-19-

1.2K 194 11
                                    

Apologize
.

.

.

.

.

[Name] sedang sibuk mengurusi ternak, saat beberapa bawahannya tiba-tiba muncul di hadapannya dengan ekspresi panik dan wajah pucat. Mendengar ucapan mereka, [Name] buru-buru kembali ke penginapan.

Memandangi pintu ruang kerjanya, gadis itu jadi merasa gugup. Tapi apapun yang ada di dalam sana harus ia hadapi. [Name] memutar kenop pintu. Begitu benda itu terbuka, nampaklah wajah datar seorang pria menyambutnya. Ekspresi Regis langsung berubah begitu melihat gadis itu masuk.

[Name] mendengus lalu melangkah menuju meja kerjanya.

"Mohon maaf, Tuan. Saat ini bukan jam operasional kami. Silahkan kembali lagi nanti," ucapnya pada sosok di hadapannya. Bukannya pergi, pria itu malah mendekat padanya.

"[Name], aku kemari untuk minta maaf. Tolong maafkan aku." [Name] yang mendengar itu sontak menggeser mundur kursi yang ia duduki. Sepersekian detik setelahnya ia bangkit dan berjalan menuju pintu.

"Saya orang yang sibuk. Silahkan nikmati teh Anda sebelum pergi. Saya permisi."

Selangkah lagi [Name] meninggalkan ruangan itu, tetapi Regis langsung menarik tangannya. "[Name], dengarkan aku dulu. Aku-" Belum pria itu menyelesaikan ucapannya, [Name] dengan kasar menghempaskan tangannya.

"Jangan tidak sopan, Tuan."

Regis terkejut dengan tindakan [Name] barusan. Selama beberapa saat keduanya saling memandang. Sorot mata [Name] begitu dingin dan menusuk. Menimbulkan sedikit rasa sesak di dada. Kata-kata yang tadinya ingin Regis ucapkan, kini tertahan di ujung lidahnya.

[Name] berdecak pelan. Ia kembali meraih kenop pintu dan bergegas pergi dari sana. Semakin lama bersama Regis membuat hatinya terasa semakin sakit. Ia tidak ingin memperlihatkan sosoknya yang lemah pada pria itu.

* * *

[Name] yakin sekali sudah mengusir Regis. Ia pikir setelah menyelesaikan urusannya di peternakan, dirinya bisa langsung beristirahat. Namun, melihat Regis yang masih berdiri di depan penginapannya membuat [Name] terserang sakit kepala.

Gadis itu menarik napas panjang dan memutuskan untuk mengabaikannya. Ia berjalan melewati Regis tanpa menoleh sedikit pun.

"Aku tahu kau marah."

Pernyataan yang tiba-tiba itu menghentikan langkah [Name].

"Aku tidak berharap kau akan langsung memaafkanku. Tapi, aku ingin kau memberiku kesempatan untuk menebusnya."

[Name] mendengus pelan. Ia memutar tubuhnya menghadap pria itu. "Kesempatan? Kesempatan untuk apa?"

Regis dan [Name] saling berpandangan. Pria itu menarik napas dalam-dalam untuk menghilangkan rasa gugupnya. Setelahnya baru ia menjawab pertanyaan itu. "Kau tahu, aku ingin memperbaiki hubungan kita-"

"Hubungan?" Kata-kata Regis langsung dipotong oleh [Name]. "Memangnya kita punya hubungan apa? Kita hanya sebatas pelanggan dan pemberi jasa. Dan itu pun sudah berakhir karena Anda melanggar kontrak."

Regis terdiam mendengarnya. Yang diucapkan [Name] memang benar, tapi dadanya terasa sesak karena hal itu. Padahal ia pikir mereka sudah cukup dekat. Tetapi [Name] dengan tegas menarik batas di antara keduanya.

"[Name], tidak bisa kah kau mendengar penjelasanku dulu?" Wajah Regis nampak putus asa saat memohon seperti itu. [Name] sedikit merasa tak enak hati. Sangat aneh harus melihat seorang Duke Floyen seperti ini di hadapannya.

Kill Your Daughter || Regis Adrey FloyenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang