23

247 35 5
                                    

Bright memeras kain yang ia jadikan sebagai kompresan dan menaruhnya di atas dahi Win.

Hal itu sudah dilakukan oleh Bright dari sore sampai hampir pagi. Win demam tinggi. Setelah mengganti pakaian Win, Bright langsung mengompres kening Win dengan air hangat dan menyelimuti tubuh pemuda itu hingga sebatas dada.

Bright melakukannya dengan telaten dan penuh kesabaran. Lelaki itu bahkan rela bergadang semalaman untuk merawat Win yang sedang demam tinggi.

Memandang wajah Win yang terlelap, Bright kembali teringat dengan kejadian beberapa waktu yang lalu. Bagaimana netra itu menatapnya lara.

Bright tahu betul bahwa dirinya sudah begitu dalam menyakiti perasaan Win. Lelaki itu juga sepenuhnya sadar jika perbuatan dan sikapnya akhir-akhir ini memang banyak berpotensi untuk menyakiti hati Win.

Ketika melihat tatapan penuh luka yang Win arahkan padanya, Bright merasa tak mampu untuk memandang wajah Win.

Bright tak mau melihat Win terluka.

Terlebih Win terluka karena dirinya, Bright merasa begitu bersalah. Tak dapat dipungkiri juga bahwa Bright ikut merasakan sakit yang sama.

Tangan Bright terulur untuk menyentuh dahi Win, sebuah helaan napas lega Bright terdengar. Suhu tubuh Win sudah turun, kondisi Win sudah jauh lebih baik daripada waktu Bright membawa pemuda itu pulang.

Bergeser sedikit, tangan Bright bergerak menyentuh puncak kepala Win. Bright mengusap lembut surai Win, seakan pemuda itu adalah hal yang paling rapuh dan mudah hancur.

Netranya memandang wajah terlelap Win dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, seolah Win adalah sesuatu yang begitu berharga.

"Maaf ya, Win. Maafin gue karena udah nyakitin perasaan lo. Karena gue, lo terluka."

Bright masih setia membelai surai Win dengan lembut. Bright suka menyentuh puncak kepala Win karena rambut Win begitu lembut di tangannya. Selain itu juga rambut Win begitu harum.

Cukup lama mereka dalam posisi itu, sampai akhirnya Bright bergerak untuk menyingkirkan kain basah di atas kening Win.

Kemudian Bright mendekatkan wajahnya ke arah Win, lelaki itu memandang wajah terlelap Win dari jarak yang sangat dekat.

Kelopak mata Bright terpejam ketika mencium kening Win, cukup lama Bright melakukannya sampai-sampai lelaki itu tak sadar setetes air mata turun dan jatuh di wajah Win.

Entah apa yang sebenarnya terjadi pada Bright, apa yang lelaki itu pikirkan, atau bagaimana perasaanya. Tiba-tiba saja Bright menangis dalam diam.

Air mata Bright tak dapat dibendung, sehingga setelah setetes air matanya jatuh langsung disusul oleh tetesan lainya.

Dirasa tangisannya akan pecah dan tak sanggup untuk dapat dibendung lagi, Bright berjalan ke luar dari kamar Win. Mencari tempat yang bisa digunakan untuk melampiaskan emosinya.

Sekarang pukul setengah dua pagi dan Bright berada di pelataran rumah Win, memandang ke atas pada langit yang gelap. Tak banyak bintang malam ini, bahkan bulan terlihat redup tertutup awan.

Bright sengaja memilih untuk keluar dari kamar Win dan memilih tempat yang jauh. Bright tak mau Win melihat dirinya dalam kondisi yang seperti itu. Cukup sekali ia menunjukkan sisi lemahnya di hadapan pemuda itu, tidak lagi.

Banyak yang Bright pikirkan, dan Bright tak tahu harus bagaimana. Semuanya campur aduk menjadi satu.

Sepertinya semesta sedang menguji dirinya, membuat ia berada di dalam situasi yang sulit. Situasi di mana ia diharuskan untuk memilih.

Bumantara Chandra [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang