Bab 16

117 25 26
                                    

Mengandung unsur dewasa.

Elang meminta tolong Adrian agar ada seseorang yang mengiriminya mobil, walaupun dia bisa terbang, tetapi lelaki itu tidak mungkin membawa Irene dan sang ibu terbang.

Elang duduk di salah satu kursi berbahan semen, tidak jauh di depannya, Irene coba bicara dengan wanita di depannya. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi ikatan batin seorang anak dan ibu memang nyata adanya.

Mungkin Irene memang tidak ada di ingatan bu Asih, tetapi cara bicara hingga tatapannya benar-benar menjelaskan bagaimana seorang ibu harusnya bersikap.

Senyuman tulus hingga tangan yang mulai tampak keriput tampak mengusap lembut setiap air mata yang masih terus menetes membasahi wajah Irene walaupun berusaha dia tahan.

Elang beranjak dari duduknya setelah menerima pesan mobilnya sudah sampai di depan rumah sakit. Lelaki itu meninggalkan Irene dan Bu Asih, berjalan menjauh lalu keluar dari rumah sakit.

"Terimakasih." Elang menerima kunci mobil sekaligus memberikan kunci motor sebagai kendaraan yang akan dipakai lelaki itu kembali ke rumah sakit pusat.

"Rene.."

Irene mendongakkan kepala saat Elang berdiri di sisinya.

"Sudah hampir gelap." Ucapan Elang mendapat respon helaan napas berat dari Irene. Ekspresinya berubah, seolah tidak ingin pulang, setidaknya untuk malam ini.

Untuk pertama kalinya Elang melihat ekspresi manja Irene, membuatnya mati-matian harus menahan senyum saat melihat puppy eyes milik Irene.

"Rumah ibu gak jauh dari sini non, mau kesana?"

"Panggil Irene aja ma." Pinta Irene memelas karena sang ibu sedari tadi terus memanggilnya dengan sebutan "non".

Irene melempar pandangan ke arah lelaki yang masih berdiri di sisi kanannya. Lagi, tatapannya memohon, terlihat cukup menggemaskan di mata lelaki bernama Elang yang sudah menahan rindu hampir 600 tahun lamanya.

"Iya boleh." Ucapnya kemudian seolah mengamini keinginan Irene, membuat tatapan mata sang pemohon berbinar saat mendapat persetujuan dari Elang.

*******

Setelah makan malam, Elang memilih duduk di bagian teras rumah bu Asih. Rumah yang tidak terlalu besar tetapi cukup mewah dan tentu saja sangat bersih.

Di sisi lain, Irene sedang sibuk membantu Bu Asih di dapur, membersihkan alat-alat makan yang baru saja mereka gunakan.

"Non..."

"Irene ma." Sela Irene ketika sang ibu lagi-lagi memanggilnya dengan sebutan non.

"Rene..."

"Nah, gitu kan enak dengernya." Sela Irene sembari tertawa pelan yang juga direspon dengan cara yang sama oleh sang ibu.

"Kamu pacaran sama dokter Elang?"

"Ha?" Responnya bingung. "Nggak ma. Kami cuma kenal saja, hubungan kami tidak se istimewa itu." Jelasnya canggung.

"Nak Irene wanita pertama yang dibawa dokter Elang kesini, bahkan setelah hampir 15 tahun ibu kenal dia."

Irene mengernyitkan dahi. Ada yang janggal dari penjelasan sang ibu.

"15 tahun?" Irene mengulang ucapan sang ibu. "Tapi dokter Elang baru berusia 36 tahun ma, itu artinya mama kenal dokter Elang sejak usia 21 tahun? Dia sudah jadi dokter bedah di usia semuda itu?"

Manusia ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang