BAB 6

201 35 15
                                    

"Bagaimana?" Elang bersuara segera setelah Irene masuk ke dalam mobilnya.

"Diduga perampokan, tetapi anehnya tidak ada satupun barang di rumah yang hilang." Jelasnya pasrah.

"Benar-benar tidak ada yang hilang?"

Irene mengangguk. "Tidak ada satupun barang yang hilang." Ucapnya memvalidasi pertanyaan Elang.

"Apa yang sebenarnya mereka cari?" Gumam Irene pelan.

"Apa anda sedang menangani kasus besar?"

Irene menoleh. Tatapannya sempat beradu dengan Elang sepersekian detik sebelum wanita itu memutusnya.

"Gadis yang hampir melompat dari atas gedung beberapa hari yang lalu, dia adalah salah satu korban bully di sekolahnya. Dia mengalami kerusakan gendang telinga setelah telinga kirinya dihantam dengan keras hingga dia pingsan."

"Lalu kenapa tidak menangkap pelakunya? Apa tidak ada bukti?"

Irene menghela napas lelah. "Sekolah tidak mau berbagi info apapun, bahkan CCTV kelas pada hari kejadian hilang, jadi kami tidak bisa melacak siapa pelakunya."

"Pernyataan korban?" Desak Elang yang seolah tidak terima.

"Kami tidak bisa menangkap seseorang tanpa bukti." Ujarnya dengan nada putus asa.

"Sejauh ini, saya hanya punya satu bukti." Ucapnya ragu, membuat lelaki bernama Elang bergegas memutar tubuhnya nyaris 90 derajat.

"Apa itu?" Tanya Elang penasaran.

Irene menatap Elang dengan tatapan ragu. Manik mata hitam lelaki itu seolah memberi tanda agar Irene menceritakan semuanya.

"Suara pelaku,-" Irene menjeda penjelasannya. Tatapannya masih beradu dengan Elang, seolah ingin memastikan respon seperti apa dari sang lawan bicara sebelum dia menjelaskan lebih jauh.

Elang tidak bergeming. Tidak, lebih tepatnya lelaki itu bahkan tidak memindahkan fokusnya. Tatapannya masih terarah lurus ke manik mata hitam wanita cantik di hadapannya, mempertegas bahwa dia masih sangat antusias untuk menunggu Irene menyelesaikan penjelasannya.

"-korban sempat merekam suara pelaku. Tetapi karena terdapat lebih dari satu suara, saya dan tim sedikit kesulitan untuk mengindentifikasi suara pelaku."

"Boleh saya membantu?"

Irene terdiam. Irene tidak tahu bantuan apa yang dimaksud oleh Elang untuk bisa menyelesaikan masalah kali ini.

"Berikan saya contoh suara terduga pelaku, saya akan mengidentifikasinya."

Irene mengerutkan keningnya sebelum menarik  sudut kanan bibirnya.

"Maaf dokter, bukan maksud saya meremehkan anda. Tapi, tim kepolisian saja cukup kesulitan, bagaimana anda bisa melakukannya?"

"Saya tahu ini terdengar tidak masuk akal, tetapi pendengaranku cukup baik. Izinkan saya mencobanya."

Irene lagi-lagi hanya diam. Manik matanya menelisik ekspresi Elang sebelum akhirnya yang menyetujui permintaan Elang.

Rumah Elang dengan kantor polisi tempat Irene bekerja bisa ditempuh dalam waktu dua puluh menit.

Putaran roda dari kuda besi yang mereka tunggangi mulai ditemani dengan matahari yang sudah mulai bersiap untuk menunjukkan dirinya.

"Silahkan masuk" ucap Elang begitu dia membuka pintu rumahnya.

Irene melangkahkan kakinya, mengikuti sang empunya rumah masuk ke dalam rumah. Langkah itu masih terus mengikuti Elang hingga melewati area ruang tamu sebelum berhenti di sebuah ruangan dengan pintu berwarna coklat muda, tampak kontras dengan dinding berwarna putih bersih di sisi kiri dan kanannya.

Manusia ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang