" ah, senang nya bisa kembali ke rumah " desah Ivy ketika ia memasuki rumah nya.
Vero dengan setia mendorong kursi roda Ivy , tidak mengijinkan siapapun untuk mendorong nya selain dirinya. Dia sangat protektif pada ibunya yang baru saja keluar dari rumah sakit.
" Apa ibu senang ??"
" apa kau bodoh ? Tentu saja ibu sangat senang kembali ke rumah. Di rumah sakit membuat ku merasa tidak berguna dan patah semangat." Selama 3hari Ivy menjalani perawatan di rumah sakit. Selama itu juga ia banyak menggerutu merasa bosan dan ingin pulang, meski dokter mengatakan jika kondisinya belum benar-benar pulih untuk pulang.
" ibu, ingat kata dokter. Jaga pola makan ibu. Jangan makan sembarangan lagi, dan kurangi aktifitas di luar rumah."
" kau sungguh menyebalkan. Dasar anak kurang ajar, apa kau ingin aku mati berdiri?"
" jangan bicara seperti itu Bu. Kau tidak akan mati berdiri hanya karena menjaga pola makan dan banyak diam di rumah."
" oh, aku masih ingin bebas menikmati hidupku." Keluh nya. " kau tahu, bertahun-tahun aku mengabdikan hidupku untuk membantu perusahaan dan sekarang sudah waktunya aku pensiun, rasanya menyedihkan sekali. Tidak ada yang bisa aku lakukan sekarang."
" ibu percayakan saja perusahaan pada ayah dan para pegawai."
" baiklah, kalau begitu apa yang harus ibu lakukan setelah ini ?" Ivy menatap riang dengan mata berbinar.
Vero merasakan sesuatu yang aneh, kepalanya mulai waspada dengan ide-ide yang akan di katakan oleh ibunya. " mungkin kita bisa mulai dengan mengantar ibu berbaring sambil menunggu makanan datang." Vero segera mendorong kursi roda itu ke kamar ibu nya. Meski ibunya berteriak meronta tidak ingin berbaring di kamarnya, tapi hal itu tidak membuat Vero berhenti melangkahkan kakinya menuju kamar ibunya.
*****
" Ya, kau urus juga yang lain, aku belum bis mengurus semuanya." Vero menutup wajahnya dengan sebeab tangannya. Dia merasaknah dan jenuh dalam waktu bersamaan.
" ya pak. Saya akan mengushakn yang terbaik di tender selnajutnya." Jawab Ridwan di sebrang sana.
Siang tadi Ridwan gagal mendapatkan tender penting bagi perusahaan. Bukan nya ia kurang kerja keras, hanya saja tender dan proposal yang di ajukan kurang cocok. Terlebih lagi lawan memiliki potensi yang mencukupi untuk menghendle pekerjaan tersebut.
Akhirny Vero hanya bisa pasrah. Sekarang dia hanya Perlu mengembangkan usaha yang ia rintis bersma dengan Alvin. Agar ia bisa membuktikan pada keluarganya jika ia mampu untuk mendirikan sebuah perusahaan tanpa tergantung pada keluarganya.
Karena terlalu jenuh ia pun pergi ke kamar mandi untuk mendinginkan kepalanya.
" Vero, di mana anak itu ?" Ivy berteriak meneriaki anak nya yang tak kunjung datang." aku bosan, aku ingin jalan-jalan."
Apa boleh buat, tubuh nya masih lemah dan ia tidak bisa berbuat apapun dengan tubuh yang lemah ini. Dengan pasrah ia pun hanya mampu menikmati istirahat panjang nya di dalam kamarnya.
" seandai nya aku punya teman bicara di rumah ini." Ivy meracau, berandai-andai jika ia memiliki seorang anak perempuan yang menemaninya, atau seorang menantu perempuan yang akan ada di sisi nya meski hanya untuk menemani nya. " kapan anak nakal itu akan menikah ?" Tiba-tiba saja isi kepala LIvy di penuhi dengan pkiran-pikiran llmenjodoh kan Vero dengan anakll-anak teman nya. Dia memiliki geng sosialita yang memiliki anak perempuan yang cantik-cantik. Vero pasti tidak akan menolak nya. Dengan segera Ivy membuka hape nya dan menelpon teman-teman sosialita nya.
*****
Vero duduk termenung di depan komputer di kantornya. Ssetelah tiga hari ia tidak masuk kerja, di tambah dua hari ia diam di rumah menjaga ibunya, akhirnya ia memutuskan untuk masuk bekerja setelah lima hari ia cuti. Alvin benar-benar teman laknat, bukan nya menunjukan ras simpati atau ucapan simpalti karena ibu ny abaru keluar dari rumah sakit ia malah mengomeli nya dengan kata-kata yang menyebalkan. ljika saja ia tidak membutuhkan Alvin, sudah pasti Alvin akan di tendang jauh-jauh dari hadapan nya. Beruntung Alvin masih di butuhkan di perusahaan nya.
Belum lagi tmpukan kertas di meja nya benar-benar membuat nya pusing. Tidak satu pun dari tumpukan itu yang ia lihat. Sedari pagi vero terus bermain game di laptop nya. Ia sedang malas untuk membaca apa lagi menyelesaikan semua laporan yang menggunung itu. Menyesal juga ia tidak menyuruh Ridwan untuk sekalian menyelesaikan pekerjaannya yang satu ini.
" Masih gak di kerjain juga ?" Suara Alvin terdengar nyaring di telinga Vero yang masih asyik dengan game nya.
" Nanti." jawab nya singkat.
" kapan ? mau sampai menuhin meja ?" ketus Alvin.
" berisik ah. Nanti gue kerjain. tanggung ini." Vero masih enggan untuk menatap Alvin.
" kalo lo kayak gini, gimana mau maju ? bukannya lo mau usaha ini maju ? kalo lo malas gimana ?"
" ya gue tahu, sebentar saja. gue lagi gak mood. Tar kalau udah ada pencerahan bakal gue kerjain."
" terserah. Pokonya gue mau semua ini beres lo periksa dalam waktu 24 jam. " Alvin perggi dari ruangan Vero. Meninggalkan Vero yang tidak memperdulikan nya dan masih setia dengan game nya.
Vero melirik sekilas kepergian Alvin dari ruangan nya ." dasar bawel kayak nenek-nenek. " Vero mengmbil tgelpon dan memanggil sekretarisnya untuk masuk ke ruangannya.
' iya pak, ada apa " seorang w anita cantik bernama maya masuk.
" bantuin saya beresin semua ini." Vero menunjuk ltumpukan fille di ats meja nya.
' tapi pak ini...."
" kamu kan yang simpan semua ini di sini ?" belum maya selesai bicara Vero sudah memotong nya.
" iya pak." apa lah daya memang may lah yang menyimpan semua tumpukan file itu di sana.
" sekarang kamu bantuin saya kerjain semua ini."
" tapi pak, sebentar lagi jam pulang."
" memang saya peduli ?" ketus Vero. " jangan pulang sebelum semua ini beres, anggap aja sebagai hukuman karena kamu menyimpan semua berkas- berkas ini di meja saya."
" lo kok gitu pak,?"
" terserah. kalau kamu keberatan. kamu bisa bikin surat pengunduran diri besok." Vero duduk dengan santai di kursinya seolah ucapn nya ringan.
" iya deh pak, tapi di gajih lembur kan pak ?:'
" jangan banyak nanya. lebih cepat lebih baik.' Vero sudah siap dengan satu map di tangannya, hingga Maya segera mengambil laporan yang lain untuk ia kerjakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Turun Ranjang
NonfiksiHarusnya aku tau , jika selama ini dia tidak pernah menganggap ku ada. Harusnya aku mengerti bahwa yang di inginkan nya bukan lah aku. Mungkin takdir sudah mengingatkanku untuk tidak berharap memilikinya. Tapi takdir juga telah mempermainkan ku ke...