langkah sang ayah,saat pertama kali melihat keadaan sang adik, mereka sungguh terkejut, karena terakhir kali bertemu tubuh sang adik tidak seperti itu.

Mereka tengah berkumpul di ruangan kerja Gerald, mana mungkin mereka akan membicarakan hal serius di ruangan utama, karena seluruh tembok mansion ini mempunyai mata dan telinga, jadi untuk berjaga jaga lebih baik tidak.

Sedangkan Nindira pergi ke kamar sang anak untuk menidurkan si bungsu kesayangan mereka.

"Jelaskan ayah!" Ucap Daniel menuntut.

Gerald menceritakan semua, sebab, alasan, semuanya yang telah terjadi pada kedua anaknya, tangan Ethan mengepal hingga kuku kuku jarinya memutih, sesangkan raut Daniel terlihat menahan amarah.

"Ayah yakin pria bau tanah itu pelakunya?" Tanya Ethan, hilang sudah respectnya pada sang kakek karena kejadian ini, jika memang terbukti bersalah, ia pasti akan membunuh si tua bangka itu dengan tangannya sendiri nanti.

Gerald menggeleng, dalam lubuk hatinya ia yakin bahwa sang ayah lah dalang di balik semua ini, namun tanpa adanya bukti yang jelas ia tidak bisa menuduh seenaknya.

"Oleh sebab itu ayah menyuruh Sam untuk menyelidiki diam diam." Ucapnya.

"Lalu, bagaimana dengan Lio?" Tanya Daniel setelah mendengar penuturan sang ayah.

"Saat adik kalian di bawa ke rumah sakit, mereka mengklaim adik kalian tidak ada masalah, tapi ayah ragu, melihat kondisi adik kalian yang seperti itu, bisa saja hasilnya sudah di sabotasi oleh kakek kalian, oleh sebab itu ayah akan melakukan pemeriksaan untuk adik kalian secara diam diam." Jawabnya.

"Jika si tua itu terbukti melakukannya, aku yang akan menghukumnya dengan tanganku sendiri." Ucap Daniel.

Baru kali ini Daniel bereaksi sampai seperti itu, biasanya Daniel hanya akan bersikap tenang tanpa menunjukkan emosinya.

.
.
.
.

Gerald dan Nindira secara diam diam membawa Lio ke tempat yang telah di janjikan.

Jujur Nindira khawatir, anaknya itu jarang sekali terbangun, walau pun terbangun anaknya pasti lebih banyak diam, tidak seperti sebelumnya yang akan mengoceh jika bersamanya.

Mereka telah sampai di sana kurang dari setengah jam, saat tiba di sana mereka telah di sambut oleh sahabat Gerald.

"Lama tidak bertemu Gerald." Ucap Gani sang sahabat, sekaligus dokter yang akan memeriksa Lio.

"Cepatlah, segera periksa anakku!" Ucapnya pada sang anak.

"Baiklah, lebih cepat lebih baik, ikuti aku!" Ujarnya, lalu berjalan menuju keruangan yang telah di siapkan.

Sesampainya di sana, Gani meminta Nindira untuk membaringkan sang anak di bangkar, lalu mengeluarkan beberapa alat untuk pemeriksaan.

Gani menanyai beberapa hal yang terjadi pada anak mereka, seperti bagaimana awalnya sehingga sang anak seperti ini, atau kenapa hal ini bisa terjadi pada anak sekecil ini.

"Hah, apa kau bodoh Gerald, kenapa kau baru sekarang membawanya untuk di periksa?" Pekiknya marah pada sang sahabat, dengan kondisi Lio yang separah ini mereka baru memutuskan untuk memeriksakan keadaan sang anak? Sungguh orang tua yang buruk, pikir Gani.

"Bukan seperti itu, aku juga baru tau keadaan anakku seperti ini hari ini." Sangkalnya.

"APA?! BAGAIMANA BISA?, orang tua macam apa kalian baru mengetahui keadaan anak kalian saat sudah separah ini?" Tanyanya geram.

"Ada masalah di keluargaku yang mengharuskan agar anak bungsuku tinggal terpisah, tapi aku tidak sebodoh itu untuk membiarkannya jadi seperti ini, ck sudahlah percuma menjelaskannya padamu, percuma berdebat, lebih baik kau cepat periksa anakku!" Titahnya, karena Gerald pikir percuma menjelaskan pada sang sahabat, kalau sahabatnya itu sudah memutuskan.

Gani mendengus, lalu melakukan beberapa pemeriksaan pada tubuh Lio, ia mengambil beberapa sempel, seperti rambut, air liur serta darah, semoga saja diagnosanya salah. Karena jika seseorang sudah menunjukkan gejala seperti yang di jelaskan Nindira tadi pasti hal itu sudah terlambat, tidak ada hal yang bisa mereka lakukan jika memang terbukti dalam tubuh Lio ada sesuatu, sedangkan sang empu masih tertidur pulas tidak terusik sedikit pun.

Setelah mengambil beberapa sample, Gani meminta Gerald dan Nindira untuk duduk di kursi di depan mejanya.

"Hah, aku tidak percaya anak kalian akan mengalami ini, semoga saja perkiraanku salah." Ucapnya.

"Memang apa yang terjadi?" Tanya Gerald.

Nindira hanya bisa meremat jari jarinya, pikirannya yang buruk mendominasi isi otaknya.

"Aku tidak bisa mengungkapkannya sekarang, hasilnya akan aku berikan empat hari lagi. Selama itu, aku harap kalian akan lebih fokus pada kesehatan anak kalian, dan jika ada sesuatu yang tidak di inginkan, segera hubungi aku!" Jelasnya.

Mereka berfikir, sebenarnya ada apa di dalam tubuh sang anak, sehingga Gani yang biasanya akan berbicara tanpa di tutup tutupi lebih memilih bungkam sampai hasilnya keluar.

"Hah, baiklah. Terima kasih, kami pamit pulang dulu." Pamit Gerald, ia menggendong Lio, lalu berjalan beriringan bersama dengan Nindira.

.
.
.
.

Saat tiba di masion, Lio telah bangun, lalu meminta di turunkan, netranya mencari boneka kesayangannya, dimana ia menaruh boneka itu sebelumnya, ia tidak ingat, sebenarnya apa yang terjadi padanya, kenapa ia sering sekali melupakan sesuatu.

Gerald yang melihat anaknya seperti mencari sesuatu pun bertanya.

"Anak ayah sedang mencari apa?" Tanya Gerald sembari mensejajarkan tingginya dengan sang putra.

"Ino..." sautnya pelan.

Gerald mencerna sebentar kata sang anak, setelah terdiam beberapa detik, akhirnya ia memahami kata yang keluar dari mulut sang putra.

"Ah dino?" Tanya Gerald yang mendapat anggukkan dari sang putra.

"Ayo sini ayah gendong, ayah tau dimana dino!" Serunya, ia mengendong Lio menuju kamar sang anak.

Sesampainya di kamar Lio, ia mengambil boneka dino yang terletak di atas ranjang lalu memberikannya pada sang anak.

"Ini dinonya Lio!" Ucapnya seraya menyodorkan dino hijau itu pada Lio.

Lio dengan senang menerima pemberian sang ayah.

"Acih." Ucapnya sembari tersenyum, hati Gerald tersentuh melihat senyuman kecil sang anak, semoga waktu tidak berjalan begitu cepat, karena ia ingin selalu melihat perilaku sang anak yang seperti ini.









Dah lah aku up aja biar cepet endnyaaa 🙂

Pencet gambar bintang, aku maksa 😠

TO BE PERFECT(D.R) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang