Bab 24 🔞

205 30 17
                                    

Tidak ada yang benar-benar mudah, termasuk menyeret Raga atas dugaan pemerkosaan dan juga ayahnya yang menyuap dan meminta orang lain untuk mengakui kejahatan yang dilakukan sang putra.

Sang ayah tentu saja berusaha mati-matian untuk melindungi sang putra. Di sisi lain, Sabda yang sekarang benar-benar seperti tidak mengenali semua orang yang ada di sekitarnya.

Ada rasa tidak tega dalam diri Irene, tetapi Elang benar-benar tidak mau mengembalikan ingatan lelaki itu. Bagi Elang, itu adalah hukuman yang tepat setelah 600 tahun berlalu.

"Mas..." Irene menggenggam tangan Elang. Dua anak manusia itu sedang melihat ke sebuah ruangan di salah satu rumah sakit jiwa tempat Sabda dirawat.

"Balikin ingatannya Sabda ya mas? Minimal tentang keluarganya aja. Kasihan dia." Pinta Irene memohon.

Bagaimanapun juga, Sabda pernah menjadi teman baiknya. Lelaki itu banyak membantu Irene di masa lalu saat mereka sedang dalam pendidikan.

"Dia pantas dapat itu." Ucapnya dengan sorot mata serius. "Setelah ini giliran Raga sama ayahnya." Lanjutnya kemudian.

"Kamu mau apain mereka? Udah mas, mereka sudah dipenjara."

Elang menggeleng. "Mereka dipenjara tapi hidup mereka masih bebas. Mas mau kasih kasih tau apa yang dirasain korban, terutama buat Raga. Dia harus tahu rasanya ketakutan setiap hari."

Irene seketika dibuat diam. Wanita itu tidak berani mendebat Elang yang terlihat sangat serius dengan semua yang keluar dari bibirnya. Ya, lelaki itu sedang tidak main-main dengan ucapannya. Hanya dalam hitungan sepersekian detik, Elang sudah menghilang dari sisi Irene. Lelaki itu sudah berada di dalam ruangan yang ditempati Sabda.

Elang tiba-tiba memegang kepala Sabda seraya memaksa lelaki yang sedang duduk itu menatap ke arahnya. Tidak berselang lama, Elang sudah kembali berada di sisi Irene.

Sabda tampak tiba-tiba diam. Pelan lelaki itu menoleh ke arah Irene dan Elang yang berdiri di luar ruangan. Entah apa yang dilakukan Elang, tetapi lelaki bernama Sabda itu melambaikan tangan ke arah mereka berdua dengan tersenyum.

"Mas, kamu apain mas Sabda?" Tanyanya dengan sorot mata khawatir.

"Kamu kan yang minta aku untuk balikin ingatan tentang keluarganya? Aku turutin kemauan kamu. Gak cuma keluarganya, dia bahkan ingat kamu."

Irene kembali menoleh ke arah Sabda. Lelaki itu masih melambai ke arah Irene seraya tersenyum walaupun tatapannya kosong.

"Ow iya, semua urusan neneknya Sakti sudah beres. Aku sudah minta Adrian untuk cari orang yang bisa merawat neneknya selama Sakti di penjara."

"Tolong jangan kasih tahu kalau Sakti dipenjara mas."

Elang tersenyum, tangannya mengusap lembut kepala Irene. "Aman kok, gak akan ada yang bilang."

*****

Apa hal yang paling ditunggu dari sebuah hubungan percintaan? Ya, tentu saja akhir yang bahagia.

Elang tersenyum tipis begitu melihat wanita yang ia cintai selama hidupnya tampak cantik dalam balutan gaun pengantin. Dia tidak membayangkan bisa kembali menikahi wanita yang sama dengan suasana yang berbeda.

Pada saat pernikahan pertama mereka, senyuman milik Btari hanyalah sebuah kepalsuan saat harus berdiri di hadapan ribuan rakyat kerajaan saat itu. Berbeda dengan hari ini, Irene tersenyum dengan sangat tulus begitu melangkahkan kaki memasuki altar, tempat mereka akan kembali mengikat sumpah sehidup semati.

Hanya keluarga dokter Adrian dan keluarga Irene yang menghadiri acara tersebut. Semua berkas pernikahan sudah di urus dengan rapi oleh dokter Adrian. Hari ini hanya menjadi simbol bahwa mereka sudah resmi bersatu sebagai suami istri.

Manusia ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang