Empat Belas

266 37 9
                                    

Bright mengerjapkan matanya sebelum akhirnya membuka mata. Di sampingnya sudah kosong, Win sudah lebih dulu bangun. Lelaki itu merenggangkan tubuhnya sebelum bangkit dari tempat tidur.

Berjalan ke kamar mandi yang letaknya di belakang, Bright mencium aroma masakan yang lezat. Di sana Bright melihat Win sedang sibuk menumis bumbu.

Letak dapur dan kamar mandi yang berdekatan membuat Bright sementara melipir ke dapur.

"Harum banget, masak apa?" tanya Bright seraya mengintip masakan yang Win buat dari balik punggung Win.

"Nasi goreng," jawab Win seadanya, tangannya sibuk mengulah nasi goreng agar tercampur merata dengan bumbu.

"Wah kelihatan enak banget, jadi laper." Bright mengelus perutnya seraya tertawa pelan.

"Lebih baik lo mandi dulu, abis itu sarapan, nasinya juga belum matang."

"Siap chef!" Bright membuat gerakan hormat pada Win, lalu setelahnya pergi ke kamar mandi.

Setelah mandi, Bright pergi ke ruang depan. Di sana sudah ada Win dengan masakan yang Win hidangkan. Ada nasi goreng dan telur dadar yang terlihat menggoda untuk dimakan. Juga ditambah kerupuk sebagai teman.

Rumah Win tidak memiliki ruang makan. Bahkan ruang tamu atau biasa dibilang ruang depan Win tidak ada kursi. Alasan kenapa Win tidak membeli kursi adalah karena selain membuang uang, bangunan itu terlalu sempit untuk menampung furniture itu.

Lagi pula tidak akan ada tamu yang datang. Untuk apa membeli sesuatu yang nantinya tidak berguna.

Jadi ruang kecil itu hanya dialasi tikar.

Tidak ada televisi.

Awalnya Bright juga terkejut ketika masuk ke dalam rumah Win. Berbeda dengan tempat tinggalnya yang bisa dibilang mewah dan memiliki furniture lengkap.

Rumah Win benar-benar kosong. Jika itu barang elektronik Bright bisa maklum. Tetapi, dari figuran bahkan hingga foto, rumah itu tidak memilikinya. Dinding tampak kosong.

Win benar-benar definisi bertahan untuk hidup bukan menikmati hidup.

Agak miris ketika Bright menemui fakta itu. Namun, di sisi lain rasa kagumnya pada Win semakin besar. Entah sebesar apa masalah yang Win hadapi, seberat apa permasalahan yang Win alami, setidaknya Win masih mau bertahan.

Dan Bright bersyukur karena Win tidak menyerah.

"Sarapan dulu, Bright. Katanya lo laper," ujar Win ketika melihat Bright yang hanya berdiam diri dan memandang dirinya.

Bright tersadar dari lamunannya, lalu mendekat dan duduk di samping Win. Lelaki itu mencentong nasi dan lauk kemudian makan dengan lahap.

"Ini enak banget, Win," puji Bright dengan mulut penuh nasi goreng.

"Telan dulu, baru ngomong."

Bright hanya tersenyum dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Setelah selesai makan, Bright mengambil piring kotor bekas makan mereka dan mencucinya. Win awalnya melarang Bright melakukan itu, tetapi Bright bersikeras untuk mencuci piring dengan alasan ia ingin merasakan bagaimana rasanya mencuci piring kotor. Karena sebelumnya Bright tidak pernah melakukan pekerjaan itu.

Win sebenarnya merasa tidak enak pada Bright, karena bagaimanapun Bright merupakan tamunya. Tidak seharusnya tamu melakukan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh tuan rumah. Terlebih ibunya selalu mengajarkan untuk menghormati tamu.

Namun, Win tidak bisa berbuat apa-apa ketika Bright bersikeras pada keinginannya. Jadi, Win hanya membiarkan Bright melakukan apa yang lelaki itu inginkan.

Bumantara Chandra [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang