Bab 22

93 27 5
                                    

Elang sedang memacu mobil dengan Irene berada di sisi kirinya. Wanita itu sudah diizinkan untuk pulang, tetapi alih-alih meminta pulang, Irene justru minta di antar ke kantor polisi; wanita itu ingin menemui Sakti.

"Mas." Panggilnya memecah keheningan.

"Dalem cah ayu. Kenapa?"

Irene diam. Jantungnya tiba-tiba berdegup jauh lebih kencang saat mendengar Elang menyebutnya dengan sebutan "cah ayu".

"Sayang, kenapa?" Tanyanya tanpa menoleh saat merasa Irene tidak melanjutkan ucapannya.

"Emm itu.." Irene menggaruk pelan pelipis kanannya. "Aku lupa mau bilang apa."

Tawa Elang seketika tidak bisa lagi ia tahan saat melihat sang kekasih untuk pertama kalinya benar-benar salah tingkah.

"Kenapa? Kok tiba-tiba blank? Efek dipanggil cah ayu?" Goda Elang seraya masih fokus mengemudi.

"Nggak." Elak Irene berbohong. "Emang lupa aja." Lanjutnya masih berbohong, membuat Elang kembali terkekeh.

Sesampainya di kantor polisi, Irene meminta Elang untuk menunggu di mobil. Wanita itu meyakinkan kalau dia akan baik-baik saja walaupun tanpa Elang yang mengikutinya.

"Kamu yakin masuk sendiri?"

Irene mengangguk. Tangannya meraih sesuatu yang berada di dalam tasnya. Sebuah identitas polisi dengan lambang satu bintang yang sangat jarang dia kalungkan di leher, hari itu dengan yakin wanita itu mengenakannya di leher, seolah mempertegas kesiapannya untuk kembali ke rumah interogasi, menemui Sakti.

Dengan helaan napas yakin dan tangan kiri yang masih terpasang plester tanda bekas tusukan infus, wanita yang hari itu mengikat rambutnya berjalan dengan yakin memasuki kantor polisi. Beberapa orang yang berpapasan dengannya menyapa dengan posisi hormat, memperjelas seberapa tinggi pangkat yang dimiliki oleh wanita tersebut.

Irene mendorong pintu ruangan yang bertuliskan tim 1. Tiga orang di dalamnya bergegas berdiri seraya memberi hormat, di sisi lain tatapan Irene terfokus ke satu meja kosong, tempat biasa Sakti berkutat dengan pekerjaannya. Laki-laki periang dan baik hati yang berubah menjadi orang jahat dalam semalam karena ketamakan orang lain.

Irene menghela napas sebelum akhirnya meminta semua orang menurunkan tangannya.

"Aku akan menemui Sakti. Bawa dia ke ruang interogasi." Perintahnya tegas. Wanita itu berjalan melewati tiga orang itu, diputarnya knop pintu ruangan pribadinya sebelum menghilang dibalik pintu.

Tatapannya tertuju ada satu foto di ujung ruangannya. Foto saat kenaikan pangkat Irene yang sebelumnya berstatus Ipda menjadi Iptu. Di samping bingkai yang tergantung itu, ada foto saat Irene menyelesaikan S2 hukum. Lagi-lagi, Sakti, Arnold hingga Rai, tiga orang di tim-nya itu benar-benar yang benar-benar terlihat bahagia menyambut semua pencapaian hebat Irene.

Sakti, laki-laki yang sekarang mengenakan seragam narapidana itu terlihat tampak bahagia saat mengangkat bouquet bunga yang harusnya dibawa oleh Irene.

"Nanti suatu saat, saya juga akan memiliki pangkat yang sama seperti komandan."

Irene tersenyum tipis saat mengingat ucapan sakti yang menggebu-gebu kala kenaikan pangkatnya. Ada rasa menyesal dalam dirinya karena tidak bisa menjaga anak buahnya dengan baik. Di sisi lain, Irene merasa gagal menjadi keluarga bagi Sakti. Wanita itu bahkan tidak tahu kalau nenek dari Sakti sedang berjuang dengan penyakit gagal ginjalnya.

"Maaf ya anak baik. Maaf tidak bisa menjadi keluarga yang baik untukmu." Gumamnya seraya menatap dalam foto Sakti.

Lamunan Irene hancur saat terdengar suara ketukan pintu.

Manusia ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang