Berkali-kali dia memeriksa ponselnya. Memeriksa apa ada pergerakan dari choker di leher Hyunjin yang tersambung pada ponselnya. Namun, nihil. Pencarian Changbin juga sama, tidak ada tanda-tanda Hyunjin di gedung pesta. Bahkan Changbin sampai minta akses ke ruang kendali CCTV, Hyunjin hilang karena pergi ke titik buta kamera. Ini mempersulit pencarian karena tidak ada petunjuk. Belum lagi waktu malam hari dan pencahayaan yang remang di basement.
"Apa perlu kita lapor polisi? Siapa tahu bisa membantu kasus orang hilang, Tuan," saran Jeongin sambil menyetir dalam duduknya. Tidak lupa menoleh ke sana-kemari melihat lalu-lalang orang di jalan berharap Dewi Fortuna kembali memudahkan pekerjaannya.
Mereka masih mencari di tengah waktu malam yang menyelimuti langit. Bahkan bulan di atas sana bersinar lebih terang dari biasanya seolah ikut membantu mereka mencari di kegelapan yang tidak terjangkau lampu jalanan.
"Jangan dulu. Jangan gegabah," gumam Chris kalut di sebelah Si Pengemudi.
"Apa perlu kita beritahu pihak keluarga?" tanya Jeongin lagi. Kali ini menoleh pada atasannya yang terlihat gusar dan gelisah dalam waktu bersamaan.
Chris terdiam sejenak, lalu menggeleng pelan. Cukup dia dan bawahannya yang panik, keluarga mereka jangan. Kecuali Hyunjin nihil satu kali dua puluh empat jam, wajib lapor!
Kira-kira kali ini, ke mana Hyunjin kabur?
***
Hyunjin meringis, matanya terbuka perlahan dan yang dia sadari adalah tangan dan kakinya kembali diikat layaknya diculik beberapa waktu lalu. Beruntung seluruh pakaiannya masih terpasang lengkap membalut tubuh. Setidaknya Hyunjin yakin dia tidak disodomi secara brutal saat tidak sadarkan diri tadi.
"Ngh ...." gumam Hyunjin kesulitan bicara, belah labiumnya dilakban erat. Dulu matanya yang ditutup, sekarang bibirnya.
Astaga, lelucon Chris yang satu ini benar-benar tidak lucu, pikir Hyunjin ketika yang dia lihat ruangan kosong seukuran kamar medium, di mana hanya ada satu jendela tidak bergorden yang menyinari ruangan dengan sinar bulan, tepat terletak di atasnya. Bedanya ini benar-benar kosong tanpa perabotan. Dia saja berbaring meringkuk di lantai bersandar tembok.
Hyunjin berusaha bangun. Baru mengangkat bahu, choker-nya kembali bereaksi. "Mmpph!!" jerit Hyunjin tertahan. Terkejut karena sengatan pelan dari leher ke sekujur tubuhnya. Choker-nya peka akan pergerakan dan kini terus mengalirkan listrik mungkin sampai dirinya pingsan lagi.
Kelereng hitam itu mulai basah dan berkaca, terus mengerang tertahan dibalik lakban yang menutupi mulutnya. Tubuhnya lemas dan sakit. Badannya tidak henti bergetar karena sengatan dari benda sialan itu. Hingga suara pintu terbuka membuat kelereng indahnya melirik. Satu air matanya jatuh ketika sebuah langkah diambil masuk ke ruangannya.
Mana Chris? Siapa dia? Salah satu bawahan Chris? Di mana aku? Batin Hyunjin kalut, setengah menahan sakit.
"Kamu berisik sekali, Hwang Hyunjin," desisnya kesal. Namun, Hyunjin tetap merintih di lantai. Lantas tangannya meraih rahang bawah si manis. "Diam atau—akh!" Refleks dilemparnya kepala itu hingga terbentur tembok di belakangnya ketika merasakan sengatan kecil yang mengejutkan, menjalari tangannya. "Kenapa kamu dialiri listrik?"
Hyunjin balas menatap mata lelaki di depannya dengan isak. Dia kesakitan dan bingung luar biasa. Pipinya makin basah oleh air mata saking tidak tahannya.
Namun, orang itu nekat. Dicekalnya rahang Hyunjin lagi dengan menahan sengatan kecil yang menjalar ke seluruh tangannya. Mendudukkan Si Manis dengan menekannya ke tembok. Tidak peduli napas Hyunjin tercekat karena cekalannya terlalu kuat. Hyunjin berusaha menghentikan isakannya dan mengambil napas dari hidung sebisanya. Setelah sakit dan lemas, sekarang dia sesak luar biasa sampai wajahnya mulai memerah.
Dalam satu tarikan, lengan berotot itu menarik choker di leher Hyunjin hingga terputus berserakan di lantai. Hyunjin memekik perih di sekitar lehernya. Namun, cekalannya dilepas dan Hyunjin berusaha mengambil napas sebanyak-banyaknya juga batuk tertahan ketika tubuhnya kembali menghantam lantai yang dingin.
"Ah, ternyata benda itu. Kalung bodoh sialan," umpatnya sambil menginjak keras benda rapuh itu, lalu berlalu keluar ruangan lagi. Meninggalkan Hyunjin yang mulai tenang mengatur napasnya.
Kelereng hitam itu melirik choker-nya yang sudah tidak berbentuk. Tanpa sadar memanggil-manggil nama Si Pirang dalam hatinya entah berharap untuk apa. Mata kucing itu menyipit menatap benda yang teronggok tidak seberapa jauh darinya. Itu ternyata cuma luarnya yang berbahan beludru hitam. Dalamnya lebih seperti metal lunak yang amat lentur dan berisi banyak rangkaian kecil yang rumit.
Baiklah, Hyunjin bebas dari choker itu, tapi dia malah terjebak di sini tanpa ada yang tahu. Apa maunya orang ini?
Berjam-jam lamanya Hyunjin mencoba menggerakkan kaki dan tangannya dari simpul tali yang amat kencang dan berlipat, sampai empat pergelangannya lecet parah. Oh, ditambah luka di pergelangan kepalanya kalau leher juga bisa dihitung pergelangan. Dari matahari tertidur sampai sekarang mau tidur lagi, orang itu tidak lagi menyapanya. Tidak memberinya asupan apapun dan kini tubuh ramping itu benar-benar tidak bertenaga lagi untuk bergerak.
Bahkan mata Hyunjin sudah merah dan bermata panda karena kurang tidur juga bengkak sehabis menangis kemarin. Pipinya juga terasa lengket karena air mata yang mengering. Kondisinya mengerikan.
Gelap gulita kini menerkam. Bulan tertutup awan, tanpa ada lampu yang menyala. Hyunjin pun memejamkan mata untuk mengambil ide kabur dari isi mimpinya jika saja suara pintu terbuka tidak memekakkan telinga diantara sunyi kegelapan ini. Kelereng hitam itu terbuka tidak kentara, lalu menyipit karena lampu ruangan dinyalakan tiba-tiba. Badannya didudukkan cepat dan lakban yang menutupi mulut ditarik kasar.
"Aw!" Hyunjin mengaduh refleks. Satu tamparan keras mendarat di pipinya hingga ujung bibir berdarah.
"Diam, Hwang Hyunjin. Belum waktunya saya menghabisimu, jadi jangan bikin emosi," ancamnya.
Hyunjin menatap lelaki di depannya dengan tajam. Dia seorang pria yang sudah berumur. Keriput di wajahnya menandakan sudah banyak yang waktu dia lalui di bumi. Kepalanya setengah botak, mungkin karena stress menghadapi zaman. Pakaian serba hitam yang dikenakannya tampak sederhana dan kini berdiri menjulang di hadapan Hyunjin yang mendongak nyalang dibuatnya.
"Apa maumu?" bisik Hyunjin serak. Kerongkongannya kering bahkan tidak berpikir untuk berteriak minta tolong.
"Saya ingin seluruh sahammu," jawabnya penuh minat.
"Untuk apa?" celetuk Hyunjin tenang. Namun, diberi bonus satu tendangan di kepalanya hingga tubuh terpelanting ke samping. Hyunjin merintih pelan. Kepalanya pusing karena pertemuan keras antara tembok dan kaki Si Brengsek Tua itu.
"Masih berani bertanya? Kalau bukan karena kamu, saya gak akan dipecat dari pekerjaan saya," desisnya penuh emosi.
"Apa?"
"Saya di-PHK dari perusahaan tempat saya bekerja karena membuatmu mencabut saham yang sudah kamu tanamkan di sana!" sentaknya dengan nada tinggi. Kentara frustrasi.
Hyunjin mencoba mendudukkan dirinya sendiri, lalu menatap sang pria paruh baya dengan pupil yang membesar dan mata kucing yang melebar. "Kamu manajer keuangan perusahaan MR Corp.?"
TBC
.
.
.
.
.
.
.—by devilbrush.
Don't forget to vomment, 여러분~!

KAMU SEDANG MEMBACA
How to Escape
FanficBebas adalah hak seluruh makhluk hidup. Bebas itu pilihan. Bebas itu prinsip. Maka jika tidak bisa bebas, melarikan diri adalah cara pertama. Biar kuberitahu caranya di sini.