Setelah berkeliling di mall sendirian begini jenuh juga. Aku pikir akan lebih baik jika aku segera pulang.
Tapi tunggu dulu makanan pesananku tersaji. Rasanya lapar juga.
Tiba-tiba saja suara dering handphoneku berbunyi. Ku lihat nama yang tertera di layar.
"Dia lagi" batinku saat ku lihat. Namun tidak terasa sebuah perasaan senang datang begitu saja, hingga sebuah senyum terulas di wajahku." Hallo" sapa ku.
" an, kau sedang apa ?" Tanya nya di sebrang sana.
" menunggu makanan. Kenapa memang ?"
" memangnya kamu dimana ? Emang belum pulang kerja ??" Tanya nya lagi.
Aku tersenyum, dan jiwa usil ku mulai muncul " belum, ada sedikit kerjaan yang belum beres, jadi belum pulang."
" Oya ?" Tanya nya seperti tidak yakin.
" ya. Memangnya kenapa ?"
" aku akan menemani mu "
" apa ?" Tidak lama kemudian seorang pelayan datang memberikan sebuah bungkusan yang sudah aku pesan.
" aku temani." Ucapnya sedikit berteriak." Apa kau dengar ? Aku akan menemanimu."
" gak usah. Aku bisa sendiri." Tolak ku. Entah kenapa aku mulai merasa cemas.
" sayang nya, kmu gak bisa nolak. Aku udah di depan kmu." Jawab nya.
" apa ?" Aku refleks melihat ke depan. Dan aku terkejut, melihatnya menjulang tinggi di depan ku dengan senyum mengejek.
" sudah mulai nakal ya ?" Ucap nya sambil menyentil ringan dahi ku. Seulas senyum itu aku lihat kembali. Senyum yang entah kenapa mampu menghangat kan hati ku.
" Sejak kapan ?" Hanya kata itu yang sanggup aku ucap Karena rasa malu ku. Niat nya mau ngerjain orang, eh malah ketauan.
" dari tadi kali. Dari kamu muter-muter sendirian gak jelas. Sampe kamu pesan makanan. Tadinya aku mau kagetin kamu pas di resto tapi malah di bungkus." Dia melirik kantong makananku "pesan nya cuma satu lagi." Dia mendelik tidak senang padaku.
" tapi aku juga gak akan sanggup buat habisin makanan ini. Porsinya sangat banyak" ringis ku.
" yakin ? Tadi pagi aja ketoprak nyampe bersih banget gak ada sisa."
Kenapa juga harus dibahas ? batinku.
" bukannya kita makan berdua ya ? aku gak habisin sendirian kan ?" terangku tak mau kalah.
Kak Vero hanya nyengir, ya dia adalah Vero. Laki-laki yang akhir-akhir ini sering menemaniku layaknya suami siaga. Aku akui kak Vero mampu membuat mood ku membaik, dan mampu membuat ku tenang. Nyaman dan merasa jika aku masih punya harapan setelah kematian mendiang suamiku.
Terkadang aku berpikir, kenapa harus dia yang hadir menemani ku. Kenapa bukan Alvin yang membuatku nyaman dan merasa senang. Bukan kah Aldo sendiri yang menginginkan jika aku dan Alvin menikah ? tapi kenapa aku tidak bisa merasakan sedikit saja perasaan nyaman ketika dengannya.
Sangat berbeda saat aku bersama dengan Vero. Laki-laki jangkung yang kini sedang berjalan disamping ku ini, mampu membuat ku nyaman saat berada di sampingnya, membuat ku tersenyum saat aku tidak baik-baik saja, dan mampu membuat ku tersenyum hannya dengan mendengar suaranya.
Mereka berdua memberikan hal yang berbeda padaku.
" kamu bareng aku saja, aku bawa mobil." suaranya membawaku kembali pada kenyataan.
" oke."
Setelah melalui perjalanan elama setengah jam akhirnya kami sampai di rumahku. Seperti biasa, Vero akan duduk tanpa dipersilahkan terlebih dulu.
" cepat dong, aku laper." pinta nya sambil mengelus perutnya.
" sebentar, aku ambil piring dulu." Aku pun segera pergi ke dapur mengambil tiga wadah dan tiga sendok.
" kayak nya enak nih ?" serunya sambil membuka bungkusan dan menuangkannya kedalam piring.
" kakak emang beneran belum makan ?" tanyaku memastikan.
" ya lah. emang kamu pikir aku ngikutin kamu lebih dari satu jam sambil makan gitu ?"
" siapa tahu kan, kakak ngikutin aku sambil nyemil burger atau apa gitu."
" sudah, jangan banyak bicara, cepetan makan. kamu juga pasti lapar." Kak Vero langsung memasukan satu suapan penuh kedalam mulutnya. Suapan yang besar menurutku, lalu ia kembali memasukan suapan kedua dengan besar yang sama. Dan seterusnya hingga ia kembali mengambil makanan dan menyuapkannya lagi. " kamu gak makan An ?" ucapnya dengan mulut yang penuh makanan.
Entahlah, tiba-tiba saja perutku merasa kenyang melihatnya makan dengan sangat lahap begitu. " lapar sih. Tapi tiba-tiba saja jadi kenyang."
" aku suapi lagi ?" Kak vero tiba-tiba saja mengambil satu sendok makanan dan mengarahkannya padaku. Bermaksud untuk menyuapi ku lagi seperti tadi pagi.
" gak kak, aku bisa sendiri. " cepat- cepat aku mengambil makanan dan memakannya. Aku tidak mau ada orang yang melihat adegan itu di saat kami ada dalam satu rumah. Yang ada pasti mereka akan bergosip dan ber pikir negatif tentang kami. Akan lebih baik menjauhi masalah dari pada menimbulkan masalah.
setelah beberapa menit, akhirnya aku bisa makan walau hanya sedikit makanan yang masuk. KAk Vero juga membantu ku dengan membelikan jus jeruk yang sedikit asam namun manis dalam waktu yang bersamaan. yang juga lumayan membantu ku untuk menelan makan.
" bukannya tadi pagi kamu baik-baik saja? kamu juga tidak memuntahkan ketoprak nya kan ?"
" gak lah kak. tadi pagi aku baik-baik saja. " Dengan susah payah aku menahan ras mual yang mulai membuat ku ingin muntah lagi. tapi cepat-cepat aku meminum jus jeruk lagi dan membuat ku sedikit lebih baik.
" kau baik-baik saja ? apa kita ke dokter saja ?" tawarnya.
" gak usah, obat anti mual dari dokter masih ada."
" dimana, biar aku ambilkan."
" di kamar. Di atas meja dekat jendela. " dengan segera, Kak Vero pergi ke lantai atas untuk membawa obat.
Tidak berapa kemudian, kak vero atang dengan keresek obat di tangannya.
" ini, yang mana ?"" yang itu." tunjuk ku pada sebuah obat dengan bungkus berwarna merah muda.
ku lihat kak Vero tertunduk, wajahnya juga tidak secerah tadi saat pertama datang. " kau kenapa ?" kak Vero tidak menjawab dia hanya menatap piring kotor yang ada di atas meja lalu membereskannya dan membawanya ke dapur. Dia pergi tanpa berkata apapun." An , aku pulang dulu. kamu jaga diri bak-baik."
" ya, terima kasih kak." dia pun pergi meninggalkan rumah ku. meninggalkan ku kembali dengan kesepian.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Turun Ranjang
Non-FictionHarusnya aku tau , jika selama ini dia tidak pernah menganggap ku ada. Harusnya aku mengerti bahwa yang di inginkan nya bukan lah aku. Mungkin takdir sudah mengingatkanku untuk tidak berharap memilikinya. Tapi takdir juga telah mempermainkan ku ke...