Bab 2

269 39 11
                                    

Elang keluar dari kamar operasi dengan ekspresi khasnya; ekspresi dingin, membuat siapapun yang melihatnya akan merasa ragu untuk menyapa walaupun sebenarnya dia cukup ramah saat disapa.

Gio berhenti tepat di depan Elang dengan napas terengah-engah.

"Dokter, ada polisi yang ingin menemui anda." Ujarnya sembari berusaha mengatur napas.

"Polisi?"

Gio mengangguk. "Pasien yang tadi dokter operasi, dia adalah salah satu buronan yang sedang dikejar oleh kepolisian, maka dari itu ada polisi yang ingin bertemu dengan anda."

Elang menghela napas lelah. Lelaki itu sangat benci saat harus berurusan dengan hal-hal seperti ini.

"Dimana mereka sekarang?"

"Ada di luar ruang operasi dokter."

Elang segera berjalan menuju tempat yang dijelaskan Gio, meninggalkan lelaki muda yang masih berusaha mengatur napasnya.

"Disana dokter." ucap Gio tiba-tiba saat berhasil menyusul Elang.

Mata indah berwarna hitam itu seketika terpana saat melihat seorang gadis dengan rambut panjang berwarna gelap; diikat rapi dengan balutan jaket hitam yang merengkuh tubuh dengan tinggi sekitar 170 centimeter itu.

Wajah kecil itu, mata bening dengan pupil hitam yang terlihat jelas di pandangan Elang benar-benar membuat ingatannya melayang; mengingat kembali sosok wanita yang gagal dia lindungi di masa lalu.

Langkahnya mendekat; matanya menatap lekat wanita yang bersandar di dinding seraya masih berkutat dengan ponselnya, membuat kehadiran Elang tidak terbaca.

"Btari?" Gumamnya lirih saat kakinya berhenti tepat di sisi wanita berjaket kulit tersebut.

Wanita itu menoleh. Tatapan mereka beradu, keduanya diam untuk sepersekian detik walaupun hanya Elang yang menatap wanita itu dengan tatapan sendu, layaknya seseorang yang sudah lama tidak bertemu.

"Ehm... dokter." Gio berbisik, berusaha untuk mengembalikan Elang ke alam sadarnya.

Lelaki itu hanya menghela napas, berusaha mengembalikan fokusnya yang sempat hilang beberapa saat.

"Saya Irene, dari kepolisian" Ucapnya memperkenalkan diri; menunjukkan tanda pengenal polisi yang sebelumnya tersimpan di saku jaketnya.

"Saya Elang, dokter bedah kardiotoraks yang baru saja mengoperasi pasien." Jawabnya ramah, tatapannya tidak bisa beralih dari sosok wanita yang masih berdiri di hadapannya itu.

"Maaf, apa boleh saya mendapat catatan medis pasien?" Irene benar-benar tidak berbasa-basi sama sekali. Dengan tegas, wanita itu meminta sesuatu yang memang seharusnya dia miliki.

"Silahkan ikut saya."

Elang berbalik, membuat wanita bernama Irene mengikutinya untuk menjauh dari ruang operasi.

Elang membawa wanita itu ke ruangannya, ruangan yang hampir tidak pernah dimasuki oleh seorangpun kecuali direktur dan Bima.

"Silahkan masuk." Ucapnya ramah. Deritan halus saat pintu kembali ditutup seakan menjadi pembatas antara mereka berdua dengan dunia luar.

Irene mengedarkan pandangannya ke semua sisi ruangan. Beberapa lukisan lama tampak tergantung, terlihat kontras dengan dinding berwarna putih bersih yang menjadi latar belakangnya.

Pandangan Irene terhenti pada sebuah foto. Foto yang berisi sekitar 8 orang sedang berdiri di depan sebuah rumah sakit kecil.

Wanita itu mendekatkan kepalanya, mengatur fokus matanya pada sosok yang berdiri di sisi ujung paling kanan di antara 8 orang tersebut. Lelaki berkacamata dengan gaya baju klasik khas laki-laki bangsawan tahun 1800an.

Manusia ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang