-32-

526 85 8
                                    

Be Careful, My Lady
.

.

.

.

.

[Name] membungkuk anggun, sedikit menundukkan kepalanya. "Saya memberi salam pada Permaisuri."

Wanita di hadapannya tidak langsung menanggapi, hanya menatapnya lekat-lekat dalam keheningan. Tatapannya seolah menembus kulit, menilai [Name] dari ujung rambut hingga ujung kaki. Setelah jeda panjang yang terasa menegangkan, Permaisuri akhirnya berbicara. Suaranya tenang dan terkendali, "Duduklah, mari kita nikmati teh."

Keheningan menggantung di udara. Hanya terdengar dentingan halus cangkir porselen ketika [Name] dengan tenang menyeruput tehnya. Meski keduanya duduk berhadapan, tidak ada satupun dari mereka yang memulai percakapan. Namun, tatapan tajam Permaisuri tak lepas dari [Name].

Harus diakui, gadis muda itu memiliki kecantikan yang luar biasa. Namun Permaisuri tahu, Darius tidak memilihnya hanya karena wajahnya yang rupawan. Ada hal lain, sesuatu yang jauh lebih berbahaya dari sekadar penampilan. Permaisuri mengetahuinya dengan baik—[Name] bukan hanya sekadar selir. Ia adalah pembunuh bayaran yang disamarkan, senjata rahasia Kaisar.

Permaisuri berdeham pelan, memecah keheningan. Mata [Name] bergerak, melirik ke arah Permaisuri dengan tatapan yang tajam namun tenang.

"Aku mendengar kabar bahwa kau dulunya adalah dayang Putri Floyen," suara Permaisuri datar, nyaris tanpa emosi.

[Name] hanya mengangguk pelan. Ia tahu ke mana arah percakapan ini akan bergerak.

Permaisuri melanjutkan, nada suaranya lebih rendah namun lebih berbahaya, "Kerja samalah denganku, Nona Spencer. Kita bisa saling menguntungkan."

[Name] tersenyum tipis, senyuman yang tidak menunjukkan kehangatan, hanya sinisme. "Maaf, saya tidak tertarik." Jawabannya keluar dengan ketegasan yang tak bisa digoyahkan.

Namun Permaisuri adalah sosok yang terbiasa mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia tidak gentar dengan penolakan [Name]. "Aku bisa menjamin keselamatan dan kehidupanmu," katanya, suara lembutnya penuh dengan bujukan halus.

[Name] tetap tak bereaksi. Matanya tetap tenang, tak ada tanda bahwa ia tergoda oleh tawaran itu. Permaisuri melanjutkan, mencoba menekankan ancamannya yang terselubung, "Darius... dia adalah orang yang kejam. Jika dia memutuskan kau tidak lagi berguna, kau tahu nasibmu bisa berakhir buruk. Tetapi, jika kau bekerja denganku, aku bisa memastikan kau tetap aman. Putriku adalah pilihan yang lebih baik untuk menggantikan Darius. Bersamaku, kau bisa menjadi lebih dari sekadar selir. Kau bisa menjadi kekuatan di balik takhta."

[Name] menatap Permaisuri, tak terpengaruh. Perlahan, ia meletakkan cangkir tehnya ke atas meja dan membalas tatapan wanita itu dengan intensitas yang sama.

"Kaisar mungkin kejam," katanya dengan tenang, "tapi saya bukan seseorang yang membutuhkan jaminan keselamatan dari Anda. Tidak ada yang lebih berbahaya di istana ini selain saya." Setelah mengucapkan itu, [Name] bangkit, memberi salam, lalu meninggalkan tempat itu.

* * *

[Name] berjalan-jalan di taman. Pikirannya sedang kalut. Ia terus teringat pembicaraan dengan Vassago tempo lalu. Entah mengapa iblis itu tiba-tiba saja ingin membatalkan kontrak mereka.

"Hidup di sini sebagai Duchess pasti lebih baik daripada kembali ke sana hanya untuk mati lagi."

"Kau bercanda? Apa hakmu menilai hidupku? Jangan bicara sembarangan."

Kill Your Daughter || Regis Adrey FloyenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang