-18-

1.3K 185 8
                                    

Regret
.

.

.

.

.

.

Semua orang berkumpul di penginapan untuk menjenguk [Name] yang tiba-tiba pulang dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Ada tiga orang dokter yang dipanggil untuk merawat luka-lukanya. Melihat gadis itu, para dokter tak percaya bahwa dirinya masih hidup. Apalagi lukanya mengalami pendarahan hebat.

"Nona, bagaimana ini bisa terjadi?"

[Name] tidak menjawab. Ia hanya bisa meringis sembari memeluk bantalnya. Ingin sekali dirinya menangis, tetapi harga dirinya menahannya. Ia harus terlihat kuat di depan para bawahannya.

Sial! Tapi ini sakit sekali. Lebih sakit daripada luka tembakan hari itu.

[Name] terus mengumpat di dalam hati setiap kali dokter menyentuh kulitnya untuk dibersihkan. Ia baru menyadari betapa bodohnya dirinya yang menghadang balok kayu untuk orang lain. Padahal jika dia membiarkan balok itu mengenai Juvelian, maka tugasnya akan langsung selesai. Toh lagi pula kebakaran itu memang di luar dugaan. Sama sekali bukan rencana miliknya.

Meski begitu, [Name] tidak menyesal. Ia tahu betul bahwa saat ini rencananya masih berjalan dengan mulus. "Aku pasti akan dapatkan keduanya," gumam [Name] sebelum akhirnya tertidur lantaran tak sanggup menahan sakit. Saat terbangun, dirinya sudah disambut oleh wajah tampan seorang pria.

"Halo, gadis manisku."

* * *

Regis kembali tersentak mendengarnya. Ia tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. [Name] menyelamatkan Juvelian? Apa maksudnya?

"Juvelle, apa maksudmu?"

Juvelian menatap sang ayah dengan mata yang berair. Tak lama kemudian gadis itu mulai menangis sekeras mungkin. "Ayah, Kak [Name] itu sedang terluka! Kemarin malam dia yang menyelamatkanku. Kalau tidak ada dia, aku pasti sudah mati terbakar. Kak [Name] yang menghadang balok kayu itu agar tidak mengenaiku. Kepalanya bahkan sempat tergores oleh balok lain yang berjatuhan." Kali ini Regis yang mematung mendengar semua ucapan Juvelian.

Cukup lama ia terdiam, sampai akhirnya ia menyadari sesuatu. Regis kemudian bergegas pergi. Ia tak menghiraukan panggilan Max dan Juvelian di belakangnya. Saat ini tujuannya hanya satu. Gedung belakang yang menjadi tempat tinggal para pekerja di kediaman Floyen.

Kakinya terus berlari hingga ia tiba di dalam kamar yang sudah kosong. Melihat tempat itu yang masih berantakan membuat hati Regis terasa nyeri. Di tempat ini kah dirinya membuat [Name] menginap semalam? Sebenarnya apa yang dia pikirkan saat meminta para ksatria menghancurkan ruangan itu?

Sedikit rasa takut melingkupi hati Regis. Ia memutar tubuh dan kembali berlari sekuat mungkin. Tujuannya kali ini adalah halaman depan. Ketika ia tiba di sana, semuanya sudah terlambat.

"Dia sudah pergi sejak tadi siang, Tuan." Itulah jawaban yang Geraldine berikan saat Regis bertanya. Tiba-tiba tubuh Regis terasa tak bertenaga.

Padahal tadi pagi dirinya begitu penuh amarah hingga mengusir [Name] dari rumahnya. Sekarang dirinya merasa begitu frustasi saat mendengar kepergian gadis itu dari kediamannya. Begitu cepat hatinya berubah terhadap [Name].

Geraldine sedikit merasa bersalah melihat pamannya itu. Andai dirinya dapat menghentikan Regis dan langsung mengatakan semuanya. Sayangnya ia telah berjanji pada Erik untuk merahasiakan semuanya. Erik berkata bahwa [Name] sudah cukup dengan perjanjiannya. Gadis itu harus kembali untuk memulihkan diri. Erik tidak ingin majikannya terluka lagi karena terus terlibat dengan masalah Duke Floyen.

Kill Your Daughter || Regis Adrey FloyenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang