Bab 5

221 33 15
                                    

Elang memacu mobilnya, mengikuti mobil Irene yang menembus jalanan sepi di tengah kegelapan malam. Bias-bias dari lampu jalanan sesekali membantu menerangi perjalanannya menuju ke arah perkampungan.

Mobil hitam yang sedari tadi diikuti oleh Elang akhirnya berhenti di sebuah rumah di salah satu jalanan perkampuangan. Rumah sederhana satu lantai bergaya klasik; dibatasi pagar hitam dengan tinggi yang hanya sebatas tinggi orang dewasa. Elang menenangkan mesin mobilnya, membuat lampu mobilnya padam saat mengamati Irene yang sedang berusaha membuka pagar rumah sebelum kembali masuk ke dalam mobil untuk membawanya masuk ke area halaman rumah yang hanya muat untuk satu mobil. Setelah memastikan Irene masuk ke rumahnya, Elang kembali menghidupkan mesin mobilnya bersiap untuk pergi.

Belum sampai lelaki itu memacu gas mobilnya, suara teriakan Irene terdengar jelas dari dalam rumah yang membuatnya bergegas mematikan mesin mobil sebelum berlari hingga melompati pagar rumah Irene yang sudah dikunci oleh sang pemilik rumah.

"Rene! Buka pintunya! Ini Elang." Teriaknya panik dengan tangan yang mengetuk pintu rumah Irene secara tidak beraturan. Lelaki itu terus mengetuk kasar pintu rumah Irene saat wanita di dalam rumah tersebut tidak lagi bersuara.

Dengan cepat Irene membuka pintu rumahnya. Saat Elang masuk, seorang laki-laki berusia 20 tahunan tampak tergeletak di lantai dengan kondisi tidak sadarkan diri. Di bagian perut kanan bawahnya terdapat darah segar yang mengalir dengan kondisi sebuah pisau masih menancap di sana.

"Jagad." Panggilnya panik. Langkahnya mendekat ke arah lelaki yang sedang terkapar tidak berdaya tersebut

"Telpon ambulan sekarang!" Perintah Elang sembari dia coba memeriksa kondisi lelaki yang sedang terkapar itu. Tidak sampai 5 menit, suara sirine ambulan dan juga mobil dari kepolisian terdengar tepat di depan rumah Irene.

"Sepertinya setelah di tikam dia mendapat pukulan pada kepala bagian belakangnya. Sampaikan pada dokter IGD agar melakukan pemeriksaan menyeluruh termasuk MRI kepala." Elang coba menjelaskan keadaan lelaki yang lebih dia kenal dengan nama Jagad kepada paramedis yang bertugas. Sedangkan sang korban sudah berada di dalam ambulan, tentu saja dengan penanganan dari tim medis yang berada di ambulans.

"Maaf, tapi anda siapa?"

"Saya dokter bedah kardiotoraks di Alfa Hospital." Tangannya mengulur, menunjukkan kartu tanda pengenalnya dari rumah sakit.

"Kalau begitu silahkan mengikuti kami." Ucap salah satu paramedis yang dijawab dengan anggukan oleh Elang

"Inspektur, silahkan. Saya antar ke rumah sakit." Ucapnya sembari mempersilahkan Irene berjalan di depannya. Wanita dengan tatapan khawatir dan tangan yang gemetar itu tampak berjalan tepat di depan Elang.

Di sisi lain, polisi sedang melakukan olah tempat kejadian perkara di rumah pribadi Irene.

Irene terlihat hanya diam sepanjang mengikuti ambulan yang ada di depannya. Tatapan nanarnya berfokus kepada ambulan yang mereka ikuti. Tangannya kanannya menggenggam kepalan tangan kiri, memperjelas kekhawatiran dalam dirinya.

"Dia akan baik-baik saja." Elang memecah keheningan. Lelaki itu mencoba menenangkan Irene walaupun itu tidak terlalu berimbas kepada Irene yang tetap menatap cemas ke arah ambulan tanpa merespon ucapan Elang.

Sesampainya di IGD, lelaki berstatus adik dari Irene itu segera dilakukan pemeriksaan darurat. Sebuah tindakan darurat di kamar operasi untuk melepaskan pisau di perutnya tentu saja segera disetujui oleh Irene untuk bisa menyelematkan satu-satunya keluarga yang dia miliki, yaitu sang adik.

Elang hanya bisa menatap iba ke arah wanita yang masih berdiri di depan pintu ruang operasi bahkan setelah pintunya tertutup. Lelaki itu mendekat; mengusap pundak Irene dengan berani walaupun niatnya adalah untuk menenangkan wanita tersebut.

Manusia ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang