Extra Part 2

192 30 39
                                    

Tidak ada yang bisa dilakukan seorang manusia saat kehilangan orang yang dicintainya selain hanya bisa melanjutkan hidup sembari berusaha berdamai dengan dirinya sendiri.

Irene baru memasuki rumahnya setelah hampir tiga hari tidak pulang. Kasus perempuan berusia 18 tahun yang hilang entah kemana menjadi fokusnya selama tiga hari terakhir.

Saat wanita itu memasuki rumah, tampak makan malam yang sudah tersedia di atas meja. Irene menghela napas sebelum mendekat ke arah meja.

Dimakan ya Rene, mama baru masak.

Sebuah nota berwarna hijau tertempel di atas tutup panci kecil di atas meja makan yang ternyata berisi sup iga.

Senyuman tipis tergambar di wajah cantiknya setelah membaca pesan sang ibu. Irene mengambil satu sumpit, di gelungnya asal surau hitamnya itu sebelum mengunci rambutnya dengan sumpit yang  baru saja di ambilnya.

Lengan panjang kemejanya ia gulung agar tidak mengganggunya saat sedang makan. Baru saja tangannya akan memindahkan nasi ke atas piring, tiba-tiba suara bel pintu berbunyi, membuat Irene mendesah kesal karena acara makan malamnya terganggu.

Irene beranjak dari duduknya, dengan langkah malas perempuan itu mendekati pintu utama, memastikan siapa yang mengganggu acara makan malamnya hingga terlihatlah sosok Wira di layar monitor kecil yang berada di sisi pintu rumahnya.

"Pak Wira?" Tanyanya pada diri sendiri. "Ngapain malam-malam bertamu?" Lanjutnya mencoba bertanya pada diri sendiri. Tetapi seperti yang seharusnya, Irene tidak akan mendapat jawaban kalau bukan bertanya langsung kepada sosok yang masih berdiri di depan pagar rumahnya.

Irene memutuskan untuk menemui lelaki itu. Tangan kanannya menarik pagar ke arah dalam, membuat sesosok laki-laki yang sepertinya juga baru pulang dari kantor polisi tampak tersenyum canggung ke arahnya.

"Ada apa ya pak?" Tanyanya tanpa basa basi.

"Ehm.. itu..." Wira menggaruk kepala belakangnya dengan canggung. "Mau pinjam dongkrak." Ujarnya kemudian yang mendapat respon bingung sekaligus tatapan penuh tanda tanya dari Irene.

"Saya pulang naik taksi karena sudah dua malam tidak tidur, nah taksi yang saya naiki ban-nya kempes, jadi harus di dongkrak. Sedangkan dongkrak saya di mobil."

Irene menghela napas. "Tunggu disini sebentar pak, saya ambil kunci mobil dulu."

Wira hanya mengangguk. Tatapannya masih mengikuti langkah Irene yang semakin menjauh hingga menghilang di dalam rumahnya.

Tidak berselang lama, Irene kembali keluar. Wanita itu membuka bagasi mobilnya bersiap untuk mengambil dongkrak sebelum Wira melarangnya.

"Biar saya saja yang angkat." Ucap Wira yang masih berdiri di ambang pagar rumah Irene.

Lelaki itu bergegas masuk ke area rumah Irene, di sisi lain Irene justru menepi seolah memberi jalan saat Wira berniat mengambil sendiri dongkrak dari bagasi mobil.

"Kembalikan besok saja pak." Ucap Irene kemudian dengan harapan Wira tidak perlu tergesa-gesa saat menggunakannya.

Di sisi lain, Wira justru berpikir mungkin dia menganggu waktu istirahat Irene, membuat lelaki itu meminta maaf sebelum akhirnya pamit pergi.

"Kenapa minta maaf? Apa dia melakukan kesalahan?" Irene bertanya pada dirinya sendiri yang lagi-lagi tidak mendapat jawaban.

*****

I

rene tetaplah Irene. Jam berapapun ia pulang ke rumah, bisa dipastikan jam delapan pagi wanita itu pasti sudah berada di kantor. Begitu juga dengan hari ini, tepat pukul delapan pagi wanita itu sudah membuka pintu ruangannya.

Manusia ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang