Empat

357 50 7
                                    

Bright melajukan motornya dengan pikiran yang bercampur aduk. Jujur ia sendiri pun bingung perasannya, lelaki itu tidak mengerti dengan apa yang ia rasakan saat ini.

Ucapan Gulf tanpa diminta selalu menggema di telinganya. Bright akui bahwa apa yang sahabatnya itu katakan sepenuhnya benar, ia bahkan tidak mampu menemukan celah untuk membela diri.

Ego.

Entah egonya yang terlalu tinggi atau karena perasaannya, tetapi yang jelas ia tak mau melepaskan Win. Ia tak ingin jauh dari pemuda itu.

Semacam ada magnet kuat yang membuat dirinya ingin mendekat dan semakin dekat dengan Win.

Bright bisa saja menyetujui ucapan Gulf, ia bisa saja mengakhiri dare ini. Namun, ia memilih untuk tidak melakukan itu.

Jika seandainya ia mengakhiri dare itu, lalu dengan alasan apa agar ia dekat dengan Win?

Sahabat-sahabatnya pasti akan menyimpulkan seenak jidat mereka sendiri.

Bright masih ingin terus bersama Win.

Bright sendiri tak tahu perasaan apa itu, masih tidak jelas dan abu-abu.

Terlalu dini untuk disimpulkan.

Bright memutar stang motornya menuju tempat favoritnya.

Sebuah danau kecil yang masih terlihat asri tanpa campur tangan manusia. Bright duduk di atas rumput, sesekali tangannya meraih batu untuk ia lemparkan ke danau hingga membuat gelombang kecil.

Di tempat ini Bright selalu merasa tenang, sebesar apa pun masalahnya ia datang ke tempat itu. Dan ajaibnya semua pikiran yang memberatkannya seolah menguap. Hilang entah ke mana.

Bright merebahkan dirinya di atas rumput, memandang langit biru yang indah. Lelaki itu bahkan memerhatikan awan yang bergeser karena angin.

Andai kamu di sini.

Bright memejamkan matanya, mencoba menyingkirkan beban pikirannya.

***

Win merebahkan tubuhnya, sekedar melepas penat setelah seharian bekerja di kafe sebagai pramusaji di sana. Ia harus menghidupi dirinya sendiri.

Meskipun gaji yang ia terima tidak seberapa, tetapi itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhannya.

Win melirik ke arah jam dinding yang saat ini menunjukkan pukul sepuluh malam. Hari ini begitu banyak pengunjung sehingga Win dituntut untuk lebih cekatan dan hasilnya ia kelelahan.

Pemuda itu bangkit untuk mengambil sebuah bingkai foto, di sana ada gambar seorang Wanita cantik. Win tersenyum lembut seraya mengelus foto itu.

Bunda, Win rindu.

Apa di sana bunda juga merindukan Win?

Win pengen ketemu bunda, tapi ini udah malam.

Win mencium foto itu, obat dari segala lelahnya.

Rumah kecil itu hanya dihuni oleh Win. Tidak ada orang lain selain dirinya. Ia sudah terbiasa dengan sepi, ia sudah bersahabat dengan sunyi.

Win sudah merasakan bagaimana kejamnya dunia, ia sudah merasakan bagaimana sulitnya hidup.

Bahkan, ia sudah pernah merasakan hal yang paling menyedihkan.

Win sudah ditempa oleh beratnya hidup sehingga menjadi pribadi yang kuat.

Saat sedang memandang langit-langit kamarnya tiba-tiba nama Bright melintas di benak Win. Sejujurnya Win sendiri pun tidak tahu alasan kenapa Bright mendekatinya. Win tak mengerti kenapa lelaki itu bersikukuh untuk menjadikan dirinya pacar.

Bumantara Chandra [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang