Bab 8

140 30 15
                                    

Flashback

Riuh sorak sorai pesta rakyat di seluruh penjuru negeri menyambut kehadiran sang calon ratu yang sudah resmi menyandang status sebagai Gusti Putri, istri dari Wirabhumi yang menyandang gelar yuwaraja.

Alunan gamelan dengan riuh para penari tidak menjadi penghalang Btari untuk meninggalkan acara yang semakin malam justru semakin ramai di pendopo istana.

Sadar sang istri menghilang, Wirabhumi bergegas meninggalkan jamuan yang dihadiri oleh para bhattara Saptaprabhu, pejabat istana hingga para pemimpin daerah dengan gelar Bhre yang masih berstatus keluarga dengan kerajaan.

"Apa istriku di dalam?"

Suara rendah Wirabhumi berhasil membuat seorang wanita berusia 20 tahunan langsung bersimpuh dan menunduk.

"Yang mulia gusti putri ada di dalam." Ucapnya ragu dengan kepala yang masih tertunduk.

Wirabhumi mendesah pelan dengan kedua tangan yang bertaut di belakang tubuhnya.

"Buka pintunya! Aku ingin masuk."

"Tapi Yang Mulia, bukankah seharusnya tidak malam ini anda berbagi kamar?"

Wirabhumi melemparkan tatapan tajam ke arah wanita yang bernama Lasmi itu.

"Siapa kau sampai berani mengatur kapan aku boleh dan tidak boleh bertemu istriku? Buka pintunya!"

Gadis itu tidak berani berkutik. Dengan ragu, wanita itu melangkah mundur tanpa berbalik badan sebelum akhirnya membukakan pintu kamar Btari.

Melihat sang suami yang ada di dalam kamarnya, tentu saja membuat wanita berparas ayu itu membulatkan matanya.

Dengan cepat wanita itu berdiri, menyatukan kedua tangannya di depan dada sembari menundukkan kepala. Tidak ada salam atau apapun yang keluar dari bibirnya, bahkan kalau bisa, wanita itu sangat ingin mengusir penerus tahta yang sekarang menjadi suaminya itu.

"Bukankah sudah kukatakan, berhenti melakukan hal-hal yang tidak kau sukai saat bersamaku. Permaisuriku tidak suka dengan aturan baku istana kan? Jadi kenapa tetap menunduk seperti itu?"

"Hamba sedang melakukan apa yang hamba sukai." Ucapnya dengan nada getir. Entah keberanian dari mana yang membuat wanita itu berani melawan ucapan sang suami.

"Jadi menurutmu melihat tanah yang kita pijak jauh lebih menarik daripada melihat wajah suamimu?"

Btari tidak memberi jawaban. Wanita itu masih menunduk dengan posisi kedua tangan yang dia satukan di depan dada, membuat darah dalam diri Wirabhumi mendidih dengan penolakan yang diberikan oleh Btari.

"Haruskah aku memenggal kepala lelaki itu?"

"Yang Mulia." Ujar Btari dengan kepala yang terangkat sempurna, membuat pandangan mereka beradu.

Wirabhumi menarik satu ujung bibirnya. "Jadi ini cara yang ampuh untuk membuatmu bisa menatapku?"

Wirabhumi menghela napas kasar. Langkahnya mendekat ke arah Btari yang masih berdiri tepat di samping ranjang yang sudah disiapkan khusus untuk mereka berdua.

Wirabhumi mengangkat tangan kanannya, membuat Btari berpaling dengan mata tertutup. Pelan tapi pasti, Btari kembali membuka matanya saat merasa tangan kekar itu menyentuh lembut sisi wajah sebelah kirinya.

"Haruskah aku membunuhnya karena melakukan kejahatan yang sangat besar?" Bisik Wirabhumi dengan sorot mata marah.

"Tidak ada kejahatan yang kangmas Sambara lakukan sampai harus menerima hukuman seberat itu." Ucapnya berani dengan sorot mata penuh amarah walaupun tersirat ketakutan di dalamnya.

Manusia ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang