Lima

344 50 10
                                    

Win tidak percaya cinta, ia terlalu asing dengan kata itu. Baginya, semua itu hanya omong kosong belaka.

Sempat terlintas di benaknya kenapa harus ada cinta? Kenapa orang bisa jatuh cinta?

Win dibuat bertanya-tanya.

Apa cinta yang mereka miliki dapat membuat mereka bahagia?

Apa yang mereka korbankan untuk mendapatkan kebahagiaan dalam cinta?

Rasa sakit?

Kesepian?

Kehancuran?

Bukankah itu juga karena cinta?

Win memandang ke arah yang ia yakini sebagai sepasang kekasih dari tempatnya berdiri.

Pikirnya entah kenapa berkelana jauh. Dan tiba-tiba nama Bright terlintas dalam benaknya. entah kenapa mendadak ia teringat lelaki itu.

Orang yang memaksa dirinya untuk dijadikan pacar. Win tidak tahu alasan kenapa Bright begitu bersikukuh untuk menjadi kekasihnya. Sebenarnya Win juga bingung.

Dirinya dan Bright tidak bisa dikatakan dekat. Bahkan selama hampir dua tahun di kelas yang sama dengannya, ia dan Bright jarang sekali berinteraksi. Jangankan mengobrol, saling menyapa pun Win tidak ingat apa pernah melakukan itu.

Dan sekarang tiba-tiba lelaki itu mengajaknya berkencan? Apa Bright sudah kehilangan kewarasannya?

Win pikir Bright bercanda.

Ternyata ia ragu.

Melihat bagaimana bersikukuhnya Bright, Win mulai ragu. Tetapi Win bukanlah orang yang bodoh. Ia tidak mungkin sepenuhnya langsung percaya pada Bright.

Win menduga ada hal lain yang Bright sembunyikan.

Tapi apa?

Win sendiri tak tahu. Ia clueless.

Sempat terlintas di benaknya jika benar Bright tulus padanya, apa dia akan membalas perasaan lelaki itu?

Hanya sampai sebatas pertanyaan itu, karena setelahnya Win tidak bisa berfikir lagi. Seakan pertanyaan itu tidak akan bisa terjawab.

Atau tak memiliki jawaban.

Win terhenyak ketika namanya dipanggil,  ia menoleh dan melihat bosnya.

"Win, kamu baik-baik aja? Kenapa diam di sini? Gak enak badan?" tanya Tay pada Win.

"Maaf Bang, saya lanjut kerja dulu," ujar Win seraya pergi ke dapur.

Tay mengangguk pelan. "Kalau kamu gak enak badan, kamu bisa izin pulang. Istirahat, jangan terlalu dipaksa."

Win hanya mengangguk sebelum akhirnya melenggang pergi melanjutkan pekerjaannya.

Tay memandang ke arah Win pergi dengan tatapan sendu. Ia tiba-tiba teringat bagaimana pertemuan pertama mereka.

Kafe yang Tay kelola bukanlah kafe besar, karena ini hanya cabang. Karyawannya pun kurang dari sepuluh orang. Meskipun begitu kafe itu tidak pernah sepi pengunjung.

Dan kenapa Win memanggil Tay dengan sebutan Bang, itu karena permintaan dari orangnya sendiri. Katanya ia merasa tua jika Win memanggil dirinya dengan sebutan Pak atau semacamnya.

***

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, dan itu waktunya untuk kafe tutup dan semua karyawan pulang.

Win mengemasi barang-barangnya dan bersiap untuk pulang. Ia berjalan menuju  parkiran di mana sepedanya berada.

Tempat kerja dengan letak rumahnya tidak terlalu jauh, jadi masih bisa digapai menggunakan sepeda. Berbeda dengan jarak dari rumah ke sekolah yang lumayan jauh, sehingga mengharuskan ia menaiki transportasi umum.

Bumantara Chandra [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang