Bab 18

110 29 17
                                    

Di tengah teriknya siang, Irene yang sedang makan siang beberapa kali tampak menghela napas berat, membuat sang kekasih yang duduk di depannya penasaran.

"Sayang, kenapa?"

"Hmm?" Panggilan dari Elang berhasil menggugah Irene yang sedang larut dalam lamunan

"Kenapa? Ada masalah di kantor?" Elang mengulangi pertanyaannya.

Irene mengangguk. "Pelaku yang mengaku sebagai tersangka pemerkosaan tetap bersikukuh kalau dia yang melakukannya. Aku sudah hampir benar-benar menyerah rasanya." Keluhnya frustasi.

"Kasus Cakra bagaimana?"

"Aku akan membuka semuanya setelah makan siang ini. Hari ini rapat evaluasi untuk kasus yang ditangani tim satu dan dua. Aku akan membuat komandan menyetujui surat perintah penahanan yang aku keluarkan tanpa bisa berkelit lagi." Tuturnya penuh penekanan dengan sorot mata yang tidak kalah tegas.

Elang meraih tangan Irene, menggenggamnya sebelum mengusap bagian punggung tangan dengan menggunakan ibu jari.

"Hubungi aku kalau butuh bantuan." Ucapnya singkat yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Irene.

"Ow ya.. " Elang melepas genggaman tangannya sebelum memberikan sebuah amplop putih yang tersimpan di saku bagian dalam jasnya. "Buat kamu." Ucapnya dengan senyuman penuh arti, membuat sang lawan bicara menatapnya curiga.

"Apa ini?" Tanyanya penasaran.

"Buka aja dulu."

Amplop bertulisan hasil pemeriksaan DNA yang sudah Irene tunggu selama hampir satu minggu terakhir dengan penuh harap-harap cemas.

"Hasilnya apa?"

Elang tersenyum. "Ya buka dong. Gak seru kalau aku kasih tahu." Ucapnya dengan bercanda, membuat Irene menghela napas seolah menyiapkan diri apapun hasilnya.

Flashback

Sepanjang perjalanan pulang dari rumah Bu Asih, dua anak manusia yang berada di dalam mobil hanya terdiam. Rintik hujan memperkuat suasana canggung yang menyelimuti keduanya karena adegan ciuman yang mereka lakukan semalam.

Keduanya sadar saat melakukannya, tetapi masing-masing dari mereka sekarang justru merasa canggung satu sama lain.

"Rene..."

Irene menoleh ragu saat Elang membuka obrolan.

"Yang kejadian semalam ..., saya minta maaf." Elang mengucap maaf dengan ekspresi kaku dan canggung secara bersamaan.

Di sisi lain, Irene bingung harus bersikap seperti apa. Semalam, saat tidak ada penolakan darinya, seharusnya itu sudah cukup menjawab semua perasaan di antara mereka berdua, wanita itu tidak mengira kalau setelahnya akan menjadi sangat canggung seperti sekarang.

"Nggak papa." Irene benar-benar tidak tahu harus memberi respon apalagi tentang kejadian semalam.

Irene menghela napas, seolah sedang mempersiapkan diri saat kepalanya berhasil merangkai sebuah pertanyaan.

"Alasan dokter semalam mencium saya apa?"

Elang menoleh dengan ekspresi terkejut sebelum kembali berfokus pada kemudi. Dalam hatinya, ada rasa bingung bagaimana dia harus menjelaskan perasannya.

"Kalau saya bilang saya suka sama kamu, menurut kamu itu sebuah alasan atau bukan?"

Melihat wajah serius Elang tanpa sadar membuat Irene terkekeh pelan.

"Maaf." Ucapnya di sela tawa. "Wajah anda saat sedang serius cukup menggemaskan." Lanjutnya kemudian.

Senyuman mengembang sempurna di paras ayu Irene walaupun pandangannya sedang ia arahkan ke sisi kiri mobil, membuat Elang hanya bisa melihat sisi kanan wajahnya.

Manusia ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang