-36-

426 80 5
                                    

I Love You
.

.

.

.

.

.

Dahi gadis kecil itu panas. Sang ayah menatap khawatir padanya yang terbaring dengan napas sesak di atas ranjang. Pria itu mengusap pelan kepala putrinya.

"Ayah, sakit sekali." Ayahnya tersenyum kecil, walau sedikit khawatir. Pria itu lalu mulai bersenandung, berharap putrinya akan tenang dan tertidur. Ia duduk di tepi ranjang itu semalaman, menjaga sang putri.

* * *

[Name] terbangun dengan air mata membasahi wajahnya. Tangannya meremas bantal, berusaha menahan rasa nyeri di punggungnya yang semakin tajam. Perlahan, ia bangkit dan mencoba menggerakkan tubuhnya yang lemah, namun rasa sakit terus menjalar, membuat setiap gerakan terasa berat dan menyiksa. Panas yang membara di tubuhnya hanya menambah penderitaannya.

Ia menoleh ke arah bulan purnama di luar jendela, memandangnya dengan pandangan yang buram oleh air mata. Ketika mencoba turun dari ranjang, tubuhnya segera ambruk di lantai. Ia duduk terpuruk di samping ranjang, bersandar dengan kepala tenggelam di sisi kasur, tubuhnya terasa lemah dan tak berdaya.

"Sakit...," suaranya nyaris tak terdengar, napasnya terengah-engah. "Ayah... sakit sekali..." Tangannya meremas selimut yang terjuntai dari kasur, air matanya terus mengalir tanpa henti. "Kenapa aku harus mengalami ini?"

Tangisan [Name] semakin keras, tubuhnya berguncang oleh isak tangisnya. "Aku...," suaranya terputus-putus, penuh dengan kesedihan yang mendalam. "Aku ingin bertemu dengan ayah. Aku merindukan ayah. Aku sudah memaafkan ayah. Tolong... datang dan peluk aku..."

Dalam kegelapan, Vassago berlutut di sampingnya. Mata emeraldnya menyala samar di ruangan gelap itu. Tangannya perlahan mengusap air mata [Name] dengan penuh kelembutan, tetapi gadis itu masih dalam kondisi setengah sadar, tidak menyadari kehadirannya. Vassago ingin memeluknya, memberikan kenyamanan, namun suara ketukan di pintu menghentikan niatnya.

Vassago bangkit, menatap ke arah pintu sebelum akhirnya menghilang ke dalam kegelapan, seperti bayangan yang memudar. Tepat pada saat itu, Regis membuka pintu dan masuk ke dalam kamar. Pandangannya langsung tertuju pada [Name] yang terisak di samping ranjang.

Dengan cepat, Regis berlutut di sampingnya, meraih tubuh [Name] dan menariknya ke dalam pelukannya. "Aku di sini, [Name], aku di sini..." ucapnya dengan suara penuh kekhawatiran.

[Name] yang masih dalam keadaan lemah perlahan membuka matanya dan menatap Regis, lalu membenamkan wajahnya di dadanya. "Tuan Duke...," bisiknya dengan suara serak, "Sakit sekali..."

Regis memeluknya erat, mengusap lembut rambutnya, berusaha menenangkan. "Aku tahu, [Name]. Maafkan aku tidak bisa melindungimu," lirihnya, suaranya terdengar tegas penuh rasa sakit melihat penderitaan gadis.

[Name] meremas kain baju Regis, rasa sakit yang terus-menerus menjalari punggungnya perlahan membuat kesadarannya mulai memudar. Regis menatapnya dengan cemas, menarik napas panjang sebelum perlahan berdiri sambil tetap mendekap tubuh lemah gadis itu di pelukannya. Ia duduk di tepi kasur, memposisikan [Name] dengan hati-hati di pangkuannya. Lalu, dengan lembut, ia menyibakkan rambut gadis itu yang menutupi punggungnya yang terluka.

Ada cermin besar di ujung ruangan yang memperlihatkan kondisi punggung [Name] dengan jelas. Saat Regis melihat pantulan di cermin, pandangannya terhenti. Luka-luka di punggung [Name] tampak mengerikan, bekas luka bakarnya masih merah, dengan perban yang menutupi hampir seluruh tubuhnya. Perban itu mulai berubah warna karena darah yang merembes keluar.

Kill Your Daughter || Regis Adrey FloyenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang