Dua belas

262 37 12
                                    

Setelah kepergian ayahnya, Win masuk ke dalam rumah dengan perasaan campur aduk.

Apa Win merindukan sosok itu?

Jawabannya adalah tidak tahu. Ia tidak bisa membedakannya. Entah karena sudah lama atau karena sudah terlalu terbiasa tanpa sosok itu.

Hanya perasaan asing yang paling terasa. Hal yang membuat Win tak bisa melihat pria itu adalah karena ia akan teringat mendiang ibunya.

Bagaimana sedih dan terlukanya wajah ibunya ketika dia memutuskan untuk berpisah. Di mana ia selalu melihat ibunya pulang dalam keadaan lelah.

Win harus menyaksikan bagaimana perlahan tubuh rapuh ibunya semakin kurus dan sering sakit-sakitan. Meskipun ibunya menyembunyikan bagaimana kondisi tubuhnya, Win tetap tahu. Ia bukan anak kecil yang bodoh.

Ia bisa melihat perubahan apa saja yang terjadi pada tubuh ringkih wanita itu.

Saat itu hanya ada ia dan ibunya. Hanya berdua. Tanpa sosok ayah yang seharusnya berperan sebagai pelindung. Di saat seperti itu Win tak merasakan sosok itu.

Bahkan hingga ketika di mana ibunya dimakamkan Win tidak melihat sosok itu. Lalu alasan apa yang Win miliki untuk kembali pada pria yang menyebut dirinya sebagai seorang ayah?

Jika ingatan tentang sosok itu hanya berisi rasa sakit. Bagaimana rasanya dibuang, bagaimana rasanya tidak diinginkan.

Win menyebut pria itu ayah, tapi ia belum pernah merasakan perannya sebagai sosok seorang ayah sepenuhnya dari pria itu.

Hanya lima tahun.

Terlalu singkat untuk dapat diingat dari anak kecil berusia lima tahun. Kerena setelahnya hanya ada luka jika mengingat tentang sosok ayahnya.

Win membuka laci lemari dan mengeluarkan selembar foto. Sebuah foto seorang wanita cantik dengan anak laki-laki di sampingnya. Di dalam foto itu mereka berdua tersenyum seolah tidak ada hal yang perlu mereka takuti. Seolah  mereka sanggup menghadapi kejamnya dunia walau hanya berdua. Tanpa sosok pelindung yang biasa orang sebut ayah.

Bagi Win, ibunya adalah sayapnya. Orang yang selalu siaga melindunginya dari apa pun. Sosok yang mampu membawanya terbang mengenal dunia luar. Wanita paling bijak yang pernah Win temui.

Saat semesta merenggut satu-satunya alasan ia bertahan hidup. Win merasa dunianya runtuh, hancur menjadi puing-puing debu yang hilang tertiup angin. Habis tak tersisa.

Sayapnya patah.

Win kehilangan sosok pelindungnya.

Pemuda itu kehilangan alasan untuk hidup.

Di saat seperti ini ia membutuhkan sosok yang dapat menguatkannya. Sosok yang mampu menjaganya. Sosok yang mengatakan bahwa ia tidak sendirian dan semuanya akan baik-baik saja.

Win sangat membutuhkan sosok itu.

Namun, Win tidak mendapatkannya saat itu. Ia dipaksa menerima kesedihan itu sendiri. Jika bukan karena perkataan ibunya untuk bertahan hidup meski tanpa dirinya, mungkin Win sudah menyusul wanita itu.

Bahkan ketika Win berada dalam titik terendahnya, di saat kondisi pemuda itu benar-benar terpuruk. Ia tidak merasakan kehadiran dari sosok pria itu.

Satu tetes air mata Win mengalir membasahi pipinya. Ia memandang foto itu dengan tatapan penuh kerinduan.

Ia merindukan ibunya, sangat.

Dunianya hancur setelah sosok itu pergi.

"Bunda, Win rindu bunda," ucap Win lirih seraya mengusap foto itu.

Bumantara Chandra [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang