Bab 11

132 27 24
                                    

Elang masih setia mengikuti langkah kaki Irene saat menelusuri sebuah gang untuk mencari pemilik dari mobil yang mereka cari hingga akhirnya wanita berambut panjang itu melangkahkan kaki ke sebuah rumah yang berwarna biru.

"Ini rumahnya?" Bisik Elang tiba-tiba, membuat sang lawan bicara sedikit terkejut karena tiba-tiba kepalanya berada di pundak Irene.

"Apa anda bisa menjauh?"

Elang menarik kepalanya canggung saat Irene meliriknya dengan tajam. Lelaki itu mundur satu langkah, membuat dirinya dan Irene berjarak.

Irene menaikkan tangan kanan ke arah bel pintu gerbang, berharap sang empunya rumah berada di tempat.

Elang menunggu dengan resah saat tidak ada satupun orang yang menyahut disaat Irene sudah membunyikan bel beberapa kali.

Tckkkkk

Irene berdecih dengan ekspresi kesal saat tidak ada satupun orang yang keluar. Wanita itu tampak beberapa kali berjinjit, berharap bisa melihat bagian dalam rumah yang tertutup tembok tinggi tersebut walaupun nihil.

Elang mundur beberapa langkah, sedikit menjauh dari Irene. Dilepasnya kacamata yang menjadi penghalang pandangannya sebelum menembus tiap bagian dari rumah dua lantai di hadapan mereka.

"Kosong." Ucapnya santai seraya memasang kembali kacamatanya. Irene menoleh, tatapannya tajam.

"Bisa jadi mereka sembunyi." Ujarnya tidak percaya seolah meragukan ucapan Elang yang tidak berdasar, setidaknya bagi Irene.

"Ya sudah kalau tidak percaya."

"Tunggu..." Irene menarik kaos polo bagian belakang yang merengkuh tubuh atletis Elang.

"Saya harus memastikannya." Ucapnya kemudian, membuat Elang menoleh dengan tatapan tidak mengerti. Lelaki itu tidak mengerti cara seperti apa yang akan Irene gunakan untuk memastikan.

Wanita itu menarik tangan Elang, memaksa lelaki itu untuk mengikuti Irene dengan pasrah tanpa tahu apa yang akan dilakukannya.

"Pinjam tangan anda." Pinta Irene begitu mereka sampai di depan tembok yang berada tepat di sisi kanan pagar.

"Ha?"

Irene memutar bola matanya malas. "Posisikan saja tangan anda dengan kuat dokter." Ucapnya dengan nada malas saat Elang tidak mengindahkan permintaannya.

"Ya mau ngapain?"

Irene mendesah pasrah. Dengan segera, wanita itu menarik tangan Elang, memposisikan kedua tangannya untuk saling bertumpuk satu sama lain.

"Bantu saya naik. Bisa?" Pintanya kemudian begitu Elang sudah memposisikan tangan tepat di depannya.

Elang mendesah saat tahu maksud dan tujuan Irene membawanya mendekati dinding rumah bermotif batu bata merah tersebut.

Elang berlutut, tepat di samping Irene, memposisikan tubuhnya menatap dinding di hadapannya.

"Naik saja." Perintahnya seraya menepuk kedua pundaknya sendiri menggunakan tangan kanan.

"Anda yakin?" Tanya Irene yang seolah meragukan kekuatan Elang. "Saya berat lho dokter." Lanjutnya ragu saat Elang masih terus berlutut di depannya.

"Pundak saya sudah pernah menanggung beban yang jauh lebih berat. Naik saja."

"Memangnya apa yang anda tanggung?"

Elang mendongakkan kepala, menaikkan pandangannya. "Jadi ngecek rumah gak?" Ucapnya kesal yang membuat Irene tersenyum canggung.

Irene mendekat, dengan ragu kaki kanannya dia naikkan ke pundak kanan Elang, begitu juga kali kirinya.

"Pegangan!" Elang memberi peringatan sebelum berdiri dengan posisi Irene menjadikan pundaknya sebagai tumpuan.

Manusia ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang