-16-

894 139 2
                                    

Flames
.

.

.

.

.

.

Kamar itu sudah porak poranda. Para ksatria membongkar barang-barang [Name]. Bahkan mereka merusak semua gaun miliknya, tak terkecuali yang diberikan oleh Regis. Pria itu sendiri tengah berdiri di tepi pintu sembari menggenggam secarik amplop bercap Kaisar.

"Kenapa kalian begitu lamban?!" pekiknya. Para ksatria buru-buru menyelesaikan pekerjaan mereka. Geraldine memeriksa dibalik kasur milik [Name]. Matanya terkejut saat melihat beberapa barang-barang aneh ada di sana.

"Tuan Duke." Regis mendekat untuk melihatnya. Dahinya mengkerut memandangi benda-benda yang terbuat dari logam itu. Ia meraih satu dan memeriksanya dengan teliti. Benda itu berbentuk seperti huruf L yang dimiringkan. Terdapat sebuah lubang kecil di ujungnya dan satu bagian kecil di sudut antara sisi panjang dan pendeknya. Regis begitu penasaran sehingga tanpa sengaja menekannya. Tak lama kemudian terdengar suara letupan yang membuat seluruh ksatria waspada.

Regis sendiri begitu terkejut sehingga melempar benda itu. Matanya melirik ke atas, dimana ujung benda itu mengarah. Sebuah lubang kecil muncul di langit-langit kamar. Begitu melihatnya Regis langsung paham benda seperti apa yang disimpan oleh [Name] itu.

"Ini adalah senjata yang berbahaya," ujarnya. Semua ksatria tersentak saat mendengarnya.

"Tuan Duke, apa ini berarti Nona Spencer?" Regis berjengit. Berusaha menyingkirkan kecurigaannya. Tetapi tak bisa. Semua bukti ada di depannya. Ia tak percaya bahwa selama ini ternyata pelakunya adalah [Name].

Dadanya terasa begitu sesak begitu membayangkan wajah gadis itu. Bagaimana bisa [Name] mengkhianatinya? Dan bagaimana pula dirinya bisa sebegitu bodohnya memercayakan Juvelian pada gadis itu?

"Juvelian?" Mata Regis membulat. Ia ingat dengan jelas bahwa putrinya pergi bersama [Name] ke pasar dua jam yang lalu. Tanpa berpikir yang lain lagi, Regis langsung mengerahkan seluruh ksatria untuk mencari Juvelian saat itu juga.

* * *

Langit petang berwarna jingga. Persis seperti api yang berkobar itu. Terdengar suara riuh teriakan yang terus memanggil nama Juvelian dari luar sana.

Gadis itu sendiri tak percaya dengan yang ia lihat. Kobaran api di sekitarnya itu dan sosok yang ada di hadapannya sekarang. Cairan bening terus mengalir keluar dari matanya. [Name] memandang heran. Padahal bukan gadis itu yang terluka. Tetapi ia menangis seolah dirinya pun merasa sakit.

[Name] sedikit meringis. Tubuhnya terlalu kecil untuk menahan balok kayu yang menimpanya. Darah segar mengalir dari luka di dahinya. Sekuat mungkin gadis itu berusaha menahan reruntuhan agar tidak mengenai Juvelian.

"Putri..., " lirihnya pelan.

"Kak [Name], kau terluka." Juvelian bangkit, berusaha menolong sang dayang. Namun, [Name] segera mendorongnya menjauh.

"Pergilah, Putri. Di sini berbahaya."

"Tidak! Aku tidak akan pergi tanpa Kak [Name]!" pekik Juvelian. Ia merasa begitu cemas melihat kondisi [Name] sekarang. Baginya dayangnya itu adalah orang yang berharga. Ia sangat menyayanginya. Tidak mungkin ia akan meninggalkannya dalam keadaan seperti ini.

Di sisi lain kesadaran [Name] mulai menghilang. Tubuhnya sudah tidak mampu lagi menahan beban berat, sementara Juvelian malah menolak untuk pergi. Padahal api terus menyebar di sekitar mereka. Jika terus berlama-lama, maka tidak satu pun dari keduanya yang akan selamat.

Kill Your Daughter || Regis Adrey FloyenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang